Tidak banyak berkata-kata, namun dari sedikit kata yang dia ungkapkan yang diserta senyum tulus tergambar dengan jelas keramahan dan cinta. Itulah gambaran atau ciri paling khas dari Kakek Abdurahim Ola Daen.
Sosok ini adalah Kakek dari Pater Tuan Kopong MSF, seorang imam Katolik yang pada 1 September menulis Surat Terbuka kepada Majelis Ulama Indonesia menyangkut kelakuan sejumlah mualaf yang mengaku-ngaku mantan pastor Katolik, mantan biarawati, perempuan yang mantan seminaris atau mengaku anak kardinal sambil menebar kebencian.
Pater Tuan Kopong mengalami masa puasa di bulan suci ramadan sebagai masa-masa indah bersama sang Kakek. Ketika waktu berpuasa tiba jelas Tuan Kopong, kakek Ola Daen menggandeng tangannya menuju masjid yang tak jauh dari rumah sang Kakek untuk ikut berbuka bersama.
Secara materi, tambah Tuan Kopong, sang Kakek tidak memiliki hektaran tanah apalagi kebun kopi dan kelapa. Beberapa pohon kelapa malah telah diberikan kepada Mama dari Pater Tuan Kopong.
Kakek Ola Daen sendiri memiliki sebelas orang anak. Secara ekonomi saat itu, sangat tidak mudah menghidupi kesebelas anaknya, apalagi masih merawat lima orang keponakan kandungnya, termasuk Mama dari Tuan Kopong, yang merupakan anak dari kakak kandung (yang telah meninggal dunia) dari kakek Ola Daen.
Kakek Ola Daen sangat mencintai kakak-kakak kandungnya, sehingga ketika mereka meninggal dunia, dia merawat dan mendidik anak-anak mereka hingga tumbuh dewasa dan menikah. Dalam segala keterbatasannya, dia tinggal dalam sebuah rumah sederhana bersama anak-anak dan ponakan-ponakannya dengan makan dan minum pas-pasan namun dengan penuh cinta.
Waktu Idul Fitri dan Idul Adha jelas Tuan Kopong, rumah sang Kakek menjadi tempat kumpul. Keluarga secara bersama-sama membaca doa dan ziarah ke kubur kakek Sabon Demon dan nenek Peni Samon. “Maka sesibuk apa pun kami, kami pasti kumpul. Kalau ada yang alpa, Kakek Ola Daen pasti sangat kecewa,” aku Tuan Kopong.
BACA: https://www.tempusdei.id/2020/09/2128/ini-alasan-pastor-tuan-kopong-msf-mencintai-islam.php
Tuan Kopong sungguh tidak bisa menyembunyikan kekagumannya pada Kakek Ola Daen. “Kakek, sederhanamu adalah kekayaan cinta dan kasih yang membuat kami ada di dunia ini. Jika saat itu Mama tak memiliki Om sebaik Kakek Ola Daen, apakah kami juga bisa menikmati kehidupan di dunia ini?” tanyanya retoris. (tD)