Oleh Pater Kimy Ndelo, CSsR, Provinsial Redemptoris
TEMPUSDEI.ID (6 JUNI 2021)
“Gereja Katolik mengajarkan bahwa di dalam Ekaristi, Tubuh dan Darah Allah yang menjadi manusia senyatanya, sungguh-sungguh, secara mendasar hadir bersama jiwanya dan keilahiannya oleh karena “Transubstansiasi” roti dan anggur ke dalam Tubuh dan Darah Kristus. Ini terjadi dalam korban tak berdarah, yakni Misa.” (Konsili Trente, 1551).
Apa yang dimaksudkan dengan “transubstansiasi”? Artinya terjadi perubahan substansi. Substansi atau hakikat dari roti dan anggur yang dikonsekrasikan berubah menjadi substansi Tubuh dan Darah Yesus Kristus yang telah dibangkitkan oleh karya Roh Kudus. Akan tetapi “accidents”/penampakannya (warna, bentuk dan rasa) tidak berubah.
Bagaimana hal ini bisa terjadi? Tentu karena karya Roh Kudus dan diyakini dalam iman. Maka ketika kita menerima hosti atau dengan anggur dalam perayaan Ekaristi, walau rasanya tetap rasa roti dan anggur, kita mengimani sungguh menerima Tubuh dan Darah Kristus.
Mengapa harus demikian? Karena itu adalah cara terbaik bagi orang beriman supaya bersatu dengan Yesus, dan itulah cara Yesus untuk tetap hadir di tengah para murid-Nya.
Dia telah menjanjikan bahwa Dia akan bersatu dengan kita dan menyertai kita sampai akhir zaman. Kata-kata-Nya dalam Ibadat Sabda yang bisa kita renungkan ternyata tidak cukup. Yesus ingin agar kita bukan hanya mendengarkan Dia, tetapi selalu bersatu dengan kita. Itulah sebabnya ada istilah “komuni kudus” yang berarti “communio” atau persatuan dengan Tuhan Yesus.
Dari manakah kita mendapatkan pendasaran teologis dari perayaan ini? Dalam perjamuan malam terakhir Yesus memberikan roti kepada para murid-Nya dan berkata: “Ambillah, makanlah. Inilah tubuh-Ku” (Mat 26,26). Dan sesudah itu Dia mengambil cawan berisi anggur dan berkata: “Minumlah kamu semua dari cawan ini, sebab inilah darah-Ku…” (Mat 26:28).
Yesus tidak memberikan roti dan anggur sebagai simbol semata, tetapi sungguh-sungguh menjadi Tubuh dan Darah-Nya. Yesus tidak memberikan roti dan anggur sekadar perwakilan kehadiran-Nya tetapi menghadirkan diri dalam rupa roti dan anggur.
Mengapa tidak sebaiknya roti dan anggur berubah sekalian menjadi daging dan darah? Kalau itu terjadi, maka para pengikut Yesus justru menjadi kanibal atau pemakan manusia.
Keagungan misteri ini justru terletak pada perubahan semacam ini; berubah hakikatnya tapi rasa, warna dan bentuknya tetap sama. Inilah mukjizat terbesar yang bisa kita saksikan dan alami dalam setiap perayaan Ekaristi. Tak ada mukjizat yang lebih besar dari ini.
Karena itu mengikuti dan merayakan ekaristi sesungguhnya merayakan mukjizat paling agung dalam iman Kristiani, lebih dari semua jenis mukjizat lainnya.
Yesus memberikan diri-Nya seutuhnya kepada kita. Kita hanya perlu memberikan sedikit dari yang kita punya kepada sesama demi Dia. Kenapa kadang terasa sulit sekali?.
Seorang pastor dihentikan polisi lalu lintas karena mengemudi mobil dengan kecepatan melebihi batas yang diizinkan. Polisi mencium bau alkohol dari mulutnya dan ada botol anggur di sampingnya.
Polisi bertanya: “Pastor minum alkohol sambil mengemudi ya?”. “Tidak”, katanya. “Saya hanya minum air”. Polisi: “Tapi kenapa tercium bau alkohol?”. Pastor itu memegang botol sambil berseru: “Oh Tuhan, terpujilah nama-Mu. Hari ini Engkau buat mukjizat lagi untukku”.
Salam dari Biara Santo Alfonsus-Konventu Redemptoris Weetebula, Sumba, NTT