Mon. Nov 25th, 2024

Oleh Pater Remmy Sila, CSsR, Superior Misi Samoa Kongregasi Redemptoris Provinsi Oceania

Pada suatu malam, seorang pria setengah baya pulang ke rumahnya dalam keadaan mabuk. Dia berkata kepada isterinya yang sudah tidur, “Saya lapar. Tolong beri aku makan!” Sang isteri menjawab dengan lembut, “Semuanya ada di atas meja makan. Silahkan  memilih.” Lelaki itu bergegas ke meja makan. Setelah menemukan apa yang tersedia di atas meja, ia memrotes isterinya, katanya, “Apa yang kau bilang? Engkau meminta aku untuk memilih, padahal hanya ada satung potong ikan goreng. Apa  yang mau saya pilih?” Sang isteri sambil menarik napas, dan tetap dengan nada lembut menjawab: “Maksudku, engkau dapat memilih untuk makan ikan kering itu atau tidak karena memang hanya itu yang ada.”

Sebagai manusia, kita memiliki kebebasan untuk memilih. Ini karena Tuhan sendiri menganugerahkan kebebasan kepada kita, sementara hewan dan makluk lain dikendalikan oleh naluri mereka. Sebagai manusia kita memiliki kendali atas naluri kita karena kita memiliki akal budi dan kebebasan. Keistimewaan inilah yang membuat kita disebut sebagai gambaran dan citra Tuhan. Sayangnya kita sering menyalahgunakan kebebasan ini, bahkan untuk menolak Tuhan. Inilah inti pesan perumpamaan dalam Injil hari ini (Matius 22: 1-14).

Dalam perumpamaan tersebut dikisahkan bahwa ada seorang  raja yang mengadakan pesta perkawinan dan mengundang sahabat-sahabatnya ke pesta tersebut. Sayangnya, undangan tersebut ditolak. Ia lalu menawarkan undangannya kepada siapa saja bahkan orang-orang di persimpangan jalan dan ini justru mendapat tanggapan luar biasa. Ruangan pesta dipenuhi oleh undangan.

Pesta pernikahan adalah gambaran keselamatan yang Tuhan tawarkan kepada semua orang.  Disebut “pernikahan” karena peristiwa pernikahan merupakan perayaan cinta dan menyangkut persatuan penuh kasih antara Tuhan dan manusia. Disebut  “pesta” karena menjanjikan berkat yang melimpah dan sukacita kekal dalam kemuliaan di surga, di hadirat Tuhan dalam persekutuan dengan para malaikat dan semua orang kudus. Tuhan menghendaki semua orang diselamatkan. Tetapi Dia hanya bisa mengundang dan tidak memaksa siapa pun untuk datang karena Dia tetap menghormati kebebasan kita.

Undangan Ekaristi

Itulah sebabnya, meskipun Tuhan menghendaki semua orang diselamatkan, tidak semua orang akan diselamatkan. Mengapa? Ada dua alasan. Pertama, akan ada orang yang menolak undangan Tuhan. Mereka menggunakan kebebasan mereka untuk menolak undangan Tuhan. Santo Alfonsus Maria de Ligouri mengatakan, “Sebagian besar manusia lebih memilih untuk dikutuk daripada mencintai Tuhan yang Mahakuasa.” Sementara menurut Santo Isidorus dari Sevilla berkata, “Sebagian besar manusia tidak akan menghargai Darah Kristus, dan terus menghinakannya.”

Banyak orang mengira bahwa kebebasan adalah kekuatan untuk melakukan apa pun yang mereka suka. Mereka percaya bahwa mereka dapat melakukan dosa dan kejahatan karena mereka bebas. Sangat jelas bahwa ini bukan kebebasan tetapi perbudakan. Seorang pemuda yang memilih untuk menyenangkan dirinya dengan mengonsumsi narkoba bukanlah kebebasan, tetapi ia menjadi budak dari sebuah kecanduan. Seorang suami yang meninggalkan isterinya untuk secara bebas hidup bersama wanita lain tidak akan mendapatkan kebebasan. Sebaliknya, ia akan dibebani dengan lebih banyak masalah. Salah satunya adalah memiliki lebih dari satu mertua. Orang yang suka berbohong tidak pernah akan bebas karena dia harus mengatakan seribu satu macam kebohongan lain untuk menutupi kebohongan-kebohongan sebelumnya. Itulah sebabnya Yesus mengatakan: “Kebenaran akan memerdekakan kamu”  Yoh 8: 32). Menolak Tuhan dengan memilih kehidupan penuh dosa dan penuh kehancuran bukanlah kekebasan melainkan merupakan penyalahgunaan kebebasan yang mebuat kita menjadi hamba dosa.”Sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa adalah hamba dosa.” (Yoh 8: 34)

Kedua, banyak orang yang tidak akan diselamatkan karena mereka tidak menaati kehendak Tuhan. Inilah pesan dari bagian perumpamaan tentang pria yang datang ke pesta nikah tanpa mengenakan pakaian pesta. Apa yang dimaksud dengan pakaian pesta? Cinta dari iman dan hati yang murni itulah pakaian pesta kita. Santo Paulus menasihati kita untuk senantiasa mengenakan pakaian kasih: “Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belaskasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran. Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian. Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan.” (Kol 3: 12-14).

Mengatakan “ya” untuk undangan Tuhan itu gampang. Namun memenuhi berbagai tuntutan “ya” itu tidak pernah gampang, karena itu berarti harus berjuang untuk menolak  dosa dan menjalani hidup dengan ketaatan total kepada kehendak Tuhan. Demikian juga harus berjuang untuk berbalik dari semangat egoisme dan kesombongan diri, dan belajar untuk bermurah hati dalam memberikan diri kepada sesama dalam pelayanan yang tulus dan rendah hati. Menerima undangan Tuhan tetapi  menolak untuk mengenakan pakaian kasih, tidak akan diperkenakan ikut dalam pesta pernikahan Tuhan.

Perayaan Ekaristi  Kudus disebut “surga di bumi,” “cicipan perjamuan surgawi.” Sebelum Komuni, kita mendengar kata-kata: “Inilah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia. Berbahagialah mereka yang diundang ke perjamuan Anak Domba Allah.” Ini bukan  sekadar undangan untuk menerima Tubuh dan Darah Kristus saat komuni  dalam Misa,  tetapi juga merupakan undangan perjamuan abadi di surga.

Tuhan yang penuh cinta dan Maharahim selalu menghendaki semua orang diselamatkan. Oleh karena itu, marilah kita selalu berkata “ya” atas undangan Tuhan dan terus-menerus memperbarui hidup kita, membalut diri kita dengan pakaian kasih, sehingga pada akhirnya kita pun diperkenankan ikut dalam perjamuan dan sukacita abadi di surga. Tuhan memberkati.

 

 

 

Related Post

Leave a Reply