TEMPUSDEI.ID (24 FEBRUARI 2021)
Di atas balai-balai bambu, Anastasia Arnonce Lende (22) tidak bisa berbuat apa-apa. Untuk berpindah tempat duduk saja, dia harus dipapah atau menggunakan alat bantu. Kaki kanannya yang membesar akibat menderita “Kaki Gajah” membuatnya tak berdaya.
Sebenarnya, sejak usia Balita, Anas sudah menunjukkan gejala atau sakit kaki gajah. Kakinya tampak bengkak. Dari waktu ke waktu semakin membesar. Meski begitu ia tetap pergi ke sekolah yang jaraknya lebih dari 2 kilo meter. Ketika sudah duduk di kelas 3 SD, dia tidak mampu lagi berjalan cukup jauh, akhirnya dia tinggal di rumah. Dengan demikian, dia hanya mengenyam pendidikan hingga bangku SD kelas 3.
Keluarga merasa heran dengan sakit pada Anas. Mereka berusaha mencari penyebab sakitnya. Sayangnya, mereka tidak ke rumah sakit atau ke dokter. Keluarga yang tidak berpendidikan itu menyebut sakit Anas akibat adanya pelanggaran atau dosa dalam adat. Ketika ditanya dalam adat melalui ritual tertentu, “diketahui” bahwa sakit Anas sebagai akibat dari penghuni mata air yang marah karena salah seorang dari anggota keluarga menangkap belut besar dari mata air.
Sang tua adat yang bertanya dalam ritual mengaku “mendapat” pesan dari Marapu (roh nenek moyang), sebagai silih atas dosa menangkap belut tersebut, keluarga harus kasih persembahan berupa korban seekor babi yang sedang bunting dan hampir beranak. “Babi sudah dikorbankan, tapi tidak ada perubahan. Sampai sekarang, ya begini keadaannya,” jelas seorang kerabat ketika dihubungi melalui video call menggunakan handphone Gregorius Umbu pada 24/2 siang.
Goris, demikian sapaan pegawai Pemda SBD ini sendiri karena iba, bergegas mencari keberadaan Anas setelah melihat Anas “curhat” di face book melalui akun temannya. Setelah sampai di rumah kerabat tenpat Anas berada, Goris menghubungi Tempusdei.id.
Keluarga Anas tinggal di Kampung Weelabonga, Desa Pero, Wewewa Barat, Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT.
Selama sekitar 18 tahun keluarga tidak membawa ke rumah sakit. Ketika mereka membawa ke Puskesmas beberapa tahun lalu, keadaannya sudah memprihatinkan. Sejak itulah petugas dari Puskesmas secara teratur mengunjungi dan memberi obat.
“Kata keluarga karena masalah adat, baru tahun 2018 mereka bawa ke Puskesmas. Jadi kita baru tahu. Jadi kita kunjungi dan kasih obat,” jelas Mariana Dapa, perawat dari Puskesmas Waimangura, Wewewa Barat kepada tempusdei.id.
Jelasnya, di desa Pero tersebut, Anas sendiri yang menderita sakit kaki gajah tersebut. “Kadang ada lukanya dengan rasa panas dan perih. Untungnya bisa sembuh setelah dibersihkan dengan sabun antiseptic dan dikasih bedak anti septik juga,” jelas Anas.
Dengan keadaannya saat ini, Anas tidak bisa melakukan aktifitas apa pun karena sulit bergerak. Bahkan sekarang ini kaki kanannya sudah mulai bengkak juga.
Anas sendiri berharap bisa sembuh. “Saya minta bantuan biar bisa sembuh. Saya hanya bisa berdoa untuk yang sudah urus saya selama ini. Tolong saya,” pintanya. (tD)