Pro Ecclesia et Patria!
Berpijak pada ragam komentar dan tanggapan dari internal kita baik di facebook maupun wa grup atas keterlibatan teman-teman dalam arus demonstrasi menolak omnibus law di Indonesia dan juga ajakan teman-teman melakukan demonstrasi jilid 2 untuk menolak Omnibus Law sebagaimana yang tersebar di grup-grup wa, saya tergerak untuk menyapa rekan-rekan baik sebagai pribadi, sebagai seorang imam dan juga sebagai seorang aktivis.
Betul bahwa demonstrasi adalah hak, kebebasan setiap warga negara termasuk juga teman-teman PMKRI. Demonstrasi juga adalah gerakan menyuarakan suara kemanusiaan dan keberpihakan pada mereka yang kecil, miskin, lemah dan tertindas. Karena PMKRI adalah salah satu organisasi mahasiswa Katolik, maka saya mau mengatakan bahwa demonstrasi juga adalah sebuah gerakan suara kenabian.
Sebagai sebuah organisasi mahasiswa Katolik, di mana dengan menyandang nama Katolik dalam setiap gerakan termasuk demonstrasi, mau tidak mau gerakan apa pun yang kita lakukan tetap berpijak pada semangat dan ajaran-ajaran Gereja Katolik sehingga kita mampu mempertanggungjawabkan setiap tindakan dan gerakan kita baik secara iman maupun moral.
Salah satu pesan yang sangat indah dan kiranya bisa menjadi pijakan rekan-rekan PMKRI di dalam melakukan aksi maupun demonstrasi seperti hari-hari ini untuk menolak Omnibus Law adalah di dalam Kompendium Ajaran Sosial Gereja no.13 bahwa kesaksian iman akan kebenaran yang rekan-rekan perjuangkan dalam bentuk demonstrasi sejatinya adalah untuk menyelamatkan dan bukan untuk mengadili, melayani dan bukan untuk dilayani.
Dalam konteks bangsa kita hari-hari ini di mana penyebaran pandemi covid-19 juga belum usai, maka sejatinya rekan-rekan PMKRI bisa menjadi garda terdepan memutus mata rantai penyebaran pandemi covid-19. Dengan demikian kesaksian akan kebenaran yang diperjuangkan sejatinya menyelamatkan bangsa Indonesia.
Demonstrasi boleh-boleh saja, tetapi kita juga perlu cerdas dan kritis melihat situasi bangsa kita hari ini. Banyak gereja yang belum bisa dibuka untuk melayani misa publik karena penyebaran pandemi covid 19—meski banyak juga yang diprotes—tetapi itu adalah juga bagian dari kesaksian akan kebenaran yang menyelamatkan.
Gerakan kesaksian akan kebenaran yang menyelamatkan juga menjadi tugas rekan-rekan PMKRI untuk berusaha semaksimal mungkin agar tidak terjadinya tindakan anarkis dan pengrusakan fasilitas umum. Bahwa tindakan anarkis dan pengrusakan fasilitas umum tidak dilakukan oleh rekan-rekan PMKRI dengan cukup membuat alasan “bahwa yang anarkis dan merusak bukan bagian dari kami” itu juga tidak bisa dibenarkan, karena di sana ada rekan-rekan PMKRI yang seharusnya menjadi penyelamat dan bukan membiarkan.
Dengan kata lain bahwa keterlibatan rekan-rekan dalam demonstrasi bukan sekadar digerakkan oleh rasa kemanusiaan dan solidaritas, tetapi di atas segalanya adalah sebagai gerakan iman dan moral Katolik untuk menghindari terjadinya penghakiman atau tindakan anarkis.
Maka dari itu agar aksi atau gerakan demonstrasi sebagaimana yang juga diikuti oleh rekan-rekan PMKRI dalam beberapa hari ini dan besok sore (11/10) sebagaimana yang baca dalam undangan yang tersebar, sejatinya didahului dengan menyajikan pendekatan yang sistematis melalui diskusi-diskusi ilmiah terlebih dahulu misalnya dengan Pemuda Katolik, Ikatan Sarjana Katolik (ISKA), para dosen Katolik dari disliplin ilmu yang berkaitan langsung dengan omnibus law, fakultas-fakultas Filsafat dan Teologi, Komisi Kerawam, Komisi Keadilan dan Perdamaian baik ditingkat KWI maupun Keuskupan agar penilaian dan keputusan untuk bergerak bersepadanan dengan kenyataan dan semangat ajaran Gereja Katolik.
Dengan melakukan pendekatan, studi dan diskusi bersama dalam terang ajaran Gereja Katolik, misalnya dalam terang Ajaran Sosial Gereja (ASG) untuk mendalami isi dari omnibus law membuat gerakan rekan-rekan yang disebut sebagai gerakan solidaritas dan pengharapan memiliki dampak yang lebih besar atas kepelikan dari berbagai situasi yang dihadapi dengan lahirnya omnibus law (Kompendium ASG no.9).
Adalah suatu kegembiraan Gereja Indonesia jika rekan-rekan PMKRI sebelum bergerak dan terlibat dalam aksi demonstrasi menolak omnibus law, terlebih dahulu menginisiasi diskusi dan hasil diskusi serta kajian dari sudut pandang ajaran Gereja Katolik dalam hal ini ASG diwartakan kepada seluruh umat Katolik terisitimewa para buruh Katolik sebagai sebuah bahan edukasi sekaligus kesaksian iman akan kebenaran yang menyelamatkan dan bukan menghakimi.
Manila, 10 Oktober 2020
Tks Padre.
Teringat pd jamannya, semua ucapan, sikap dan tindakan harus seijin uskup utk boleh mengusung label Katolik. Bahkan bacaan pun harus yg ada tulisan Imprimatur.
Organisasi” berlabel Katolik rupanya belum tergerak utk berdiskusi, entah lantaran memilih sikap diam sbg bentuk solidaritas terhadap kaum lemah dan tertindas yg umumnya diam tak berdaya bagai domba yg digiring ke pemotongan sbg persembahan sembelihan atau persembahan bakaran yg harum semerbak.
Suara kenabian dlm sejarahnya tak berlabel apapun dan terkadang dicirikan sbg “suara dari padang gurun” yg hendak meluruskan jalan, tidak menghakimi, namun realitasnya, komunitas imam agung dan kroninya merasa dihakimi, bahkan menganggap langit telah dihujat, berdasarkan kitab.
Perang suci pun menumpuk korban nyawa di medan laga di bumi manusiawi ini.
Kemarin terukir ego Manusia Jalang, mendewakan cara menuju Tahta dan aroma Istana.
Menyeret ombak Manusia demo penuh kebisingan cerca sumpah serapah menambah Hitam Sejarah.
Nun jauh disana masih ada Helaan napas dan dzikir serta Rosario. Ribuan Sang Bijaksana menyusup relung hati & Kalbu berdoa bagi Nusa dan Bangsa. PRO ECCLESIA ET PATRIA.