Fri. Nov 22nd, 2024

Penghargaan Transportasi Dunia untuk Jakarta, Bukan Prestasi Anies Semata

Azas Tigor Nainggolan

Oleh Azas Tigor Nainggolan, Analis Kebijakan Transportasi

Sejak hari Sabtu (31/10) beredar  berita soal Jakarta mendapatkan penghargaan tingkat dunia, Sustainable Transport Award (STA) tahun 2021. Oleh panitia STA, kota Jakarta dinobatkan sebagai kota terbaik komitmennya dalam  membangun sistem transportasinya. Sayangnya penghargaan itu disalahartikan oleh beberapa kalangan bahwa itu prestasi semata dari gubernur Jakarta Anies Baswedan.

Melihat adanya upaya  pembelokan dan pemanfaatan penghargaan itu untuk pencitraan oleh sekelompok orang, juga pencitraan oleh Anies Baswedan, saya terdorong untuk menuliskan dan meluruskan perjalanan komitmen Jakarta membangun sistem transportasi yang baik oleh para gubernurnya.

Yang harus dikatakan pertama-tama, penghargaan yang diberikan itu adalah untuk komitmen Jakarta membangun sistem transportasi yang baik. Itu berarti, penghargaan diberikan pada komitmen dan proses pembangunan hingga Jakarta memiliki  sistem transportasi seperti sekarang ini.

Kita tahu bahwa membangun sebuah sistem transportasi adalah satu proses panjang yang diisi oleh beberapa kebijakan transportasi itu sendiri. Pembangunan perbaikan sistem transportasi bukanlah sebuah kejadian semalam, tetapi membutuhkan waktu panjang.  Bukanlah sebuah kejadian yang serta-merta dalam satu periode 5 tahunan karena diisi banyak kebijakan pendukung sistem transportasi yang baik.

Artinya, jika sekarang Jakarta dinobatkan sebagai kota terbaik komitmen membangun sistem transportasi, itu  adalah hasil komitmen dalam proses panjang sebelum periode sekarang ini.

Saya memaknai penghargaan tersebut sebagai ajakan melihat prosesnya dan bukan hanya melihat hasilnya seperti sekarang. Komitmen perbaikan sistem transportasi itu dimulai sekitar tahun 2003-2004 ketika Jakarta dengan gubenur Sutiyoso membangun layanan Transjakarta. Gebrakan pembangunan Transjakarta itu menandai modernisasi layanan transportasi publik massal di Jakarta dimulai.

Selanjutnya di bawah gubernur Fauzi Bowo, Transjakarta dikembangkan sistem jaringan  pelayanannya (sistem integrasi) untuk mempermudah akses bagi warga Jakarta pengguna transportasi publik. Gubernur Jakarta Fauzi Bowo juga mulai kebijakan baru manajemen parkir mahal agar mengendalikan penggunaan kendaraan pribadi. Begitu pula pada masa gubernur Jakarta di bawah Jokowi mengembangkan lagi sistem integrasi transportasi publik Jakarta dan peremajaan armada transportasi di Jakarta. Termasuk pada masa Ahok dan Djarot Transjakarta, melanjutkan pengembangan sistem integrasi  layanan Transjakarta dan peremajaan armada transportasi publik.   Selain itu pada masa Fauzi Bowo, Jokowi, Ahok dan Djarot ini pun dimulai penerapan pengendalian penggunaan kendaraan pribadi. Pengendalian itu dilakukan  dengan kebijakan sistem Ganjil Genap mengganti 3 in 1.

Melihat perjalanan komitmen pembangunan sistem transportasi yang akses dan baik itu terlihat bahwa penghargaan itu  diberikan atas prestasi dan komitmen perbaikan sistem transportasi Jakarta  yang dicapai oleh gubernur Jakarta  Sutiyoso, Fauzi Bowo, Jokowi, Ahok dan Djarot.

Selama masa   Anies Baswedan  menjadi gubernur Jakarta justru belum ada kebijakan radikal dan berhasil di bidang transportasi Jakarta. Selama menjadi gubernur Jakarta, Anies Baswedan belum berhasil membuat kebijakan transportasi dan tidak mengembangkan sistem layanan transportasi publik di Jakarta.

Selama 3 tahun Anies menjadi gubernur Jakarta  hanya membuat Jaklingko di dalam layanan Transjakarta. Sebenarnya Jaklingko itu juga adalah bagian layanan  integrasi sistem transportasinya Transjakarta. Jadi bukan kebijakan baru di bidang transportasi. Seharusnya tidak perlu ada layanan di dalam layanan besar seperti Jaklingko di dalam perusahaan layanan Transjakarta. Sebagai sebuah sistem integratif Transjakarta ya semua layanan bus termasuk bus kecil yang diubah namanya menjadi Jaklingko itu menjadi aneh dan lucu.

Warga Jakarta ingin dan perlu membangun sistem  transportasi publik yang integratif, kok Anies malah membuat terpisah antara Transjakarta di dalamnya ada Jaklingko. Kelihatannya Anies ingin terlihat berbeda dengan gubernur Jakarta sebelumnya.

Memang akhirnya kita dapat melihat dan ada buktinya, Anies sebagai gubernur Jakarta hanya mampu membangun Jaklingko yang tidak tuntas. Seharusnya  semua layanan bus itu terintegrasi dan satu dalam manajemen Transjakarta. Tidak perlu bahkan tidak boleh lagi ada layanan yang menolak disatukan atau diintegrasikan. Jadi ke depan, jika Anies Baswedan mau dicatat dalam sejarah pembangunan transportasi publik Jakarta harus bisa membuat kebijakan besar dan signifikan perubahannya. Misalnya saja adalah menuntaskan pembangunan sistem layanan transportasi publik bus kota di Jakarta dalam satu layanan Transjakarta dan meleburkan Jaklingko dalam satu manajemen Transjakarta. Juga ke depan yang harus dilakukan  oleh Anies Baswedan adalah mengintegrasikan semua pelayanan transportasi publik yang sudah dibangun oleh para gubernur pendahulunya.

Related Post

Leave a Reply