Laurenz Apiwhani Nurani Bunda, Mahasiswi Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
TEMPUSDEI.ID (8 JUNI 2021)
Jakarta 15 Januari 2021. Dengan langit biru yang menghiasi kota Jakarta pagi ini, Anaya berburu kemacetan bersama para pengendara lainnya. Jas tersampir di jok mobil sebelah kiri, dan tergantung pula stetoskop miliknya serta tidak lupa sekotak bekal makanan yang telah disiapkan oleh sang suami, Semesta Andara Pamungkas. Suami yang dinikahinya semenjak 6 tahun lalu, yang senantiasa mencintai dan sangat peduli dengan kesehatan dirinya. Kembali pada permasalahan kemacetan, Anaya berharap bisa datang ke rumah sakit tepat waktu.
Sesuai perkiraannya, ia sampai tepat waktu di rumah sakit. Dengan langkah gesit, Anaya masuk ke ruangan khusus yang sudah dipenuhi kawan-kawan seprofesinya yang sedang menggunakan APD lengkap beserta sarung tangan yang disediakan oleh rumah sakit. Anaya pun segera mengenakan APD lengkap dan mengikuti kawannya memasuki ruang isolasi pasien Covid-19.
Anaya memeriksa pasien yang telah ia tangani selama 2 minggu belakangan ini. Pria seumuran dirinya terbaring lemas tak berdaya dengan ventilator terpasang di tubuhnya. Anaya mengecek pasien itu secara teliti dan hati-hati. Anaya memastikan pria tersebut dalam keadaan stabil walaupun sesungguhnya pria itu memiliki kondisi yang buruk. Ia berharap pria itu bisa menunjukkan perkembangan yang baik dan bisa sembuh.
Setelah itu ia mendapat panggilan dari dokter senior bernama dr. Farhad yang memintanya memeriksa keadaan pasien lain di kamar isolasi di seberang kamar pria tersebut. Ya, pasien kali ini adalah seorang pastor dan dokter panutan yang menjadi role model Anaya untuk berdedikasi menjadi dokter spesialis paru-paru. Anaya sangat terpukul karena kedua orang tersebut harus mengalami cobaan seperti ini ketika mereka seharusnya mengabdi kepada sesama. Anaya hanya bisa tertegun sembari mengecek kedua “Malaikat Tak Bersayap Milik Tuhan” ini. Anaya menahan segala tremor yang dia derita ketika kesedihan dan rasa terpukul setiap kali datang menghampiri. Kedua manusia itu mencoba menguatkan Anaya sambil tanpa secara tak sengaja bersamaan memegang tangan Anaya. Anaya hanya bisa tersenyum getir menahan segala kesedihannya dan berusaha kuat dan membalas genggaman kedua orang terpenting bagi dirinya.
Suster di samping menedekati dan menjelaskan bahwa semua peralatan serta obat-obatan yang dibutuhkan telah diberikan kepada pastor dan dokter tersebut. Anaya seraya mengangguk mengiyakan. Suster dan Anaya pamit untuk melakukan pemeriksaan lanjutan kepada pasien Covid-19 lainnya.
Anaya berjalan dengan gusar dan resah memikirkan keselamatan kawan-kawan seperjuangannya. Para dokter dan tenaga medis karena wabah Covid-19 yang belum juga mereda. Anaya baru saja kehilangan partnernya bernama Suster Maryam.
Anaya kini sudah selesai memeriksa pasien-pasien baru maupun lama di setiap lorong bangsal utama di lantai 2 rumah sakit ini. Anaya pun menelpon suaminya ketika jam menunjukkan pukul 12 yang tandanya adalah jam istirahat. Sekadar menemaninya via virtual dan berbincang hangat menanyakan kabar masing-masing. Anaya begitu mencintai suaminya dan begitu juga sebaliknya. Semesta sangat menyayangi Anaya seumur hidup, Semesta selalu tak henti-henti mengingatkan Anaya untuk menjaga kondisinya dan kesehatannya karena setiap hari harus melakukan kontak dengan para pasien Covid-19. Anaya tak tinggal bersama sang suami dan anak semata wayang mereka karena dirinya tidak mau membahayakan orang-orang yang dikasihinya itu. Sekian menit bergulir, mereka mengakhiri percakapan.
Anaya kembali bekerja dan memeriksa secara bergantian setiap pasien yang berada di bangsal. Kali ini, ia bersama dengan Dokter Faizal mengecek kondisi pasien kormobid, seorang tenaga medis bernama Shafira yang memiliki riwayat penyakit bawaan anemia akut. Shafira adalah perawat yang biasanya menemani Anaya bertugas dan memeriksa pasien-pasien Covid-19 di rumah sakit ini. Shafira adalah perawat yang sangat telaten dan sabar mengurus pasien-pasien Covid-19 yang mereka tangani kala itu. Shafira adalah bentuk nyata juga “Malaikat Tak Bersayap Milik Tuhan” yang memberikan seluruh kehidupan dan dedikasinya untuk masyarakat luas utamanya di bidang kesehatan.
Anaya harus secara ekstra memantau dan memperhatikan dengan khusus kondisi Suster Shafira.
Dan bagaimana Anaya bisa mengenal satu sama lain dengan Dokter Faizal? Beginilah awal mulanya. Anaya dan Dokter Faizal sudah bersahabat sejak di bangku kuliah. Mereka sama-sama memilih dan belajar di jurusan kedokteran dengan spesialis yang sama, yaitu paru-paru. Mereka adalah partner yang terbaik di rumah sakit tempat mereka bekerja. Mereka tak dapat dipisahkan karena ikatan kuat antara seorang sahabat yang sudah terbentuk semasa kuliah.
Sepertinya sudah waktunya Anaya dan Dokter Faizal bergantian shift dengan dokter lainnya. Mereka berdua pulang dengan terlebih dahulu melakukan “ritual” kebiasaan mereka, tos ala-ala sahabat sejati yang menandakan mereka telah usai dan mampu menangani serta menyelesaikan segala permasalahan yang mereka hadapi. Mereka bahagia bisa membantu sesama dan memberikan tenaga mereka untuk menyelamatkan banyak orang. Mereka sama-sama tersenyum mengakhiri pertemuan mereka saat ini.
Anaya pulang ke apartemen miliknya dengan segala harapan dan asa bahwa bagi mereka, dokter dan tenaga medis lainnya, para manusia di dunia masa ini bisa bangkit dari keterpurukan dengan senyum dan bahagia mereka masing-masing. Mereka dapat melewati segala kondisi maupun keadaan yang membuat mereka mengalami rasa sakit dan kesedihan begitu mendalam. Namun mereka selalu optimis mereka bisa melalui segalanya dan selalu berdoa kepada Tuhan untuk meminta kekuatan.*