TEMPUSDEI.ID (3 MEI 2021)
Oleh Eleine Magdalena, Penulis buku-buku renungan best seller
Seorang bapak ditawari temannya untuk berbisnis minuman keras. Bapak ini menolak walaupun keuntungan materi, yang bisa diperoleh, sangat menggiurkan. Alasannya bisnis ini tidak sesuai dengan hati nuraninya. Ia khawatir bisnisnya akan berakibat buruk bagi orang lain. Tentu Allah tidak berkenan bila ia mencelakai orang lain.
Kita diminta mencintai Allah dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan. Inilah perintah yang utama. Artinya, prioritas pertama kita adalah kehendak Tuhan. Bukan taat karena terpaksa melainkan keluar dari hati yang mencintai. Kehendak Allah harus menjadi patokan hidup kita. Namun, ada juga orang menyakiti orang lain untuk membela Tuhan dan atas nama cinta Tuhan. Cinta kepada Tuhan tentulah harus seiring dengan cinta kepada sesama. Inilah perintah yang sama pentingnya yaitu mencintai sesama seperti diri sendiri.
Cinta kepada Tuhan berarti menjalin keintiman dengan Tuhan berupa hubungan antara dua pribadi yang saling mengasihi. Apa pun yang kita lakukan adalah untuk menyenangkan Allah. Kalau kita berkeluarga maka tujuannya adalah menggenapi rencana Tuhan bagi kita.
Sebagaimana Yesus datang ke dunia ini untuk melayani, demikian pula hidup kita adalah untuk melayani Tuhan. Sekolah pelayanan kita yang pertama adalah keluarga. Dalam keluarga cinta dimurnikan. Tidak ada award bagi ibu rumah tangga atau menantu yang baik. Ketika tidak ada orang yang memuji atau menggaji maka disitulah ketulusan dan kemurnian diuji. Ujian cinta yang pertama adalah dalam keluarga.
Rasul Paulus berkata jika kamu tidak bekerja janganlah kamu makan. Paulus tidak mau menjadi beban bagi orang lain. Ia bekerja sambil melayani. Kita bekerja untuk menghidupi keluarga. Pekerjaan haruslah dalam koridor kekudusan. Pekerjaan tidak boleh mengorbankan keluarga dan iman kita. Pekerjaan yang menyita hampir seluruh waktu dan perhatian kita bukanlah pekerjaan yang mendekatkan kita pada keluarga dan Tuhan. Pilihan ada di tangan kita yaitu antara memilih pekerjaan A yang hasilnya tidak sebesar pekerjaan B namun, kita mempunyai waktu bagi keluarga dan Tuhan.
Seluruh hidup kita selayaknya merupakan hidup sebagai pelayan Tuhan dalam keluarga dan pekerjaan. Semua aktivitas dalam keluarga dan pekerjaan perlu bermuara pada mencari dan melakukan kehendak-Nya. Segala-galanya adalah bagi Tuhan. (Mata Iman, 2017)