Oleh Pater Kimy Ndelo, CSsR, Provinsial Redemptoris Provinsi Indonesia
TEMPUSDEI.ID (15/11) – Antonio Stradivari lahir di Cremona Italia 1644. Dia tidak bisa menyanyi karena suaranya melengking tapi terdengar jelek. Dia bahkan tidak lulus audisi masuk anggota koor di Cremona. Ketika dia ikut les biola, tetangganya mendesak ayahnya supaya dia berhenti saja. Dia sangat senang musik sebetulnya. Tapi teman-temannya mengolok-olok dia. Cocoknya dia jadi pemahat saja kata mereka.
Akhirnya ketika berusia 22 tahun dia magang di salah satu pembuat biola terkenal, Niccole Amati. Di bawah bimbingan gurunya ini dia menjadi pembuat biola yang terus berkembang. Hobinya sekarang menjadi pengrajin biola. Pada usia 36 tahun dia membuka toko biola sendiri. Ketekunan dan kesetiaannya pelan-pelan membuat karya dan namanya menjadi termasyur.
Ketika dia meninggal pada usia 93 tahun, dia telah membuat lebih dari 1.500 biola. Tiap biola diberi label: Antonius Stradivarius Cremonensis Faciebat Anno….(Antonio Stradivari dari Cremona Dibuat Tahun…). Biola buatannya menjadi standar biola terbaik di dunia dan paling dicari. Rata-rata satu biolanya dijual 1.5 milyar (100 ribu dollar amerika).
Antonio tidak bisa menyanyi, tidak bisa bermain musik, tidak bisa mengajar, tapi satu talenta yang dipunyainya dikembangkan sedemikian rupa sampai batas maksimal. Biola buatannya masih memperdengarkan suara indahnya sampai saat ini.
Kisah tentang Talenta yang kita dengarkan dalam bacaan Injil Mat 25,14-30 selalu relevan kapan pun. Istilah “satu talenta” seringkali menipu orang. Oh, hanya satu to?
Satu talenta itu sesungguhnya bernilai besar. Satu talenta sama dengan 5000 atau 6000 dinar. Itu berarti jumlah total upah minimun seorang pekerja harian selama 15 tahun! Jika seorang tukang harian bergaji 100.000 rupiah, kalikan dengan 365 hari dikalikan 15 tahun. Kurang lebih 500 juta rupiah.
Nilai fantastis yang dipercayakan oleh sang pemilik kepada para hambanya tentu dengan maksud yang baik. Bukan saja supaya mereka hidup tapi supaya mereka mengembangkan apa yang dipercayakan kepada mereka.
Tapi apa yang didapatnya? Yang menerima lima dan dua talenta mengembangkannya dengan hasil lima dan dua pula. Tapi yang menerima satu talenta tak melakukan apa-apa. Dia menyembunyikan talenta itu dan mengembalikan dalam keadaan utuh. Dia bermain aman, tidak untung dan tidak rugi.
Tuhan memberi karunia yang berbeda-beda pada tiap-tiap orang. Tuhan mengharapkan karunia yang cuma-cuma itu dimanfaatkan dan dikembangkan.
Lima talenta menghasilkan lima talenta. Dua talenta menghasilkan dua talenta. Seharus satu talenta menghasilkan satu talenta juga.
Artinya apa? Pertama, jika Tuhan memberi sesuatu, Dia tidak menuntut lebih dari yang sepantasnya. Kalau menghasilkan lebih, ya itu bonus. Kedua, Tuhan tidak pernah memberi seseorang ala kadarnya. Dia selalu memberi sesuatu yang maksimal dan layak sebagai modal untuk dikembangkan. Kepada orang-orang macam inilah Dia meminta pertanggungjawaban.
Jika kita lahir dari keluarga mampu itu adalah modal. Jika kemudian kita malah jadi lebih miskin, itu artinya kita mempunyai mental main aman atau cari aman. Jika lahir dari orangtua yang pintar tapi malah jadi anak yang bodoh, pasti ada sesuatu yang salah. Ada yang terkubur di sekitar rumah atau bahkan di dalam rumah kita.
Paus Yohanes XXIII mengatakan, “Kita tidak ditempatkan di bumi ini untuk menjadi seorang penjaga museum, tetapi untuk menghasilkan kemakmuran rohani dari talenta yang diberikan Tuhan di bawah pengawasan kita”.
Hidup dalam Kerajaan Allah bukan hidup cari aman atau hidup dalam zona nyaman. Hidup sejati berarti berani mengambil risiko. Kita tidak dipanggil untuk sekadar memandang Salib, tapi memikulnya sambil mengikuti Yesus.
Salam hangat dan salam sehat dari Biara Santo Alfonsus-Konventu Redemptoris Weetebula, Sumba tanpa Wa