Oleh GF Didinong Say, Pengamat Sosial, tinggal di Jakarta
Astaga! Masih ada saja pihak tertentu yang mempolitisasi bencana alam semisal badai tropis siklon Seroja yang melanda NTT baru-baru ini sebagai tanda kemurkaan Tuhan. Itu logika sesat mitologis. Politisi berlagak nabi. Force majeure alam hemat saya tidak bisa di framing begitu saja ke dalam misteri kehendak Tuhan.
Spirit kehadiran Tuhan dalam suatu ekstrimitas alam justru terselip dalam gerak iba spontan (prima facie) sesama masyarakat untuk membantu korban bencana alam dalam berbagai wujud solidaritas. Doa, natura, uang yang diberikan bagi korban bencana dengan tulus adalah refleksi cinta sesama yang merupakan biasan energi Ilahi.
Kehadiran Negara
Frans Seda, ketika Maumere Flores dihantam gempa tektonis dan tsunami 1992 pernah mengusulkan kepada negara agar wilayah NTT khususnya Flores yang terletak dalam garis ring of fire dapat ditetapkan sebagai suatu kawasan otorita bencana. Dengan demikian segala kebijakan dan upaya pembangunan dapat diletakkan dalam perspektif kebencanaan. Geografis dan topografis “kepulauan” NTT memang sangat rentan terhadap bencana alam. Setiap kabupaten di pulau Flores yang sempit itu paling kurang terdapat 1 gunung berapi aktif. Bisa dibayangkan kecuraman topografisnya. Curah hujan ekstrim tak pelak setiap saat siap mendatangkan banjir bandang dan potensi longsoran yang akan meluluhlantakan sepenggal dataran rendah di pesisir, berikut permukiman dan berbagai hasil usaha manusia.
Maka negara laiknya tidak hanya menjadi sekadar pemadam kebakaran dalam situasi dan kondisi emergensi kebencanaan. Penetapan situasi tanggap darurat hingga segala upaya recovery tentu baik adanya. Namun dengan munculnya fenomena badai siklon tropis yang sama sekali baru di NTT bahkan di Indonesia ini sangat seharusnya segera membangkitkan kesadaran baru tentang konsep dasar strategi dan arah kebijakan pembangunan di NTT, atau Flores khususnya. Model kebijakan kebencanaan di Jepang, negara yang nyaris setiap hari mengalami gempa bumi di beberapa wilayahnya patut dipelajari dengan sungguh sungguh.
Kesadaran Lingkungan
Upaya penangkapan air secara rekayasa seperti bendungan sangat perlu diimbangi sekaligus disinergikan dengan kampanye reboisasi secara besar-besaran oleh seluruh stake holder di NTT. Pesan El Tari, tanam tanam tanam sekali lagi tanam harus diekspos kembali. Efek badai tropis siklon Seroja kiranya tidak akan sedashyat kemarin bila hutan dan pepohonan tidak digunduli oleh ulah manusia sendiri.
Badai Seroja menjadi amat murah jika tidak memberi pelajaran untuk mengubah arah pembangunan dan orientasi berpikir negara dan masyarakat dalam pembangunan kehidupan ke depan.
Tentu saja kita berharap, dalam waktu yang tidak terlalu lama terjadi pemulihan, dan pelangi indah segera terbit di NTT. Tentu saja, ini tidak datang dengan sendirinya. Perlu kerja keras dan konsistensi!