TEMPUSDEI.ID (15 JUNI 2021)
Oseana memainkan belati kesayangannya, sambil sesekali menatap pria tua di depannya yang sudah tampak terikat tak berdaya di bangku eksekusinya. Dua anak buahnya berdiri di belakangnya, menahan diri untuk tak mengumpat tiap kali melihat bos mereka berubah menjadi monster betina yang mengerikan.
“Alex, mari bertaruh. 100 dollar dan belatiku tepat menancap di jantungnya.” Oseana mengalihkan pandangan pada tangan kanan kepercayaanya.
“200 dollar dan kau meleset, Miss.” Alex menyeringai, ia tak kalah bengisnya dengan sang pemimpin.
Oseana melemparkan belatinya, seperti apa yang dikatakan Alex. Lemparan Oseana meleset, alih-alih pada jantung pria tua itu, belatinya justru menancap pada lengan kanannya. Jelas ini adalah sebuah kesengajaan, Oseana adalah pembidik paling ulung dalam tim mereka.
“Arghhhh!!!”
“Kau iblis!”
Racauan Micheal Clarn mengudara, pria tua itu salah satu pemasok senjata ilegal di New York. Sayangnya ia terlalu ceroboh dengan membocorkan salah satu gudang utama milik Drake Monte, pemimpin mafia Blood Moon tempat Oseana mengabdikan hidupnya sebagai seorang pembunuh bayaran andal.
Ponsel milik Oseana bergetar, nama sang pemimpin sendiri yang tertera pada layar ponselnya. Sudah ia pastikan tugas besar menantinya setelah ini.
“Oseana Park here.”
“Apakah kau sudah selesai dengan bedebah tua itu, Park?”
Oseana berdeham, seraya melemparkan tatapan bengis pada Clarn.
“Sedikit lagi, Sir.”
“Selesaikan dan kembalilah ke Manor, aku memiliki tugas yang lebih penting.” sambungan langsung terputus, Alexandra, saudari kembar Alex menghampiri Clarn dan mencabut belati yang masih menancap di lengannya dengan kasar dan menyerahkanya pada Oseana.
“Thanks, Lexi.” Oseana menerima belati miliknya yang sudah bersimbah darah, melangkahkan kakinya mendekat pada tubuh Clarn yang sudah tercabik-cabik.
“Aku masih ingin bermain-main denganmu, namun sayangnya Mr. Monte sudah menungguku.” Mencengkram erat belatinya dengan keyakinan yang kuat dan kemudian menghunuskannya tepat ke jantung Clarn. “Sampaikan salamku pada Lucifer dan sampai jumpa di Neraka.”
*****
Oseana diberkahi dengan kecantikan yang luar biasa, tubuhnya yang sempurna, rambut kecoklatannya yang begitu memesona serta kedua matanya yang sebiru lautan itu begitu memikat. Sangat mudah bagi seorang Oseana membaur dan mendekati semua target-targetnya. Siapa yang akan percaya bahwa dalam tubuh secantik dewi milik Oseana ternyata hidup seekor monster mengerikan yang selalu kehausan akan darah?
Dan di sinilah ia, berada dalam kerumunan para tamu-tamu penting pada pesta relasi yang diadakan oleh Bryand Suh di The Plaza. Bryand Suh adalah pemimpin salah satu kartel narkoba terbesar di Asia. Dan pria itu telah menjadi musuh Blood Moon selama bertahun-tahun. Puncaknya adalah ketika Julia Monte terbunuh dalam kecelakaan mobil yang telah disabotase oleh anak Buah Bryand Suh tujuh bulan lalu.
“Putranya akan dipublikasikan pada pesta relasi besok malam di The Plaza, aku mau kau menghabisi nyawanya. Aku ingin bajingan tua itu merasakan yang aku rasakan ketika Julia tewas.” Itulah yang dititahkan Drake Monte padanya kemarin malam, tentu Oseana dengan senang hati mengiyakan perintah tuannya meski ia bahkan belum mengetahui siapa targetnya.
