Jakarta, TempusDei.id – Mengawali tugasnya sebagai Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Kementerian Agama, Yohanes Bayu Samodro bertemu Uskup Agung Jakarta yang juga ketua presidum Konferensi Waligereja Indonesia Mgr. Ignatius Kardinal Suharyo pada 11/8/20 di Wisma Keuskupan Jakarta.
Bayu Samodro datang didampingi Sekretaris Dirjen Bimas Katolik Aloma Sarumaha, Direktur Pendidikan Katolik Agustinus Tungga Gempa, dan Direktur Urusan Agama Katolik Albertus Triatmodjo. Sementara Kardinal Suharyo didampingi beberapa imam, Yustinus Prastowo dan beberapa awam di Keuskupan Agung Jakarta .
Mewakili Gereja Katolik Indonesia, Kardinal Suharyo mengucapkan selamat kepada Yohanes Bayu Samodro, atas dilantiknya sebagai Dirjen Bimas Katolik yang baru, sekaligus mengucapkan terima kasih kepada Aloma Sarumaha yang selama 5 bulan terakhir ini telah menjabat sebagai Pelaksana Tugas Dirjen Bimas Katolik. “Gereja Katolik memberi apresiasi atas proses seleksi yang dilakukan secara terbuka, sehingga memberi kesempatan seluas-luasnya bagi umat Katolik untuk ikut melayani Gereja di sektor pemerintahan, ujar Bayu mengulang pernyataan Kardinal Suharyo.
Menurut Bayu, dalam arahannya, Kardinal menyampaikan fakta-fakta yang berkembang saat ini dan Gereja Katolik dalam hal ini KWI memiliki harapan besar terhadap Ditjen Bimas Katolik.
Uskup Agung Jakarta menambahkan, gereja ingin berperan dalam membangun keadaban publik menuju habitus baru, di mana ada 3 pilar pelaku untuk menuju habitus baru, yaitu negara, pasar dan masyarakat. Ketiga pilar tersebut menjalankan fungsinya secara berbeda-beda.
Pilar negara dalam hal ini Ditjen Bimas Katolik memiliki tanggungjawab memastikan bahwa kebaikan bersama terwujud di mana segala upaya yang dilakukan bertujuan untuk mencapai kebaikan bersama. Kebaikan bersama ini dirumuskan dalam nota pastoral sejak tahun 2004, yaitu Pancasila sebagai keadilan sosial; keadaban publik sebagai bangsa menuju habitus baru. “Kebaikan bersama itu harus diperjuangkan sebagai panggilan umat Katolik menjadi garam dan terang bagi dunia,” ujar Suharyo.
Tanpa Praktik Kolusi atau Perselingkuhan dengan Kejahatan
Kardinal Suharyo juga mengingatkan Ditjen Bimas Katolik sebagai gereja yang dipanggil untuk melayani masyarakat Katolik, agar mewujudkan habitus baru tanpa praktik kolusi atau perselingkuhan dengan kejahatan. Ditjen Bimas Katolik juga ditantang bersikap berbeda dari instansi pemerintah lain demi menciptakan habitus baru.
Sementara itu, Yohanes Bayu Samodro menyatakan, solusi alternatif yang ditawarkan untuk mengatasi masalah yang muncul dari fakta-fakta yang ditemui di lapangan antara lain adalah pelayanan Ditjen Bimas Katolik perlu dilakukan secara bersinergi dengan unit eselon 1 yang juga umat Katolik pada kementerian lain. “Kita juga perlu lebih membuka diri terhadap masyarakat umum agar karya-karya Gereja Katolik lebih terasa, setidaknya dapat dibedakan mana Gereja Katolik dan mana Gereja yang lain,”lanjut Bayu yang pernah menjadi pengurus Dewan Paroki Harian Paroki Alam Sutra ini.
Bayu juga akan bekerja sama dengan seluruh ormas Katolik karena dipandang memiliki jejaring yang beririsan langsung dengan komponen masyarakat di luar Gereja.
Di awal tugasnya ini, Bayu juga mengungkapkan akan berupaya maksimal agar anggaran Ditjen Bimas Katolik ditingkatkan dengan cara membuat kegiatan yang kreatif dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebab saat ini anggaran tahun 2020 telah habis terpakai untuk penanganan Covid-19 dan mendukung program Cinta Papua dari Presiden melalui pembiayaan penegerian SMAK dan STP yang berada di Papua.
Pertemuan Kardinal Suharyo dengan Dirjen Bimas Katolik Bayu Samodro ini berlangsung sangat cair yang mengisyaratkan bahwa hubungan sinergi antara Gereja Katolik dan Pemerintah RI menjadi prasyarat mutlak untuk mendorong agar umat Katolik semakin percaya diri menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari NKRI.
Umat Katolik akan ikut berdinamika dalam mewujudkan pembangunan sumber daya manusia Indonesia seutuhnya yang menjadi prioritas pemerintahan RI dalam kabinet Indonesia Maju, untuk 5 tahun mendatang. Ini sejalan dengan Nota Pastoral Sidang KWI tentang Keadaban Publik Menuju Habitus Baru Bangsa, yang tak lain adalah juga revolusi mental yang menggumpal. (tD)