Oleh GF Didinong Say, Pengamat Sosial dan Pelayanan Publik. tinggal di Jakarta
Bendungan Napun Gete, ketika dalam kondisi 80 persen pembangunannya. (ist)
TEMPUSDEI.ID (16 FEBRUARI 2021)
Yakin! Pada momen yang tepat, Jokowi pasti akan datang ke Maumere untuk meresmikan Bendungan Napun Gete. Bukan prank. Alasan paling mendasar barangkali adalah bahwa infrastruktur merupakan andalan Jokowi menuju Indonesia hebat.
Mudah-mudahan saat itu segala sesuatu terkait proyek strategis nasional ini sudah benar-benar clear and clean. Siap beroperasi. Jokowi datang untuk meresmikan barang jadi bukan barang separuh jadi. Masih ada waktu. Tahan dulu rindumu pada Jokowi.
Rekondisi
Alih-alih berwacana spekulatif dan bias tentang alasan pembatalan atau penundaan kedatangan Jokowi ke Maumere pada Selasa, 16 Pebruari 2021, seluruh stake holder terkait di Maumere laiknya segera mengambil langkah-langkah rekondisi untuk mengantisipasi suasana yang lebih kondusif dalam konteks penerimaan tamu penting, Presiden. Upaya rekondisi tersebut berkenaan dengan hal hal seperti :
Pertama, isu ganti rugi lahan Bendungan Napun Gete sebagaimana dirilis oleh GMNI Sikka. Isu ini perlu direspons segera oleh pihak terkait dengan penyelesaian konkret karena isu tersebut telah menjadi konsumsi publik. Jokowi dikenal sangat sensitif terhadap isu ganti untung lahan masyarakat.
Kedua, perihal security approach. Tuan rumah yang baik patut memastikan bahwa tamu yang datang akan diterima dalam suasana yang nyaman dan aman. Perlu disadari bahwa wabah Covid-19 dan ASF yang cukup tinggi di Maumere adalah sebuah ancaman riil. Selain upaya penanganan medis yang gencar selama ini berikut pelaksanaan standar protokol kesehatan yang tegas dan disiplin, tradisi sosial kultural berkerumun pun perlu dibatasi secara ketat. Tamu cenderung menghindari rumah yang berpotensi mentransmisikan penyakit.
Ketiga, terkait finalisasi proyek Bendungan Napun Gete. Meresmikan sebuah pekerjaan fisik yang telah purna 100% tentu lebih elok bagi Jokowi. Peresmian itu mestinya berhubungan langsung dengan kesiapan operasional. Peresmian bukanlah sekadar seremonial apalagi pencitraan. Perlu digarisbawahi bahwa dalam upaya rekondisi ini publik mengharapkan keterbukaan pihak pengelola Bendungan Napun Gete untuk bersedia membeberkan global teknis operasional bendungan tersebut untuk menjadi pengetahuan umum.
Saya coba membayangkan bahwa saat peresmian kelak, dibuat lomba dayung di waduk tersebut. Sudah ada kebun atau sawah dan kolam ikan contoh yang dibangun masyarakat setempat dengan memanfaatkan irigasi dari bendungan tersebut. Telah tersedia semacam public rest area sebagai transit wisata yang memfasilitasi UMKM masyarakat setempat, dan seterusnya.
Keempat, berhubungan dengan kecukupan keuangan Pemda Sikka terkait protokoler penerimaan Presiden. Ada sejumlah beban biaya yang harus dianggarkan oleh pemda. Bukan jumlah yang kecil. Kondisi keuangan daerah yang mepet akibat emergensi Covid pasti akan semakin memusingkan otak bupati dan jajarannya untuk mengatur alokasi pendanaan bagi acara penyambutan dan peresmian tersebut. Sekadar saran saja, Pemda Sikka barangkali perlu meningkatkan lobby dan approach ke tingkat Kupang ataupun jejaring di Jakarta agar beban anggaran acara tersebut dapat diminimalisir.
