Pater Remmy Sila, CSsR, Superior Samoa, Peovinsi Redemptoris Oceania
TEMPUSDEI-ID (7/2/21)
Kitab Suci mengingatkan bahwa kita semua dipanggil untuk senantiasa percaya kepada kuasa Tuhan dan mengandalkan pertolongan-Nya. Dalam situasi apa pun kita harus tetap percaya dan mengandalkan Tuhan karena Ia tidak pernah menguji kita melampaui batas daya kemampuan kita. Tuhan tidak pernah membiarkan kita berjuang sendirian. Kita diajak untuk meneladani Yesus yang senantiasa berbuat baik karena cinta-Nya kepada manusia. Yesus dan para rasul-Nya menjalankan misi mereka karena rasa tanggungjawab dan bukan demi upah. Oleh karena itu, Yesus memanggil kita juga untuk melayani sesama dengan bebas dan penuh tanggung jawab tanpa mengharapkan upah.
Bacaan dari Ayub 7: 1-4, 6-7 mewartakan kepada kita tentang ujian iman Ayub sebagai seorang abdi Tuhan yang setia. Jauh dari gambaran menakutkan tentang penderitaan dan kesengsaraan, kisah tentang Ayub justru memantapkan dan menguatkan harapan dan kepercayaan kita pada kuasa penyelamatan Allah.
Yang menarik adalah bahwa iman Ayub sangat dipuji oleh iblis dan karena itu Tuhan menggunakan iblis untuk menguji iman Ayub. Dia kehilangan segalanya. Sebagai seorang manusia, Ayub pun mengeluh sebagaimana kebanyakan dari kita: “Bila aku pergi tidur, maka pikirku: bilakah aku akan bangun? Tetapi malam merentang panjang dan aku dicekam oleh gelisah sampai dinihari….ingatlah, bahwa hidupku hanya hembusan nafas; mataku tidak akan lagi melihat yang baik” (Ayb 7: 4, 7). Namun demi kemuliaan Tuhan, Ayub tidak kehilangan imannya kepada Tuhan.
Kisah Ayub mengingatkan kita pada pergumulan kita sehari-hari dengan aneka persoalan hidup kita, termasuk dalam menghadapi pandemi Covid-19 yang entah kapan bisa berakhir. Di atas segalanya, hal ini mengingatkan kita tentang yang kadang-kadang tampak bagi kita sebagai “saat-saat gelap” di mana Tuhan seakan tidak ada dalam hidup kita. Ini adalah saat-saat mengerikan yang membuat kita bertanya-tanya: Tuhan, di manakah Engkau? Mengapa harus aku Tuhan? Apa salah dan dosaku Tuhan sampai aku harus mengalami ini semua? Dalam situasi seperti ini rasanya Tuhan seperti diam seribu bahasa. Tuhan seakan tak peduli dengan nasib kita. Dalam situasi seperti ini, hendaknya kita ingat akan pengalaman iman Ayub. Tuhan akan menjawab pertanyaan-pertanyaan kita pada waktunya sendiri.
Dalam bacaan 1 Korintus 9: 16-19, 22-23, Santo Paulus dengan tegas menyatakan kesediaanya untuk memberitakan Injil. Dia berkata, “Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil.” Kisahnya nampak seperti seseorang yang luput dari suatu penyakit mematikan lalu memutuskan untuk membantu pasien lainnya. Atau dia seperti seorang dokter yang menemukan vaksin untuk penyakit tertentu dan berjanji untuk menawarkannya secara gratis kepada semua orang.
Hal ini hanya bisa dimengerti kalau kita mengingat bahwa sebelumnya Paulus “sakit” secara rohani sampai saat ia bertemu dengan Kristus dalam suatu pengalaman rohani. Pertemuan tersebut mengubah hidupnya secara total dan semakin memperkuat imannya. Maka dia tidak mempunyai pilihan lain selain mengikuti kehendak Tuhan untuk memberitakan Injil sepanjang hidupnya. Dia memberi kesaksian demikian: “Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dari antara mereka. Segala sesuatu ini aku lakukan karena Injil, supaya aku mendapat bagian di dalamnya.” (1 Kor 9:22b-23). Tanpa memedulikan upah, Santo Paulus memandang panggilannya lebih sebagai tanggung jawab untuk keselamatan orang lain. Santo Paulus adalah seorang Pengkhotbah dengan jadual perjalanan yang padat. Setelah pertobatannya sendiri, maka ia senantiasa lapar dan haus akan pertobatan jiwa-jiwa bagi Kristus.
Dalam Injil Markus 1: 29-39, dikisahkan juga tentang Yesus yang tanpa lelah berkeliling sambil mengajar, menyembuhkan dan memberdayakan orang, termasuk ibu mertua Petrus. Yesus juga melihat pelayanan-Nya sebagai sebuah tanggung jawab, dan bukan untuk mencari nafkah bagi diri-Nya dan para rasul-Nya. Di atas segalanya, Yesus menjalankan pelayanan-Nya demi keselamatan dan kesejateraan umat manusia.
Seperti Yesus dan Santo Paulus, sebagai pengikut-pengikut Yesus, kita pun harus melihat panggilan dan misi kita masing-masing sebagai sebuah tanggungjawab dan bukan untuk mencari nafkah semata. Tentu saja upah atau imbalan di sini tidak hanya berkaitan dengan uang atau materi. Segala cara untuk mencari pujian, popularitas melalui tugas dan misi kita juga merupakan bentuk lain dari cara mencari upah atau imbalan. Jika kita dengan sengaja melakukannya kita sudah mendapatkan upah kita.
Yesus berkhotbah, menyembuhkan dan membebaskan orang-orang dari berbagai jenis kelemahan dan masalah termasuk masalah dosa. Semua orang berbondong-bondong datang mencarinya dengan keyakinan bahwa mereka akan disembuhkan. Kita pun harus senantiasa datang kepada Yesus dengan segala kelemahan dan masalah hidup kita dengan penuh keyakinan iman bahwa Yesus akan meyembuhkan dan membebaskan kita.
Kuasa Yesus, dulu, sekarang dan selamanya tetap sama. Dia selalu siap untuk menyembuhkan setiap orang yang datang kepada-Nya dengan penuh keyakinan iman. Dia senantiasa siap untuk bertemu dengan kita dan mengubah hidup kita yang mau datang kepada-Nya dengan penuh iman dan kerendahan hati. Semoga Roh Kudus senantiasa membantu kita untuk membaharui hidup, hati dan tingkah laku kita dalam hidup kita setiap hari dan menguatkan iman kita agar sanggup menghadapi berbagai macam tantangan, persoalan dan ujian dalam hidup kita.
Tuhan memberkati.