Dalam balutan gaun malam berwarna hitam yang begitu pas ditubuhnya, Oseana berkeliling dan membaur hingga matanya menangkap sang pemilik pesta tengah menaiki mimbar. Oseana menepi ke sudut ruangan dan memperhatikan bagaimana seorang Bryand Suh mengumbar arogansinya di atas sana hingga bagian yang paling ia tunggu pun dimulai.
“Mulai saat ini, putrakulah yang akan memimpin seluruh bisnisku yang berada di New York…”
Seorang pria yang tampak berusia hampir tiga puluh muncul dari belakang panggung, Oseana mencengkram erat gelas wine yang ia genggam.
“Ini tidak mungkin…”
Pria itu diperkenalkan sebagai Johnny Suh, namun di mata Oseana ia adalah Johnny Evans. Sahabat sekaligus cinta pertamanya yang ia tahu telah tewas bertahun-tahun lalu, sebuah penyebab utama lahirnya Oseana Park yang sekarang. Ia tumbuh sebagai pembunuh untuk menyalurkan rasa sakit di hatinya.
*****
“Jika kau tak bisa menghabisinya, maka tebus dengan nyawamu, Park!”
Tubuh Oseana dipenuhi dengan lebam akibat hantaman yang dilayangkan oleh Drake Monte, jika bukan karena terpaksa, Oseana tak akan membiarkan siapa pun menyentuh tubuhnya seperti ini.
“Dan kau berjanji untuk tak akan membunuhnya, Sir?”
Drake menatap Oseana dengan tajam, “Pikirkan sekali lagi keputusanmu, Park. Pria itu sejatinya juga sudah mati dalam hidupmu.”
Oseana mengetahui fakta di balik kematian yang dipalsukan, semata-mata hanya untuk melindungi Johnny dan mempersiapkannya untuk menjadi penerus dari Bryand Suh.
“I’m sorry, Sir.” ia menjatuhkan tubuhnya, berlutut tepat di hadapan Drake. “Akan kusampaikan permintaan maafku langsung pada Julia karena tak bisa membalaskan dendamnya.”
Drake dibutakan dengan amarah karena Oseana yang sama sekali tak berhasrat untuk berunding ulang dengan keputusannya, ia bisa saja membunuh Oseana dan menyewa pembunuh bayaran lain untuk membunuh Johnny Suh, namun ucapan Oseana membuatnya geram setengah mati.
“Jika setelah kematianku kau tak menepati janjimu, maka bersiaplah untuk berpisah dengan Mrs. Monte. Anda tentu tahu, bahkan setelah kematianku sekalipun para bayang-bayangku akan tetap menaruh kesetiaan mereka.”
Oseana melayangkan ancaman bahkan dalam detik-detik terakhir kehidupannya. Dan Drake tahu betul bahwa ucapan Oseana bukanlah sebuah bualan semata.
“Kau pikir kau bisa menyentuh istriku, keparat?!”
Oseana menyeringai, “Bekerja denganmu membuatku belajar banyak hal, Mr. Monte. Mereka yang setia kepadaku tentu selalu tahu bagaimana caranya menemukan celah. Ah, beberapa dari mereka bekerja di bawah naunganmu.”
“Kau benar-benar iblis!”
“Apa bedanya denganmu? Berjanjilah, Sir. Kutebus dengan nyawaku, namun biarkan dia hidup.”
Oseana menghela nafas pelan, “I beg you.”
Drake menarik pistolnya dari dalam laci meja miliknya, mengarahkan moncongnya tepat ke arah kepala Oseana.
“Sungguh betapa cinta benar-benar membutakan seseorang,” Drake menarik pelatuk pada pistolnya.
“Sampai jumpa di neraka, Park!”*
Tania Rahmadani, Mahasiswi Prodi Fakultas sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta