Prinsipnya, untuk bisa membantu orang, saya harus punya uang. Agar bisa punya uang, perusahaan harus untung dan agar untung salah satu caranya adalah promosi.
Bagi Joseph Irwan Hidayat (73), hidup dan segala pencapaiannya hari ini bukanlah sesuatu yang kebetulan dan tiba-tiba. Ia mengalami proses dan campur tangan Tuhan. “Semuanya berada dalam kuasa dan kendali Tuhan,” ungkapnya kepada tempusdei.id di ruang kerjanya.
Karena menyadari semuanya sebagai rencana Tuhan, ia mengangkat hati untuk bersyukur kepada Tuhan melalui lidah dan karyanya. “Bagi saya, perusahaan ini harus menguntungkan secara bisnis sehingga bisa menjadi berkat bagi banyak orang. Karena itu saya perlu kerja keras dan melakukan kerja-kerja kreatif,” ujarnya singkat.
Pengalamannya sakit-sakitan saat masih kecil sehingga tinggal bersama neneknya, bahkan ikutserta ke mana sang nenek pergi, bagi Irwan merupakan bagian dari rencana Tuhan baginya yang kemudian nyata dalam Sidomuncul. Dalam refleksi pribadinya, Irwan menemukan bahwa Tuhan memiliki cara sendiri membentuk setiap anakNya. Dia mengaku tidak pintar, bahkan pernah diturunkan dari kelas V SD. Dia pun malas belajar, sehingga hanya tamat SMA, bahkan lima kali pindah SMA dalam 3 tahun masa sekolah. Setamat SMA, dia sempat kuliah di Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Semarang, namun hanya bertahan satu bulan, lalu pindah ke Universitas Tri Sakti dan hanya bertahan tiga bulan. “Hanya beberapa bulan saja kuliah, lalu selesai, tamat,” ujarnya bercanda.
Dengak sekolah dan kuliah yang tidak jelas, Irwan tentu saja tidak memiliki keahlian apa pun. Mau bekerja di peruasahaan orang, tidak mungkin. Dia pun hanya bisa bekerja di Sidomuncul. “Sampai hari ini, saya nggak pernah kerja sama orang,” ujarnya tersenyum.
Menjawab pertanyaan “apa yang mendasari banyak karya sosial yang ia lakukan dan menghabiskan sangat banyak dana,” ia mengatakan bahwa hal itu tidak terlepas dari pengalaman masa lalunya yang tidak mudah dan sakit-sakitan. “Saat kecil saya sakit-sakitan, lalu pada umur 21 tahun saya sakit berat dengan macam-macam penyakit, pernah juga insomnia dan depresi, tapi saya bisa atasi semua itu,” jelasnya. Dan jelasnya lagi, karya-karya yang tampak sebagai karya sosial itu sebenarnya adalah sosio marketing yang dia maksudkan agar perusahaanya eksis, namun yang ia kerjakan itu bermanfaat bagi banyak orang. “Benar! Kalau saya flash back, ya ini jalan Tuhan saja. Saya melakukan banyak hal itu karena saya mengalami banyak hal dalam hidup ini,” ujar Irwan dengan suara datar.
Demi Ketenteraman Hati
Saat mengalami depresi misalnya, Irwan berpikir untuk melakukan sesuatu yang menenteramkan hatinya, namun berguna atau bermanfaat bagi sebanyak mungkin orang. Dia lalu mencari ide yang aneh-aneh seperti tampak dalam iklan-iklan yang dia buat seputar membangun pariwisata mulai dari Irian lalu ke Sumba, Maluku, Labuan Bajo, Toba, Nias dan lain-lain. “Kenapa dari Irian, sebab matahari terbit dari timur. Gampang saja, namanya juga mau menenteramkan hati. Saya berpikir untuk melakukan keseimbangan. Kita ini tidak seimbang antara barat dan timur,” katanya serius.
Untuk karya-karya tersebut, dia harus rela merogoh koceknya dalam-dalam, namun bersamaan dengan itu bendera Sidomunculnya berkibar-kibar. Bayangkan, untuk mengiklankan Labuan Bajo misalnya, ia menghabiskan dana Rp65 Miliar. Melalui iklannya, selain perusahaannya makin dikenal banyak orang, dia sangat bergembira sebab dengan upayanya mengiklankan itu, perekonomian masyarakat sekitar meningkat yang ditandai dengan meningkat jumlah wisatawan yang datang, hampir 20 kali.
