Memiliki anak laki-laki yang terus menerus bertanya tentang iman memaksa saya untuk merenung—Antonia Salzano
Carlo Acutis, seorang remaja yang meninggal karena leukemia pada tahun 2006 pada usia 15 tahun, dinyatakan sebagai “Yang Berbahagia” atau beato oleh Paus Fransiskus pada 10 Oktober 2020. Kesaksian hidupnya menarik banyak orang untuk percaya. Sikap percaya itu dimulai dari ibunya sendiri, Antonia Salzano. Wanita ini sekarang menyebut Carlo sebagai “penyelamat kecil” yang mengajarinya untuk mencintai Ekaristi.
Dia sekarang bersaksi tentang anaknya, sang pemuda jenius pada bidang komputer bahwa putranya itu mengikuti Misa setiap hari. Ia juga berkata bahwa Carlo memiliki kehidupan normal yang utuh, hidup dengan cara yang luar biasa.
Carlo, aku sang ibu, menghabiskan waktunya untuk belajar, menikmati hari-harinya bersama keluarga, dan menjadi sukarelawan untuk membantu anak-anak lain dan orang tua, sambil memberikan kesaksian tentang iman yang murni dan konkret. “Carlo adalah orang yang sangat saleh, bahkan ketika dia masih sangat muda. Dia senang pergi ke gereja, berdoa, dan belajar lebih banyak tentang imannya. Saya ini jauh dari gereja. Saya dibesarkan dalam keluarga sekuler, seperti jutaan orang. Jadi, memiliki anak laki-laki yang terus-menerus bertanya kepada saya tentang iman, memaksa saya untuk merenung. Itulah alasan saya semakin dekat dengan Gereja dan sakramen,” jelas Antonia.
BACA JUGA: https://www.tempusdei.id/2020/10/2542/lagu-untuk-beato-carlo-acutis-dari-yos-uran-di-larantuka.php
Carlo menjalani kehidupan yang luar biasa hingga akhir. Carlo mengatakan bahwa dia mempersembahkan rasa sakit fisiknya kepada Tuhan, paus dan untuk Gereja. Ibunya berkata, “Bagi saya, Carlo adalah ‘penyelamat kecil’ yang membawa saya ke jalan yang istimewa.”
“Itu adalah jalan yang terus saya jalani,” ujarnya. “Saya mencoba untuk menyebarkan warisannya, terutama kesaksian tentang mukjizat Ekaristi ke seluruh benua, dan yang telah membantu banyak orang,” tambahnya lagi.
Laman www.miracolieucaristici.org lahir dari inspirasi dan kejeniusan Carlo remaja. “Ada kesaksian dari orang-orang yang telah mendekat kepada Tuhan dan yang telah memulai hidup dalam iman,” katanya. “Bagi saya, ini adalah tanda terbesar. Karena Carlo sangat peduli tentang Ekaristi, dan dia biasa berkata, ‘Kita dilahirkan sebagai yang asli, banyak orang yang hidup sebagai fotokopi.’ ”
Ibu Carlo setuju dengan kata-kata putranya itu. Dia mengatakan bahwa Yesus memberi kita sakramen agar kita tidak mati sebagai fotokopi, dan bahwa Tuhan Yesus memberikan dirinya melalui Ekaristi.
Selama Carlo sakit, keberaniannya dalam menghadapi kematian dini menginspirasi ibunya. “Bu, jangan takut,” katanya, “karena dengan Inkarnasi Yesus, kematian menjadi hidup, dan tidak perlu melarikan diri. Dalam kehidupan kekal, sesuatu yang luar biasa menanti kita.”
Mengutip Carlo lagi, “Tujuan kita haruslah yang tidak terbatas, bukan yang terbatas. Yang tak terbatas adalah tanah air kita. Surga yang tidak terbatas itu telah menunggu kita selamanya. ”
Ibu Carlo yakin bahwa “Yesus adalah Cinta, Tuhan adalah Cinta.” Oleh karena itu katanya, “Ketika kita menerima Ekaristi, kita menerima Cinta.”
“Tujuan setiap orang Kristen adalah menjadi suci,” katanya, dan cara untuk mencapainya adalah dengan “menerima dan mencintai Tuhan di atas segalanya, mencintai sesama seperti diri kita sendiri, menerima cinta melalui Ekaristi… Yesus juga mengajar kita untuk memberikan diri kita sendiri kepada orang lain, dan untuk tumbuh dalam cinta kita kepada Tuhan,” tambahnya.
Sejak menerima Komuni Pertama pada usia tujuh tahun, sampai dia meninggal, Carlo tidak pernah melewatkan Misa harian. “Dia biasa mengatakan, ‘Ekaristi adalah jalan raya saya ke Surga.’ Oleh karena itu, dia ingin semua orang memahami karunia luar biasa yang Yesus berikan kepada kita dalam sakramen.”
Ibu Carlo tidak ragu berkata, “Carlo adalah benih, atau lebih tepatnya, dia menanam benih kesaksian tentang mukjizat Ekaristi ini untuk membantu dunia percaya.” (tD/EDL/Aleteia.org)