TEMPUSDEI.ID (13/11) – Adagium ”Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama” relevan direfleksikan tatkala mencoba merenungkan nama Jakob Oetama, Manusia Pers Indonesia. Nama yang dia tinggalkan bukanlah sembarang nama. Karenanya tidak bisa diabaikan begitu saja. Namanya adalah nama yang harum dan bermakna serta terpatri amat kuat di hati dunia pers dan masyarakat Indonesia.
Karena keharuman namanya itu, Perkumpulan Wartawan Media Kristiani Indonesia (Perwamki) menganugerahkan predikat sebagai “Tokoh Pers Inspiratif 2020” pada “Malam Cinta Bagi Negeri” bertajuk Berkarya dan Memberi yang Terbaik pada 10/11 di Hotel Aston Bellevue, Pondok Indah, Jakarta Selatan. Wakil Pemimpin Redaksi Kompas Paulus Tri Agung mewakili Almarhum menerima penghargaan tersebut.
Malam itu, selain kepada Jakob Oetama, Perwamki juga memberikan penghargaan kepada 16 tokoh lainnya yang dinilai telah banyak memberi kontribusi bagi bangsa dan Gereja. Penghargaan tersebut diberikan dalam rangka hari ulang tahun ke-17 Perwamki.
Bagi Perwamki, seperti dijelaskan oleh Ketua Panitia Emanuel Dapa Loka, Jakob Oetama adalah salah satu tokoh penting Indonesia pada abad 20 ini. Melalui karya konkretnya ia dinilai telah ikut telah ikut membentuk dan merawat akal sehat masyarakat Indonesia. Hal itu bisa dilihat dari sajian di Kompas karya tangannya yang masih memegang teguh prinsip-prinsip jurnalistik dan kejernihan berpikir.
Pembelelokan Bernilai Tinggi
Bukti sudah menunjukkan dengan tegas dan benderang bahwa melalui jurnalistik nama Jakob Oetama menjadi besar dan harum. Hal ini sangat patut distukuri.
Jika ditelusuri jauh ke belakang, orang yang paling berjasa membelokkan jalan pengadian pria kelahiran 27 September 1931 itu adalah Pastor JW Oudejans OFM.
Ketika itu, di tengah kebingungan Jakob memilih menjadi dosen atau menjadi wartawan, muncul kata-kata “magis” dari Oudejans yang sungguh-sungguh “membelokkan” jalan hidup Jakob.
Pastor Oudejans bertanya tentang profesi yang Jakob ingin tekuni. Jawab Jakob dengan yakin, “dosen!”
Menimpali jawaban Jakob, Pastor Oudejans berkata, “Jakob, guru sudah banyak, wartawan tidak.”
Kata-kata tersebut membuat Jakob mengambil keputusan tegas untuk menjadi wartawan, namun wartawan yang professional. “Orang inilah yang mengubah hidup saya,” kata Jakob suatu ketika seperti diungkapkan dalam berbagai tulisan tentang dirinya.
Selain Pastor Oudejans, sosok lain yang sangat berpengaruh dalam jalan hidupnya adalah Petrus Kanisius Ojong atau PK Ojong.
Banyak kisah terajut di antara mereka sejak mengawali karier, dan dalam membesarkan Kompas. Salah satunya, ketika Kompas diberedel Orba. Ketika itu, rezim mengatakan bahwa agar Kompas boleh terbit lagi, Kompas harus membuat surat permintaan maaf atas pemberitaannya yang menurut rezim menyerang, walau sebenarnya yang dituliskan adalah fakta.
Seperti tersua dalam buku Menulis dari Dalam (2007), terhadap permintaan itu, PK Ojong bersikap frontal dan tidak mau minta maaf. Biar saja dibredel, kata Ojong. Sedangkan Jakob memilih “minta maaf” dengan alasan ”yang mati tidak bisa diajak berjuang, kecuali dikenang”. Ini sejalan dengan prinsip hidup Jakob Fortiter in Re, Suaviter in Modo” yang berarti “Keras dalam Prinsip, Halus dalam Cara!
Rekam jejak Jakob dan aneka pencapaian dengan proses yang menyertai, kiranya menjadi cermin bagi para wartawan atau pemilik media hari ini dalam mengarungi dunia jurnalistik dengan segala tantangannya.
Terima kasih, Pak Jakob. Bahagialah di sana bersama Allahmu, Allah kita bersama. (tD)