Fri. Nov 22nd, 2024

Jangan Tanam Durian Jika yang Kita Inginkan adalah Semangka

Romo John Kota Sando dari Merauke

Oleh Romo John Kota Sando, Melayani sebagai Imam di Keuskupan Agung Merauke

TEMPUSDEI (2 APRIL 2021)

Kuat dan bertahannya bangunan kehidupan dan kebahagiaan kita dari goncangan berbagai tantangan dan kesulitan, sangat tergantung pada fondasi yang kita bangun. Ada ungkapan yang mengatakan: “Jika anda menginginkan buah mangga, anda harus menanam bibit mangga. Jika anda mau semangka, anda tidak dapat menanam durian. Demikianpun juga, anda tidak dapat berkata negatif, sementara anda mengharapkan yang positif. Anda tidak dapat mengatakan kekalahan, sementara anda mengharapkan kemenangan” dan seterusnya.

Seringkali kita bertanya pada diri kita sendiri, mengapa saya tidak bahagia dalam hidup ini, padahal saya sudah sekian lama menjadi pengikut Kristus.  Mengapa saya tidak bahagia dalam hidup ini padahal saya sudah cukup rajin berdoa, membaca dan merenungkan Kitab Suci, rajin beribadah dan mengikuti berbagai macam kegiatan gerejani.

Boleh jadi ada sesuatu yang salah di sana. Mungkin cara beriman kita yang salah, mengakui Yesus sebagai Tuhan, tetapi kita lebih mengutamakan kepentingan diri dan ego kita atau dengan kata lain kita menjadi diri kita sendiri sebagai “Tuhan”. Mungkin kita sudah mengikuti ajaran Yesus untuk berbuat baik, tetapi kita sering melakukannya dengan pamrih. Mungkin kita sudah cukup aktif mengikuti berbagai macam kegiatan gereja, tetapi nampaknya belum sungguh total dan tulus dalam melakukan hal tersebut.

Kitab Suci mengajak kita untuk membangun fondasi kehidupan dan kebahagiaan yang benar berdasarkan iman dan kesatuan erat kita dengan Yesus. Yesus harus menjadi dasar utama dari bangunan kehidupan dan kebahagiaan kita.

Saya tidak dapat mengatakan bahwa saya bahagia, kalau saya membangun kebahagiaan itu dengan cara dan kekuatan saya sendiri. Saya tidak dapat mengatakan bahwa saya sukses, kalau saya bekerja dengan gaya dan kekuatan saya sendiri. Semuanya akan hilang lenyap dalam sekejap, jika kita tidak pernah mengandalkan kekuatan Tuhan dalam hidup dan perjuangan kita.

Kisah Para Rasul 9:26-31 merefleksikan kepada kita bahwa keberhasilan para rasul, antara lain Petrus dan Barnabas dalam mewartakan Firman Tuhan, terjadi bukan karena kekuatan dan kehebatan pribadi mereka, tetapi karena iman dan kesaksian hidup mereka tentang Yesus itu sendiri. Mereka sendiri menyadari bahwa tanpa Yesus, mereka tidak dapat berbuat apa-apa, bahkan merasa diri tidak ada apa-apanya.

Sedangkan I Yohanes 3:18-24 merefleksikan kepada kita bahwa kasih itu hanya dapat membahagiakan sesama, kalau hal itu dilakukan dengan kebenaran iman, bukan dengan kekuatan perkataan atau lidah. Jika kita hidup di dalam Allah dan Allah hidup di dalam kita, maka segala perbuatan cinta kasih kita pasti akan membahagiakan sesama kita dan juga diri kita sendiri.

Injil Yohanes 15:1-8 menegaskan pentingnya bangunan kehidupan dan kebahagiaan kita jika Yesus sungguh menjadi fondasi utama dan batu penjuru bangunan kehidupan dan kebahagiaan kita. Yesus menegaskan hal tersebut dalam perumpamaan-Nya tentang Pokok Anggur. Yesus berkata: “Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku, kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh.15:5).

Dengan mengatakan demikian, Yesus menjadi tumpuan harapan hidup kita; bahwa tanpa kita berada dalam rangkulan kasihNya, maka seluruh bangunan kehidupan dan kebahagiaan kita akan hancur berantakan.

Dalam hidup ini kita sering tergoda untuk tinggal di luar kasih Allah dan merasa nyaman dengan zona kehidupan kita sendiri. Ini terjadi manakala kita merasa mapan, punya kuasa dan jabatan, sukses, populer, kuat, sehat dan mandiri. Dalam situasi hidup seperti ini, kita merasa bahwa kitalah penguasa atas hidup ini, lalu kita tidak sadar bahwa kita telah jatuh dalam sikap angkuh dan serakah.

Ketika keangkuhan dan keserakahan menduduki bangunan kehidupan kita, dengan sendirinya bangunan relasi kita dengan Allah menjadi renggang, retak dan akhirnya hancur berantakan. Boleh jadi karena keangkuhan dan keserakahan itu, kita menganggap bahwa Allah tidak begitu penting lagi bagi hidup kita. Akibatnya cepat atau lambat kita akan mengalami nasib seperti ranting anggur yang kering dan tidak berguna yang harus dipotong dan dibuang.

Situasi hidup seperti dipotong dan dibuang itu sama dengan hidup yang tak berarti, kosong, terasing; suasana hati menjadi kering, tandus dan gersang; penuh siksaan, tiada kebahagiaan dan kedamaian di sana, walaupun hidup kita bergelimang harta, kedudukan dan popularitas.

Orang mengatakan bahwa hidup kita bermakna bagi orang lain, bukan karena berapa banyak orang yang mengenal kita, tetapi karena berapa banyak orang yang berbahagia karena kita. Demikian juga dalam hal iman, kedewasaan iman dan kekuatan bangunan kehidupan dan kebahagiaan kita, tidak ditentukan oleh berapa lama kita menjadi pengikut Kristus, tetapi dari sejauh mana Kristus itu hidup di dalam kedalaman batin kita dan mewarnai seluruh kehidupan kita. Kedewasaan iman kita juga tidak ditentukan oleh seberapa sering kita menyebut nama Yesus di mana saja, tetapi bagaimana Ia hidup dan berbicara dalam setiap pengalaman hidup kita. Amin.

Salve dan Berkat Tuhan.

Merauke, 02 Mei 2021.

Related Post

Leave a Reply