Saya bekerja sungguh-sungguh agar perusahaan ini menjadi berkat bagi sesama. Perusahaan ini milik Tuhan, saya hanya pekerja (Irwan Hidayat).
TEMPUSDEI.ID (13/11) – Irwan Hidayat, pemilik perusahaan jamu PT Sidomuncul menerima penghargaan dari Perkumpulan Wartawan Kristianis Indonesia (Perwamki). Penghargaan tersebut diserahkan dalam acara “Malam Cinta Bagi Negeri” pada 10 November 2020 di Hotel Aston Bellevue, Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Irwan Hidayat dinilai sebagai pengusaha yang konsisten mengusahakan berbagai macam jamu dari ramuan yang tumbuh di alam Indonesia. Dari hasil usahanya ini dia tidak makan sendiri. Irwan berbagi dengan berbagai kalangan dalam berbagai bentuk. Contoh yang paling konkret ketika ia menyelenggarakan mudik gratis bagi jamu gendong, operasi bibir sumbing dan operasi katarak secara gratis, mempromosikan wisata alam dan kebudayaan Indonesia melalui iklan-iklannya. Dan untuk membantu Pemerintah menanggulangi penyebaran virus korona, ia mengucurkan dana sebesar Rp15,5 miliar. Masih banyak lagi aksi kemanusiaan lainnya
Perusahaan Milik Tuhan
Dalam berbagai kesempatan Irwan Hidayat (73), mengatakan bahwa Perusahaan Jamu Sidomuncul adalah milik Tuhan, dia hanya bekerja sungguh-sungguh agar perusahaan ini menjadi berkat bagi sesama. “Semuanya berada dalam kuasa dan kendali Tuhan,” ungkapnya.
Karena menyadari semuanya sebagai rencana Tuhan, dia selalu berusaha mengangkat hati untuk bersyukur kepada Tuhan melalui lidah dan karyanya. “Bagi saya, perusahaan ini harus menguntungkan secara bisnis sehingga bisa menjadi berkat bagi banyak orang. Karena itu saya perlu kerja keras dan melakukan kerja-kerja kreatif,” ujarnya singkat.
Pengalamannya sakit-sakitan saat masih kecil sehingga tinggal bersama neneknya, bahkan ikut serta ke mana sang nenek pergi, bagi Irwan merupakan bagian dari rencana Tuhan yang kemudian nyata dalam Sidomuncul. Dalam refleksi pribadinya, Irwan menemukan bahwa Tuhan memiliki cara sendiri membentuk setiap anak-Nya.
Dia mengaku tidak pintar, bahkan pernah diturunkan dari kelas V SD. Dia pun malas belajar, sehingga hanya tamat SMA, bahkan lima kali pindah SMA dalam 3 tahun masa sekolah. Setamat SMA, dia sempat kuliah di Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Semarang, namun hanya bertahan satu bulan, lalu pindah ke Universitas Tri Sakti dan hanya bertahan tiga bulan.
Dengan sekolah dan kuliah yang tidak jelas, Irwan tentu saja tidak memiliki keahlian apa pun. Mau bekerja di perusahaan orang, tidak mungkin. Dia pun hanya bisa bekerja di Sidomuncul. “Sampai hari ini, saya nggak pernah kerja sama orang,” ujarnya tersenyum.
Tentang berbagai karya yang ia lakukan, Irwan mngakui, dalam karya-karya yang bersifat sosial itu ada socio marketing yang dia maksudkan agar perusahaan tetap eksis dan bermanfaat bagi banyak orang. “Benar! Kalau saya flash back, ya ini jalan Tuhan saja. Saya melakukan banyak hal itu karena saya mengalami banyak hal dalam hidup ini,” ujar Irwan dengan suara datar.
Penawar Stres
Yang unik dari Irwan, karya sosial yang dia lakukan bisa menjadi penawar rasa stress atau depresi yang acap menghinggapinya. Karenanya, dia selalu memikirkan cara-cara kreatif untuk melakukan sesuatu yang menenteramkan hatinya, namun berguna atau bermanfaat bagi sebanyak mungkin orang. Dia pun mencari ide yang aneh-aneh seperti tampak dalam iklan-iklan yang dia buat seputar membangun pariwisata mulai dari Irian lalu ke Sumba, Maluku, Labuan Bajo, Toba, Nias dan lain-lain. “Kenapa dari Irian, sebab matahari terbit dari timur. Gampang saja, namanya juga mau menenteramkan hati. Saya berpikir untuk melakukan keseimbangan. Kita ini tidak seimbang antara barat dan timur,” katanya serius.
Untuk karya-karya tersebut, dia harus rela merogoh koceknya dalam-dalam, namun bersamaan dengan itu bendera Sidomunculnya berkibar-kibar. Bayangkan, untuk mengiklankan Labuan Bajo misalnya, ia menghabiskan dana Rp65 Miliar. Melalui iklannya itu, selain perusahaannya makin dikenal banyak orang, dia sangat bergembira sebab dengan upayanya mengiklankan itu, perekonomian masyarakat sekitar meningkat yang ditandai dengan meningkat jumlah wisatawan yang datang, hampir 20 kali.
Sebenarnya, menurut aturan, perusahaan cukup mengeluarkan 2 persen dari keuntungan perusahaan sebagai dana CSR. “Tapi mau buat apa dengan dana sebesar itu. Agar perusahaan saya juga eksis sembari melakukan hal-hal yang menguntungkan banyak orang dan membangun negeri, saya keluarkan dana lebih,” tambah Irwan lagi. “Sejak semula, saya rasa ini menyenangkan hati saya, lama-lama tambah menyenangkan, jadi dilakukan terus, toh menyenangkan. Saya ini berbisnis sembari berbuat sesuatu untuk orang lain,” katanya lagi dengan tenang. (EDL/tD)