Edukasi dan Pemberdayaan Masyarakat
Sebagaimana dikonstantir oleh beberapa pengamat kritis, hal yang paling mendasar terkait kehadiran Bendungan Napun Gete sesungguhnya menyangkut edukasi dan pemberdayaan masyarakat.
Bendungan Napun Gete tak ayal akan menjadi anchor (jangkar) akselerasi pembangunan dan perubahan di Maumere. Akan muncul semacam Shock Culture yang siap menerjang berbagai sisi kehidupan masyarakat sekitar bendungan. Oleh karena itu studi komprehensif sekaligus implementatif perlu dilakukan dan disosialisasikan kepada masyarakat.
Sedari awal sikap protektif dan keberpihakan perlu ditegakkan terhadap tanah dan ulayat warga sekitar bendungan tersebut. Marginalisasi adalah kondisi terburuk yang kerap menimpa masyarakat yang tidak siap dengan perubahan. Pelibatan masyarakat setempat secara maksimum dalam tahap operasional adalah syarat mutlak kesejahteraan.
Dengan demikian, program pendidikan dan pelatihan teknis bagi masyarakat terkait pengelolaan bendungan sudah harus dipersiapkan dari sekarang. Program kemitraan yang berorientasi pada value added dan diversifikasi harus dikawal sedini mungkin. Demikian pula dengan kebijakan investasi terkait kehadiran Bendungan Napun Gete wajib menyertakan partisipasi masyarakat.
Bendungan Napun Gete adalah investasi infrastruktur berskala nasional dengan tujuan utama adalah kesejahteraan masyarakat (bonum commune). Demikian ditegaskan oleh Melkhias Markus Mekeng, anggota DPR RI sejak awal konsisten berjuang untuk mengatasi masalah ketersediaan air di Flores dan NTT. Tak bisa dipungkiri bahwa kehadiran Bendungan Napun Gete dan bendungan kainnya di NTT tidak lepas dari kepiawaian Mekeng melakukan lobby dan politik anggaran di Senayan.
Sejalan dengan penegasan tersebut, masyarakat tak boleh dibiarkan hanya menjadi penonton dalam proses arus masuk kapital sebagaimana terjadi di banyak tempat.
Kehadiran Bendungan Napun Gete dengan demikian membuka peluang sekaligus menantang Pemerintah, LSM, Gereja, dan pihak terkait lainnya untuk mulai merancang berbagai program pemberdayaan masyarakat, capacity building, penguataan kelembagaan, akses perbankan dan seterusnya.
Sekadar Ilustrasi
Suatu sore di pasir pantai Sikka, sambil menikmati kuah ikan kawa dan ditemani sebotol moke, seorang pensiunan guru dengan penuh semangat berceritera. Katanya, di masa lalu ia pernah ditugaskan di wilayah Tana Ai. Di sana ia mengajar pelajaran membaca, menulis, agama, dan berhitung. Khusus untuk pelajaran berhitung, ia mengajarkan yang mudah saja. Menghitung angka misalnya cukup dari nol sampai sepuluh. Tidak usah lebih.
Sambil berseloroh, pensiunan guru itu menjelaskan bahwa ia sungguh-sungguh mengajar orang Tana Ai supaya mereka bisa mulai membaca dan menulis. Ia mengajar agama supaya orang Tana Ai bisa menjadi orang Katolik yang baik. Tetapi ia mengajarkan berhitung yang sederhana saja supaya orang Tana Ai tidak menjadi pintar tambah kurang kali bagi. Dengan demikian, setiap kali pulang libur ia bisa membawa banyak buah tangan seperti beras, jagung ubi, ayam, dan ternak lainnya yang dibeli dengan harga murah. Harganya hanya berkisar dari 1 sampai 10. Tidak lebih.
Ilustrasi di atas bukan karangan bebas. Bisa terjadi di mana saja, kapan saja, dan dialami siapa saja. Terutama ketika gagasan exploitation de l’homme par l’homme masih kuat merasuk alam pikir, sikap, dan tindakan manusia.