Simply Y. da Flores, Alumni STF Driyarkara Jakarta dan Direktur Harmoni Institute
TEMPUSDEI.ID (9 Februari 2021)
Masyarakat Kabupaten Sabu Raijua, NTT sedang mengalami ketidakpastian hak politiknya sehubungan dengan hasil Pilkada beberapa waktu lalu. Proses Pilkada sudah dilaksanakan hingga penetapan Paslon penang. {elantikannya pun sudah diajukan ke Depdagri. “Tahu-tahu” muncul kasus bahwa Bupati terpilih, Orient Riwu Kore, berkewarganegaraan ganda, yakni WNI dan AS.
Terhadap kasus ini, pihak KPUD Kabupaten Sabu Raijua dan KPUD Propinsi NTT sudah memberikan klarifikasi tentang tupoksinya dan tanggungjawab tugasnya sesuai ketentuan peraturan dan perundangan yang berlaku. Ada juga paket kalah yang mengajukan keberatan.
Media, antara lain https://nasional.tempo.co (Senin, 8 Februari 2021) menyebutkan bahwa Menkumham Yasona Laoly mencabut Status WNI sang Bupati terpilih tersebut.
Lantas, hikmah apa yang dapat dipetik dari kasus ini? Bagaimana seharusnya jaminan hak politik dan keselamatan warga masyarakat Sabu Raijua?
Salus Populi Suprema Lex
Komitmen moral dan prinsip penegakan hukum dalam sebuah negara demokrasi untuk menjamin hak dan keselamatan segenap warga negara. Maka, hukum tertinggi adalah keselamatan – kesejahteraan – kebaikan warga negara. Inilah nilai utama yang diperjuangkan dalam pembuatan produk hukum, pelaksanaan, penegakan hukum dan tujuan hukum dalam sebuah negara berdasarkan hukum.
Karena itu, solusi atas kasus yang terjadi ini, para pejabat penegak hukum serta lembaga negara memegang teguh prinsip ini dalam mengemban tugasnya. Hak politik, hak suara yang telah diberikan dalam Pilkada yang lalu harus dijamin oleh segenap Partai Politik peserta Pemilukada, lembaga penyelenggara dan pengawas Pemilukada, maupun Lembaga NKRI secara menyeluruh.
Solusi yang ditempuh atas kasus kewarnegaraan tersebut seharusnya tidak mengorbankan hak dan keselamatan warga satu kabupaten. Hak rakyat, baik individual maupun kolektif, tidak bisa dikorbankan, demi kepentingan pihak mana pun, apalagi atas dasar saling mempersalahkan di antara para oknum maupun lembaga yang bertanggungjawab terhadap proses politik tersebut.
Pasangan Konstentan Pilkada
Pada prinsipnya, sebagai calon kontestan Pilkada, Paslon adalah putra-putri terbaik di daerahnya yang berikhtiar mengikuti Pilkada, agar bisa mengabdi di daerahnya.
Orient Riwu Kore dan pasangannya mengikuti proses yang ada dan dinyatakan memenuhi syarat di Partai pengusung, sehingga mendaftar sebagai kontenstan dan dinyatakan lolos, keluar sebagai pemenang.
Mengapa Orient Riwu Kore tidak mengakui bahwa dirinya memiliki dua kewarganegaraan, warga NKRI dan AS? Jika benar, apakah dia sungguh tidak tahu aturan mengikuti Pilkada atau aturan hukum AS?
Jelas, ketika beralih kewarganegaraan seperti halnya menjadi warga negara Amerika, ada sumpah meninggalkan negara asal lalu bersumpah setia kepada negara baru, termasuk membelanya dalam segala situasi, termasuk dengan berperang.
Jika benar bahwa Orient Riwu Kore melakukan naturalisasi sebagai warga negara AS, maka sangat jelas hukumnya. Apakah dia tidak memahaminya atau dengan sadar mau bertindak tidak jujur demi mengikuti Pilkada? Lalu, jika hal itu benar demikian, apakah semua niat dan program yang dipaparkan Orient Riwu Kore, dengan biaya sekian banyak yang dikeluarkan untuk proses Pilkada, hanya untuk melakukan penipuan di kampung halamannya sendiri?
Lalu, jika tindakan melanggar hukum negara AS dan NKRI demikian berani dan terang benderang dilakukan oleh Orient Riwu Kore, apa kepentingan dan manfaat yang mau didapatkannya?
Partai Pengusung Paket Paslon
Sudah sangat jelas bahwa Partai pengusung tidak buta hukum dan peraturan Pilkada. Ada mekanisme administratif yang ketat sejak tingkat Kabupaten sampai di tingkat Pengurus Pusat untuk menyeleksi kelayakan calon dari segala aspek.
Ada juga biaya yang dikeluarkan Paslon dalam proses seleksi tersebut, baik urusan administrasi dan legalitas, maupun biaya lainnya, agar sungguh siap dan layak mengikuti aturan seluruh proses Pilkada.
