TEMPUSDEI.ID (1/11/20) – Menakjubkan! Christie Damayanti adalah satu dari sangat sedikit orang yang berhasil menggunakan aktifitas menulis sebagai sarana untuk terapi otak. Akibat stroke berat yang menyerangnya, ia sempat kehilangan banyak data dari otaknya, bahkan “motherboardnya” terbilang rusak parah.
Dari perjuangan yang getih, kesehatannya pulih sedikit demi sedikit melalui berbagai pengobatan, termasuk melalui terapi menulis. Melalui menulis, dia merangsang kembali otaknya untuk aktif. Meski tidak mudah dan sangat pelan, ia akhirnya berhasil dengan gemilang. Mulai dari menulis kecil-kecilan di kompasiana, sampai akhirnya bisa menulis buku. Kini, hanya dengan tangan kirinya (tangan kanannya tidak bisa digerakkan), ia sudah menerbitkan 26 buah buku, dan pada Desember nanti 10 buah bukunya akan terbit sekaligus. Wow!
Setidaknya, tiga bidang yang menarik perhatiannya dalam menulis, yakni soal seputar sakit stroke, tata kota dan pendampingan terhadap anak dalam hubungannya dengan penggunaan media internet. Ketiga hal tersebut “Christie Banget”. Beberapa bukunya yang terakhir tentang Papa dan Mamanya.
Christie adalah seorang arsitek senior. Ia bekerja pada Agung Podomoro Grup. Di perusahaan real estate ini ia dipercaya mendesain aneka bangunan dan menangani secara langsung pengerjaan sejumlah proyek. Central Park di Jakarta Barat Braga City Walk – Bandung, Senayan City Mall, The Lavande Residence-Tebet, Royal Mediteranian Garden-Tanjung Duren dan Thamrin Residence adalah beberapa dari cukup banyak hasil karyanya.
Di Bawah Tekanan
Pada akhir tahun 2010 ia dan timnya dikejar deadline. Sebuah mall yang mereka tangani harus segera dibuka pada 12 Desember tahun itu. Untuk mengejar tenggat waktu tersebut Christie dan kawan-kawan bekerja mati-matian. Dua minggu terakhir Christie hanya tidur 1-2 jam sehari. Kadang malah tidak tidur sama sekali, bahkan tak pulang rumah. Ia benar-benar bekerja dalam tekanan yang sangat tinggi (underpressure). Meski begitu, Christie menikmati pekerjaannya. Kesibukan bekerja semacam ini membuat Christie mengabaikan kesehatannya.
Sebagai seorang penderita tekanan darah tinggi dia memiliki ketergantungan pada obat, namun seringkali ia lupa minum obat. Yang ia lakukan justru mengonsumsi sejumlah makanan yang mestinya pantang dikonsumsi oleh seorang penderita seperti dirinya. Ia acap makan kepiting, sate sapi, sate kambing, bebek. “Toh saya bekerja keras dan membutuhkan asupan gizi,” gumamnya membenarkan diri.
Proyek yang ia garap selesai tepat waktu dengan kualitas yang diharapkan. Dia bangga dan puas. Pada grand opening beberapa stasiun televisi meliput. Setelah itu ia ingin menikmati hasil kerjanya dengan berlibur ke ke Dallas, Amerika Serikat. Di negeri Paman Sam itu seorang adik berikut keluarganya berdomisili. Bersama kedua orangtuanya, kedua anaknya dan keluarga seorang adiknya ia berangkat ke sana. Aura ceria selalu menghiasi wajah Christie. Keberhasilannya menuntaskan proyek tersebut terus membayanginya.
Mereka berencana berlibur selama enam sampai tujuh minggu di sana. Tanpa terasa, lima minggu sudah mereka menikmati saat-saat berlibur di sana. Pada 8 Januari 2009 di sebuah hotel di Fransisco, sekitar pukul 3 pagi, Christie terjaga untuk buang air kecil. Ia bangun dan duduk di tempat tidurnya kemudian menjulurkan kakinya untuk menapaki lantai. Tiba-tiba ia badannya tidak seimbang, oleng dan jatuh. Ia mencoba duduk di lantai lalu mencoba berdiri kembali. Ternyata, tubuh bagian kanannya tidak bisa digerakkan lagi.
Christie mencoba berteriak meminta pertolongan, namun suaranya tak keluar. Hanya suara aneh seperti suara alien yang keluar dari mulutnya. Itu pun sangat pelan. Beruntung teriakannya terdengar oleh mamanya yang sekamar dengannya.
Christie terserang stroke berat! Pemeriksaan dokter di sebuah rumah sakit terdekat menunjukkan pembuluh darah otak kirinya pecah. Akibatnya 20% otak kirinya terendam darah. Bagian otak nomer 3, 5 dan 7 yang terserang sehingga menyebabkan keseimbangannya (vestibuler) hilang, badannya lumpuh sebelah, motorik dan kemampuan bicaranya hilang.
Sepulang dari Amerika, Christie melakukan berbagai perawatan dan terapi. Enam bulan setelah terserang stroke ia mulai bekerja kembali. Dengan kondisi fisik yang belum sempurna, jalan masih terseok-seok dan tangan kanannya sama sekali belum bisa digerakkan, pimpinannya menerima dia untuk bekerja kembali, meski belum bisa full time. Penerimaan sang bos menambah semangat hidup Christie. Karena itu ia sangat salut dan hormat pada sang bos.
Ketika belum terserang stroke, dalam menjalankan pekerjaannya, ia berlaku secara profesional dan sangat tekun. Aneka keterbatasan dirinya pun ia lewati. Kerapkali, meski kesehatannya tidak memadai ia tetap bekerja. Ia abai dengan kenyataan dirinya sebagai seorang penderita hipertensi.
Kerapkali ia tak ubahnya lelaki, dengan topi proyek di kepala, ia masuk ke lokasi proyek dan ikut naik ke ketinggian gedung. Suatu saat, pada tahun 2006 kaki kirinya patah pada dua titik ketika saat terjatuh pada pertemuan dengan beberapa mitra kerja dalam kegiatan mendesain sebuah apartemen di bilangan Pancoran.
Aktifitas menulis yang menghasilkan 36 buah buku tersebut dia lakukan di sela-sela pekerjaannya sebagai seorang arsitek. Sampai saat ini dengan segala keterbatasannya, ia tetap bekerja di Agung Podomoro Grup APL Tower Lt. 45. Wow!
EMANUEL DAPA LOKA