Ketua FAKTA Indonesia Azas Tigor Nainggolan merasa heran melihat sejumlah pihak mempertanyakan atau menolak Peraturan Pemerintah (PP) No 70 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Hukuman Kimia terhadap Pelaku Kekerasan Seksual pada Anak yang berlaku sejak ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada 7 Desember 2020.
“Apa bedanya suntik kebiri kimia dengan suntikan KB dan vaksin? Mengapa menolak upaya negara melindungi anak dari kejahatan kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa di sekitarnya?”, kata Advokat yang aktif membela dan mendampingi anak-anak korban kekerasan seksual ini.
Dalam aturan tersebut jelas Tigor, dinyatakan bahwa para pelaku kekerasan seksual diberikan hukuman kebiri kimia selama 2 tahun melalui suntikan setelah menjalankan hukuman pokok penjaranya. Proses pelaksanaan suntikan itu pun dilakukan setelah melalui beberapa proses pemeriksaan dan penetapan pelaksanaannya.
Pemberian dan pelaksanaan kebiri kimia ini pun hanya bersifat sementara, yakni 2 tahun. Sifat sementara ini ditujukan sebagai upaya pencegahan dan pengendalian agar si pelaku kekerasan seksual pada anak tidak melakukan kejahatan yang sama lagi. Prinsip hukuman adalah untuk mencegah, mengendalikan, memutus rantai kejahatan dan melindungi masyarakat dari tindak kejahatan. Pemberian hukuman ini adalah otoritas negara yang kita berikan sebagai warga negaranya.
Tegasnya, pemberian atau pelaksanaan hukuman termasuk hukuman kebiri kimia adalah bentuk kewajiban negara untuk melindungi anak-anak bangsa ini dari para pedofil, predator anak yang berada di sekitarnya. “Ke mana saja kita selama ini ketika anak-anak menjadi korban kekerasan seksual? Tahukah kita, betapa angka kejahatan seks pada anak di Indonesia meningkat terus?” tanya Tigor retoris.
Lagi tambah Tigor, masalah kekerasan seksual pada anak di Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Menurut catatan Forum Warga Kota (FAKTA) Indonesia, sepanjang tahun 2020 terjadi 1088 kasus kekerasan seksual pada anak dengan 1656 orang anak yang menjadi korban. Indonesia saat ini berada pada situasi darurat kasus kekerasan seksual pada anak. “Apakah kita mau mendiamkan keadaan berbahaya ini dan menolak upaya negara mau bekerja secara baik melindungi anak-anak?” tanya Tigor lagi.
“Mengapa kita mempersoalkan hukuman kebiri kimia pada pelaku kekerasan seksual pada anak? Prinsip hukuman adalah untuk mencegah dan memotong rantai kejahatan serta melindungi korban. Adakah yang bertentangan hukuman kebiri kimia pada PP No 70/2020 dengan melindungi anak-anak kita dari para pedofil dan predator di sekitar kita?” gugatnya lagi.
Kita para orang dewasa atau orang tua tambahnya, memiliki kewajiban menjaga, membesarkan dan mendidik anak-anak secara baik dibantu oleh negara. “Mari lindungi anak kita dan negara memiliki kewajiban melindungi setiap warga negaranya dari kejahatan yang merusak masa depannya,” pungkasnya. (tD)