Pertanyaan kepada Partai pengusung Paslon ini, apakah wibawa dan nama baik partai dikorbankan secara sadar, demi mendukung Paslon yang “cacat hukum” dan pasti mencoreng nama baik Partai? Apakah pengurus partai koalisi memang begitu buta informasi tentang Paslon yang diusungnya? Ini semua pertanyaan retoris. Hanya Paslon dan Partai yang paling tahu jawabannya.
Lembaga Penyelenggara dan Pengawas Pilkada
Seperti yang sudah diklarifikasi KPUD Kabupaten Sabu Raijua dan KPUD Propinsi NTT melalui media, petugas pelaksana Pilkada telah melakukan tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan aturan Pilkada, dari awal hingga proses penetapan hasil Pilkada. Bahkan, usulan untuk pelantikan paket pemenang pun sudah dikirim ke Depdagri.
Diberitakan, temuan adanya kewarganegaraan ganda berasal dari gugatan Paslon lain yang kalah. Dan hal ini ditemukan setelah proses Pilkada selesai. Mengapa hal ini baru ditemukan setelah proses Pilkada, dan seperti apa kebenaran objektif dari temuan kewarganegaraan ganda tersebut? Jika benar, siapa yang harus bertanggung jawab? Lembaga mana yang berwenang memutuskan kasus tersebut?
Hak Politik dan Keselamatan Warga
Warga Kabupaten Sabu Raijua secara menyeluruh adalah warga negara yang harus dijamin hak politik dan keselamatannya. Dalam rangka Pilkada, hak poktik mereka untuk memilih dan dipilih harus dijamin, termasuk hak mendapat informasi dan pelayanan yang baik dan benar dari Partai Politik serta semua lembaga penyelenggara dan pengawas Pilkada.
Kasus ini harus segera diselesaikan secara hukum oleh Partai Politik pengusung Paslon, penyelenggara dan pengawas Pilkada, lembaga penyelesai sengketa Pilkada dan lembaga negara yang berwenang. Satu harapan dan prinsip adalah jaminan bagi hak politik warga Kabupaten Sabu Raijua.
Pertanyaanya, apakah benar Orient Riwu Kore dengan sadar melakukan pelanggaran hukum menyangkut rangkap kewarganegaraan? Seberapa hebatkah ketidakjujuran ini dilakukan sehingga pihak Partai pengusung serta semua instansi penyelenggara dan pengawas Pilkada baru mengetahui setelah penetapan hasil Pilkada? Mengapa kontestan yang kalah, baru mengajukan keberatan tentang hal ini setelah proses Pilkada selesai? Masih banyak pertanyaan yang bisa muncul tentang hal ini.
Agak mengagetkan, ketika membaca bahwa Menkumham, yang juga adalah salah satu petinggi di Partai PDIP, partai pengusung Paslon Orient Riwu Kore, mencabut status kewarganegaraan RI dari Orient Riwu Kore.
Jika status kewarganegaraan RI Orient Riwu Kore sudah dicabut, maka jelas bahwa yang bersangkutan tidak bisa dilantik. Tentang ini sederetan pertanyaan bisa diajukan. Apakah hanya wakil yang akan dilantik yang bersalah? Atau lebih mendasar, siapa sajakah yang harus bertanggungjawab dan menerima sangsi hukum atas kasus tersebut? Ataukah harus Pilkada ulang dengan anggaran baru lagi?
Menurut saya, kejujuran dan kebenaran kasus ini harus diungkap secara terbuka kepada publik. Bukan saja demi keadilan bagi hak warga negara di Kabupaten Sabu Raijua, tetapi bagi seluruh warga NKRI. Ada indikasi bahwa ada persolan hukum yang menodai proses Pilkada tersebut. Aturan Pilkada dan Pemilu belum dilaksanakan secara benar dan tepat oleh pihak penyelenggara dan pengawas serta partai peserta Pemilu dan Pilkada.
Kasus kewarganegaraan rangkap tersebut telah memberi pelajaran dan hikmah untuk introspeksi berbagai pihak; baik partai politik, lembaga penyelenggara dan pengawas Pemilukada, maupun lembaga negara lainnya. Semuanya digugat untuk menjalankan aturan dan menegakkan hukum secara benar dan adil, untuk menjamin hak segenap warga serta mewujudkan keadilan bagi segenap warga negara NKRI tercinta.
Saatnya melakukan upaya lebih maksimal untuk menjadikan hukum sebagai panglima di negeri ini, sehingga semua pihak semakin nyaman sebagai warga negara untuk membangun kesejahteraan. Sekali lagi doa dan harapan kita, semoga keselamatan dan kesejahteraan segenap warga NKRI menjadi hukum tertinggi di negeri kita tercinta Indonesia.