Oleh Emanuel Dapa Loka
Sebab sorot mata dan nadi rakyat adalah energi bagi jiwa dan perjuangan
Adalah politikus Rachel Maryam yang memrotes atau bahasa gaulnya berujar nyinyir saat mengetahui Presiden Jokowi menyempatkan diri menyambangi para pengemudi ojek online (Ojol) di Kemayoran Jakarta Pusat pada 9/4/20 untuk membagi-bagikan sembako. Kata Rachel dalam kicauannya di twitter @cumarachel pada Jumat (10/4/2020), “Sekelas presiden sih mustinya gak cuma bagi-bagi paket sembako ke ojol di jalanan ya. Karena jumlahnya pasti terbatas dan gak semua ojol yang terdampak covid ikut kebagian. Mustinya lewat kebijakan yang dampaknya lebih luas dan bisa dirasakan semua,” tulis Rachel. Twitt ini dan nyinyiran sejenis kemudian dilansir oleh banyak media.
Salakah Rachel? Dia merasa yang dilakukan Pemerintahan Jokowi belum cukup untuk menyelamatkan situasi. Sampai di sini, sepakat. Tapi dua kata “gak cuma” menunjukkan bahwa Rachel kurang informasi atau menutup mata dan telinga atas berbagai upaya yang sudah dan sedang dilakukan Pemerintah. Belum maksimal? Ya, benar. Tapi Pemerintah sedang berusaha. Jika memang, Rachel tahu hal terbaik yang Pemerintah harus lakukan agar bisa lekas mengatasi wabah corona, apa yang diketahuinya itu? Katakan saja secara jelas. Sangat mungkin Rachel pun tidak punya konsep apa pun. Dia hanya mau nyinyir saja, sebab kalau tidak nyinyir, bukan Rachel lagi.
Pertanyaan yang perlu diajukan adalah
“Mengapa Presiden merasa perlu secara pribadi menyambangi para Ojol yang sedang menunggu orderan itu? Tidak bisakah ia menyuruh orang lain yang melakukan?”
Di sinilah tidak nyambungnya otak Rachel dengan prinsip pelayanan Jokowi yang tidak hanya mengandalkan otak dan hitung-hitungan matematis, tapi juga berusaha menyendengkan telinga ke dasar hati nuraninya untuk mendengarkan kata hatinya. Jokowi merasa perlu melakukan sendiri karena ia menuruti gerakan dan bisikan hati nuraninya untuk melayani rakyatnya sekonkret-konkretnya. Jokowi ingin menatap sinar mata dari dekat dan merasakan detak nadi rakyatnya. Dia juga hendak meniupkan harapan dan optimisme kepada rakyatnya, bahwa dalam situasi sesulit apa pun dia selalu bersama mereka. Untuk saat ini, Ojol adalah representasi kaum yang paling terkena dampak konkret dari krisis corona.
Bagi Jokowi, rakyatnya adalah energi atau sumber energi yang tidak pernah habis, yang memberinya kekuatan dan inspirasi dalam memberikan pelayanan. Dan ini bukan hal baru bagi Jokowi. Sejak lama ia sangat terkenal dengan istilah blusukan, dan inilah salah satu bentuk blusukannya. Inilah sisi kemanusiaan Jokowi di samping kerja-kerja serius untuk menyelamatkan bangsa ini dari berbagai persoalan, dalam hal ini dari aniaya corona.
Memang sulit kalau dalam cangkang kepala sudah terpatri prinsip bahwa apa pun yang dilakukan Jokowi dan Pemerintahannya, pasti salah. Pokoknya atau poko e salah.
Corona Lahirkan Solidaritas
Saat ini corona menjadi momok di seluruh dunia. Buktinya sudah terang benderang. Sudah hampir 115 ribu orang meregang nyawa oleh keganasan makhluk renik ini. Ia pembunuh kejam yang kasat mata. Siapa pun bisa menjadi sasaran keganasannya tanpa membeda-bedakan stastus. Jika tidak menjaga diri baik-baik dengan mengikuti petunjuk medis, siapa pun termasuk Rachel Mariam pasti dalam incaran corona. Maka sikap yang paling tepat saat ini adalah saling membantu, saling menyemangati, saling menjaga dan saling mendoakan. Inilah saat di mana siapa pun berharap dan mendoakan agar tidak ada tetangganya terjangkit korona, sebab kalau ada yang terjangkit, maka ada keungkinan dia pun terjangkit. Prinsipnya, “kesehatan dan keselamatan orang lain adalah kesehatan dan keselamatan saya juga.”
Sikap lain, kalau tidak mau atau tidak berkenan atau tidak bisa membantu, janganlah memuncarkan kata-kata beracun – berbisa.
Sebab kata-kata bertuba akan menghancurkan semangat. Diam saja, tonton saja. Malu pada banyak orang lain yang dengan inisiatif pribadi merogoh kantong untuk membantu sesamanya agar tidak ada satu pun yang mati kelaparan karena krisis mondial ini.
Mungkin saja karena kehidupannya masih serba cukup dan belum disambangi corona, orang sejenis Rachel Mariam itu masih nyinyir melihat Jokowi melakukan hal kecil itu. Dia lupa bahwa tindakan sesederhana itu akan menggerakkan sekian banyak orang lain untuk melakukan hal serupa walau hanya dengan ikut membagikan jatah makan siang mereka kepada saudara sebangsanya yang membutuhkan. Nyinyir atau cerewet itu ada baiknya, tapi tidak setiap hal pantas dinyinyiri. Mari lakukan sesuatu sekecil apa pun, kini dan di sini, hic et nunc.