Pada tahun 2010 mencapai 1.800 wisatawan per tahun, sekarang sudah lebih dari 20.000 orang per tahun. Banyak investor datang, tanah milik masyarakat menjadi mahal sehingga mereka untung. “Saya menemukan ketenteraman dengan mencapai hal semacam ini,” jelasnya.
Sebenarnya, menurut aturan perusahaan cukup mengeluarkan 2 persen dari keuntungan perusahaan sebagai dana CSR. “Tapi mau buat apa dengan dana sebesar itu. Agar perusahaan saya juga eksis sembari melakukan hal-hal yang menguntungkan banyak orang dan membangun negeri, saya keluarkan dana lebih,” tambah Irwan lagi. “Sejak semula, saya rasakan menyenangkan hati saya, lama-lama tambah menyenangkan, jadi dilakukan terus, toh menyenangkan. Saya ini berbisnis sembari berbuat sesuatu untuk orang lain,” katanya lagi menegaskan.
Dengan prinsip bisnis semacam tersebut, Irwan hadir di mana-mana untuk memberikan pelayanan kepada mastarakat. Untuk membantu Pemerintah menghadapi Covid-19 saja, ia menyediakan dana sebesar Rp15 M. Dana sebesar ini sudah ia salurkan ke berbagai tempat dalam bentuk sembako, APD dan berbagai bentuk bantuan lainnya.
Perusahaannya juga melakukan aksi sosial lainnya berupa operasi bibir sumbing dan operasi katarak bagi banyak penderita. Data Irwan menunjukkan penderita katarak di negeri ini terbilang banyak, sekitar 2,4 juta orang. Ada yang sudah mengalami kebutaan pada umur 45. Setiap tahun bertambah 240 ribu. Padahal dokter mata hanya 1.500. “Saya sedih melihat ini, lalu saya berpikir untuk membantu, sekaligus bagus untuk berpromosi. Prinsipnya, untuk bisa membantu orang, saya harus punya uang. Agar bisa punya uang, perusahaan harus untung dan agar untung salah satu caranya adalah promosi. Kalau sebagai orang Katolik memang ada ajaran bahwa yang diberikan oleh tangan kanan tidak boleh diketahui tangan kiri, tapi Sidomuncul kan tidak punya agama,” ujarnya bercanda.
Peduli Lingkungan
Semakin menemukan ketenteraman batin sambil merasakan kemajuan perusahaanya, Irwan beranjak memberi perhatian pada lingkungan hidup. Dia terlibat penuh dalam perhelatan Citarum Harum. “Bayangkan, ada 38.000 orang hidup dari sungai Citarum, mengapa kita tidak membantunya. Saya buat iklan tentang Citarum. Saya lakukan sesuatu untuk selamatkan sumber air. Air sebagai sumber kehidupan akan jauh lebih berharga daripada minyak. Orang bisa hidup tanpa minyak, tapi tak bisa hidup tanpa air.”
Setelah itu, Irwan mengerjakan Rawapening yang luasnya 2.800 hektar, namun 70 persen tertutup oleh eceng gondok dengan kedalaman yang yang tinggal 5 meter. “Kalau dikelola dengan baik, bisa menjadi Sin’t Morrisnya Indonesia. Permukaannya harus kelihatan air. 70 persen dari 2,800 hektar tertutup eceng gondok.. Kedalamnnya pun tinggal 5 meter.”
Setelah membersikan rawa dari ecek gondok, Irwan membuat iklan ajakan ke Rawapening. “Kalau wisatawan sudah pada datang, peluang bisnis terbuka, lapangan kerja terbuka, tanah warga jadi mahal. Siapa yang untung? Kan banyak orang. Hati saya tambah tenteram”
Menurutnya, hal seperti ini bisa diterapkan di danau yang ada di berbagai daerah di Indonesia. “Luar biasa negeri kita ini. Sumber air pada danau-danau itu harus diselamatkan. Kalau ada sumber air, orang sejahtera. Kalau tak ada, hidup sengsara. Makanya saya selalu berpikir supaya perusahaan ini bermanfaat bagi semakin banyak orang,“ pungkas Irwan.
EMANUEL DAPA LOKA