Fri. Nov 22nd, 2024
Pater Remmy Sila, CSsR

Pater Remmy Sila, CSsR, Superior Samoa, Provinsi Redemptoris Oceania

Hari ini Gereja mengingatkan kita bahwa panggilan Tuhan itu nyata, dan bahwa Tuhan mengenal dan memanggil kita secara pribadi dengan nama kita masing-masing. Oleh karena itu, Gereja Kudus mendorong kita untuk mendengarkan dan menanggapi panggilan Tuhan ini secara efektif dengan segenap jiwa dan raga kita.

Bacaan dari 1Samuel 3: 3b-10, 19, mewartakan kepada kita tentang  panggilan  Samuel yang dilukiskan secara “dramatis”. Kisah panggilan Samuel ini juga kiranya mengingatkan kita pada panggilan kita masing-masing dalam cara dan untuk tugas yang berbeda-beda. Mungkin kita seringkali bertanya demikian: “Bagaimana Tuhan berbicara kepada saya? Bagaimana saya bisa menanggapi panggilan Tuhan?” Pertanyaan-pertanyaan seperti ini sebenarnya mencerminkan kebingungan kita seperti yang dialami oleh Samuel muda dalam bacaan tersebut.

Meskipun kita hidup di suatu dunia yang sangat bising, kita tetap masih bisa mendengarkan panggilan Tuhan. Dan hal ini bisa terjadi  jika  kita dapat mendisiplinkan diri kita sendiri di tengah segala kesibukan kita. Tuhan sebenarnya selalu berbicara kepada kita pada setiap kesempatan dan dalam berbagai macam cara. Sebagai seorang Bapa, Tuhan berbicara kepada kita dan memanggil kita untuk mengabdi-Nya setiap hari. Seperti samuel, kita harus selalu siap untuk berkata: “Bersabdalah ya Tuhan, hamba-Mu mendengarkan.”

Masalahnya, seringkali kita terlalu sibuk atau selalu terburu-buru, sehingga kita hampir tidak punya waktu untuk mendengarkan suara Tuhan yang berbicara kepada kita. Maka kita perlu meluangkan waktu agar dalam ketenangan dapat mendengarkan suara Tuhan. Pertanyaannya, apakah saya bisa  meluangkan waktu sekurang-kurangnya 15 menit dalam keheningan untuk secara pribadi berada di hadapan Tuhan tanpa gangguan dan kesibukan apa pun? Kita tidak mungkin bisa mendengarkan suara Tuhan jika kita selalu sibuk dan lebih suka berbicara sepanjang waktu, sibuk dengan Ponsel kita atau sibuk bertiktok ria.

Bacaan dari 1 Kor 6:13c-15a. 17-20 boleh kita sebut sebagai salah satu tema penting dari “Teologi Moralnya” Santo Paulus. Mengapa? Karena di sini Santo Paulus mengingatkan dan menasihati kita tentang kesucian tubuh kita yang tidak boleh disalahgunakan untuk percabulan. “Tubuh bukanlah untuk percabulan, melainkan untuk Tuhan, dan Tuhan untuk tubuh” (1Kor 6: 13). Dengan kata lain, Santo Paulus mau mengingatkan kita bahwa hubungan seks di luar pernikahan adalah suatu perbuatan yang melawan kehendak Tuhan sebab “orang yang melakukan percabulan berdosa terhadap dirinya sendiri” (1Kor 6: 18).

Lalu apa hubungan tema percabulan ini dengan tema panggilan Tuhan pada hari ini? Hubungannya sangat jelas bahwa sifat buruk ini adalah dosa terhadap tubuh kita dan juga terhadap Roh Tuhan yang tinggal di dalam kita. Karena itu, Santo Paulus mengingatkan kita: “tubuhmu adalah bait Roh Kudus, yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah.” (1Kor 6: 19).  Dosa ini akan menghambat pertumbuhan rohani dan moral seseorang.  Dan akibatnya lanjutnya adalah menghambat kemampuan untuk menanggapi panggilan Tuhan secara efektif dan menjadi batu sandungan baginya dalam menjalankan tugasnya dalam bidang karya apa pun.

Melalui hal ini, Santo Paulus ingin menarik perhatian kita pada hubungan erat antara moralitas dan spiritualitas. Keduanya tak terpisahkan dan saling memengaruhi. Demikian juga, Santo Paulus mau mengingatkan kita bahwa kita sepenuhnya adalah milik Tuhan. Maka mempertahankan diri kita sepenuhnya untuk Tuhan adalah cara yang sangat penting untuk menanggapi panggilan-Nya secara efektif. Ini adalah cara mempersembahkan diri kita sepenuhnya kepada Tuhan sebagai “persembahan yang hidup dan kudus dan berkenan kepada Allah.” (Rom 12: 1).

Injil Yohanes 1: 35-42 mewartakan kepada kita tentang awal dari pelayanan Yesus. Kesaksian tentang Dia berlanjut terutama dari Yohanes Pembaptis yang telah menyelesaikan misinya. Dia menggenapi nubuatnya sendiri: “Bukan aku yang akan datang…!” Yohanes menegaskan bahwa dia bukanlah Mesias. Oleh karena itu, dia mengarahkan semua murid sejati kepada Yesus, yang telah ia persiapkan jalan-Nya: “Lihatlah Anak Domba Allah.”

Kita ditantang untuk merenungkan tanggapan kita terhadap panggilan Tuhan. Seperti yang dia katakan kepada murid-murid pertama-Nya, Dia juga berkata kepada kita: “Marilahlah dan kamu akan melihatnya.” Andreas yang telah bertemu dengan Yesus, mengundang saudaranya Petrus dengan kata-kata yang sama: “Mari dan lihatlah Mesias.” Demikian juga, si wanita Samaria setelah bertemu dengan Yesus di sumur Yakob, mengundang orang-orang di kampungnya dengan kata yang hampir  sama: “Mari, lihat!” (Yoh 4: 29).

Ini semua adalah undangan untuk mengikuti Yesus yang selalu terjadi dalam hidup harian kita. Maka menanggapi undangan ini adalah urusan sehari-hari yang menyangkut seluruh keberadaan kita dan kesediaan kita untuk mengikuti Yesus. Selain itu, kita pun ditugaskan untuk membantu orang lain agar bisa menanggapi panggilan Tuhan juga. Tuhan senantiasa memanggil kita dengan nama kita masing-masing setiap hari: “Ikutlah Aku. Mari dan lihatlah!” Oleh karena itu, bersama Pemazmur, marilah kita pun berseru: “Inilah aku Tuhan, aku datang untuk melakukan kehendak-Mu.”

Tuhan memberkati.

 

Related Post

Leave a Reply