Oleh Pater Kimy Ndelo,CSsR, Provinsial Redemptoris
PENTECOSTES! Hari kelimapuluh. Itulah arti Pentekosta bagi orang Yahudi. Maksudnya hari ke-50 setelah Paskah. Pada saat itu dirayakan syukur atas selesainya panenan. Bisa juga berarti 50 hari setelah turunnya air bah pada zaman Nabi Nuh atau memperingati 50 hari setelah pembebasan dari Mesir yang ditandai dengan pemberian “10 Perintah Allah” di Gunung Sinai.
Tradisi Pentekosta lalu menjadi perayaan Bar Mitzvah dalam tradisi Yahudi. Pada usia sekitar 13 tahun seorang anak mengikuti upacara Bar Mitzvah, semacam inisiasi memasuki dunia orang dewasa. Dengannya ada tanggungjawab lebih besar. Mirip dengan Krisma saat ini.
Tradisi Kristen tetap merayakan hari ke-50, tetapi makna perayaannya berbeda. Yang dirayakan adalah turunnya Roh Kudus atas para Rasul dan Bunda Maria pada hari ke-50 setelah Yesus bangkit dari kematian. Karena itu Pentekosta disebut juga sebagai “hari lahirnya Gereja”.
Roh Kudus sangat penting sebagai pribadi ketiga yang menggantikan kehadiran Yesus Kristus yang telah kembali ke Surga. Pribadi yang tak kasatmata, namun nyata.
Pentekosta jadinya bukan sekadar perayaan turunnya Roh Kudus melainkan mulainya sebuah babak baru dalam karya pelayanan.
Itulah saatnya para Rasul dan orang-orang Kristen kemudian tampil di depan menjadi saksi dan pewarta Injil. Itulah saatnya ketika para murid Yesus menerima tugas yang lebih berat dengan komitmen penuh. Itulah saatnya seorang Kristen menunjukkan kedewasaan, bukan hanya dalam hal fisik melainkan dalam pikiran, kata dan perbuatan.
Saat Pentekosta adalah saat untuk bertindak secara nyata dalam bimbingan Roh Kudus. Itu adalah panggilan untuk melakukan tugas mewartakan Kerajaan Allah di dunia. Roh Kudus menginspirasi dan mengarahkan.
Buah pertama Roh kudus adalah perubahan. Orang-orang yang ketakutan, tanpa gairah, putus asa menjadi penuh semangat dan berapi-api, pantang menyerah. Selanjutnya aneka macam buah Roh bekerja dalam diam.
Roh misalnya bekerja melalui perhatian tulus seorang sahabat saat kita sakit, dalam kemurahan hati orang-orang yang membantu kita. Roh Kudus berperan memberi kekuatan dari dalam ketika kita mengalami krisis. Roh kudus meneguhkan ketika kita sadar telah melakukan sesuatu yang salah. Roh hadir ketika kita bimbang memutuskan sebuah pilihan yang menentukan arah hidup kita. Roh kudus aktif menghibur ketika kita mengalami dukacita kehilangan orang tercinta. Roh Kudus memberi kedamaian ketika kita berada dalam badai persoalan.
Dalam semua ini peran Roh kudus sungguh sebagai “Paraclete” yang berarti penasihat, penghibur, pembantu, penyemangat.
Hadirnya Roh kudus dalam diri kita mestinya membuat hidup kita berbeda. Kita tak perlu takut karena ternyata kita tak sendirian. Roh kudus sudah memenuhi hati dan jiwa kita sejak kita dibaptis dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus. Tubuh kita adalah bait Roh Kudus yang selalu siap untuk sebuah gerakan dan perubahan. Yang dibutuhkan sesungguhnya tidak banyak. Hanya sedikit keberanian untuk memulai dan ketekunan untuk menyelesaikannya.
Di suatu padang kering, luas dan tak bertuan, seorang pria tua memegang sebatang tongkat besi sambil memikul karung berisi biji-biji pohon ek. Kepada seorang pemuda dia berkata, “Saya telah menanam 100.000 biji pohon ek, tapi barangkali hanya 10 persen yang tumbuh. Istri dan anakku sudah meninggal. Sebelum mati aku ingin melakukan sesuatu yang berguna bagi masa depan”.
20 tahun kemudian, pemuda itu kembali lagi ke tempat itu dan apa yang dilihatnya membuatnya terpesona. Tanah tandus itu telah menjadi hutan pohon ek yang indah, 2 km lebar dan 5 km panjangnya. Kicauan burung pun terdengar di mana-mana. Semua itu karena seorang pria tua dengan tongkat besi dan karung berisi biji-biji pohon ek, 20 tahun silam. Ini terjadi di dekat pengunungan Alpen bagian Prancis pada tahun 30an.
Salam Pentekosta dari Biara Santo Alfonsus – Konventu Redemptoris, Weetebula, Sumba, NTT