Oleh Agust G Thuru
Hari ini 51 tahun lalu
langit Jakarta kusam
entahkah di jalanan ibukota
ada sirene ambulance mengaum
membawa jasad kaku
setelah engkau kembalikan napas kehidupan
pada Sang Tuhan Penciptamu?
Kematianmu di tengah bara api
yang masih pijar menyala membakar
kepergianmu di saat semua ruang negeri ini
masih mencekam penuh bau darah
Penangkapan dan pembantaian
tanpa hukum dan keadilan
Entahkah kala itu
ada beribu air mata duka
luruh dari mata jiwa
bersama tangan rakyat
yang gemetar penuh ketakutan
menggerek bendera setengah tiang
sebagai cara yang wajar
memberimu penghargaan dengan cara terhormat?
Entahkah waktu itu
ada beribu karangan bunga
menuliskan rasa duka pada namamu
berjejer hingga memenuhi halaman kediamanmu
sebagai cara memberi hormat
pada Sang Proklamator sebuah bangsa?
Entahkah waktu itu
ada alunan lagu gugur bunga
mengiring perjalananmu ke peristirahatan kekal
Ada upacara taburan bunga
penanda engkau pantas diupacara?
Ah, entahlah itu semua terjadi
sebab negeri kita sedang kemarau
dan masih ada hujan darah
Hari ini 51 tahun lalu
engkau adalah putra fajar
yang menembus batas terakhir
pulang kepada Sang Pencipta
di tengah padang api membara
Hari ini kami mengenang sejarah
dan engkau telah mewariskan cinta
pada negeri leluhur ini
Denpasar, 21.06.2021