Fri. Nov 22nd, 2024

Oleh Pater Kimy R. Ndelo, CSsR, Provinsial Redemptoris Provinsi Indonesia

Di masa lalu, pesta nikah seorang raja atau putera raja didahului dengan undangan resmi. Mereka yang menerima undangan akan dikonfirmasi lagi sehari sebelumnya oleh tuan pesta.

Menerima undangan dan membatalkannya pada hari konfirmasi akan dianggap penghinaan bagi yang mengundang. Jika pengundang itu seorang raja, maka pasti akan ada hukuman bagi yang menolak hadir dalam pesta pernikahan.

Itulah latar belakang kisah Perjamuan Nikah yang diceritakan oleh Yesus dalam Injil (Mat 22,1-10).

Tentu saja yang dimaksudkan-Nya jelas. Yang mengundang adalah Allah sendiri. Para tamu undangan adalah orang-orang Yahudi sebagai bangsa pilihan. Mereka menerima undangan pada saat pertama. Akan tetapi dalam perjalanan waktu mereka berubah pikiran. Mereka lebih mementingkan sesuatu yang lain.

Karena itu undangan dialihkan kepada orang lain, yakni mereka yang bukan Yahudi. Akan tetapi menerima undangan tidak serta-merta berarti bisa ikut dalam pesta. Ada standar tersendiri bagi mereka yang datang. Mereka harus berpakaian pesta yang layak sebagai penghargaan bagi yang mengundang.

Biasanya para raja, yang tahu bahwa para tamu undangan banyak yang miskin dan tak punya pakaian pesta, mengirim tukang jahitnya di luar istana untuk menyediakan atau memastikan pakaian pesta yang layak bagi para tamunya. Karenanya patut dimengerti mengapa tuan pesta jengkel dan marah melihat masih saja ada orang masuk ruangan dengan pakaian yang tidak pantas.

Pilihan Allah yang dijatuhkan kepada orang non Yahudi, yakni kita sendiri, tidak menjamin bahwa kita akan masuk dan ikut berpesta. Setiap orang yang mengatakan YA terhadap undangan Allah harus mengenakan pakaian pesta.

Pakaian pesta yang dimaksud di sini bisa dimengerti sebagai hidup sesuai dengan pesan Injil. Berpakaian pesta adalah ciri seorang murid sejati, dan bukan sekadar anggota gereja.

“Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belaskasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran” (Kol 3,12). Inilah ciri orang yang berpakaian pesta.

Pakaian pesta seorang kristiani bukanlah barang berupa kain yang dijahit atau disulam melainkan sikap dan perilaku.

Kata “gereja” yang berasal dari bahasa Yunani “ekklesia” berarti “yang dipanggil atau yang diundang”.  Undangan itu sendiri sudah merupakan bentuk penghormatan. Maka sepantasnya juga yang diundang menaruh hormat dengan datang dalam sikap dan perilaku yang pantas dan layak.

Seorang gadis kecil, pulang dari Sekolah Minggu bertanya kepada ibunya. “Mama, apakah laki-laki juga masuk surga”.

“Pastilah anakku. Kenapa kamu tanya begitu?”

“Karena aku belum pernah lihat malaikat yang ada kumis, jenggot dan jambang”, kata anak ini.

“Ooo mereka pasti masuk surga. Tapi sebelum masuk mereka harus cukur bersih kumis, jenggot dan jambangnya,” jawab ibunya.

Salam sehat dari Biara Santo Alfonsus-Konventu Redemptoris Weetebula, Sumba tanpa Wa

Related Post

Leave a Reply