Tue. Nov 26th, 2024
Romo John Kota Sando

Oleh Romo John Kota Sando, Pr

TEMPUSDEI.ID (4 JULI 2021)

Apa yang dianggap baik di mata manusia belum tentu baik di mata Tuhan. Apa yang dianggap mulia dalam pandangan manusia, mungkin saja menjadi sesuatu yang hina dalam pandangan  Tuhan. Maka benarlah kalau orang mengatakan, “Tuhan dapat menulis lurus dan indah melalui tangan manusia yang bengkok”.

Siapa yang pernah menyangka bahwa di tengah-tengah Bangsa Israel yang disebut Allah sebagai “bangsa pemberontak” itu akan muncul para  nabi yang justru berasal dari bangsa  mereka sendiri? Bahkan siapa yang pernah berpikir bahwa kelak dari bangsa yang disebut pemberontak itu akan lahir seorang Nabi besar, Sang Juru Selamat dunia? Siapa yang pernah berpikir bahwa seorang Rasul besar seperti Paulus justru berbangga di dalam kelemahannya, bukan di dalam kekuatan dan kelebihannya? Dan akhirnya, siapa yang pernah berpikir bahwa dari kampung kecil Nazaret muncul seorang Nabi besar yang disebut Putera Allah itu?

Itulah kesan yang dapat kita tangkap dari ketiga bacaan yang ditampilkan hari ini, bahwa belum tentu cara pandang manusia sama dengan cara pandang Tuhan. Apa yang hina di mata manusia menjadi sesuatu yang  berharga dan mulia di mata Tuhan. Apa yang dianggap lemah dan tidak bernilai, justru dipakai Tuhan sebagai kekuatan untuk membangun hidup.

Dengan ini kita diyakinkan bahwa kita tak perlu merasa diri rendah, hina, tak berdaya dan tak berarti di mata Tuhan dan sesama, karena Tuhan sesungguhnya telah mempunyai rencana indah dan istimewa untuk hidup dan masa depan kita masing-masing. Sungguh, betapa berharganya kita di mata Tuhan.

Ernst F. Schumacher seorang ahli ekonomi berkebangsaan Jerman, menjadi sangat terkenal dengan ungkapannya yang berbunyi, “Small is beautiful” (Kecil itu indah). Ia mengungkapkan semboyan hidup ini untuk melawan pandangan lain yang mengatakan, “Bigger is better” (Lebih besar lebih baik). Ungkapan “kecil itu indah” hendak mengingatkan kita bahwa kita tak dapat melakukan hal-hal besar tanpa memulainya dari hal yang kecil dan sederhana.

Bunda Teresa dari Calcutta mengatakan, “Tak semua dari kita dapat melakukan hal-hal besar. Namun kita dapat melakukan hal-hal yang kecil dan sederhana dengan cinta yang besar”. Yesus tidak dihargai di Nazaret kampungNya sendiri karena orang-orang sekampung-Nya melihat Yesus hanya sebagai anak tukang kayu. Latar belakang hidup keluarga Yesus yang sederhana telah membutakan mata dan hati mereka untuk melihat kehadiran Allah melalui diri Yesus orang Nazaret itu. Seringkali kesombongan dapat membuat kita tidak menghargai bahkan meremehkan hal-hal yang kecil dan sederhana yang ada di sekita kita.

Kiranya kita sadar bahwa sesuatu yang terbaik dalam hidup kita justru berasal dari sebuah kesederhanaan. Dan perlu juga kita ingat bahwa Tuhan selalu hadir dan bekerja dalam kesederhanaan. Maka siapa pun yang meremehkan kesederhanaan dipastikan tidak akan mendapatkan berkat dari Tuhan.

Itulah sebabnya Yesus tidak melakukan satu mukjizat pun di kampung asal-Nya karena orang-orang sekampung-Nya menolak Yesus hanya karena Ia berasal dari keluarga yang sederhana. Dalam bahasa kasarnya mungkin tidak “selevel” dengan mereka.

Jika kita ingin sukses dan hidup damai, jangan pernah meremehkan orang lain hanya karena dia bukan siapa-siapa atau bukan apa-apa di mata kita.

Semoga kita senantiasa menyadari bahwa kesederhanaan itu adalah sebuah kekuatan dan kekayaan yang dapat membangun kehidupan yang damai dan penuh iman.

Bruce Lee sang legenda Kung Fu mengungkapkan nilai dan kekuatan dari kesederhanaan dengan mengatakan: “Orang yang saya takuti bukanlah orang yang berperang dengan pedang, tetapi orang yang berkelahi dengan tangan kosong”. Dan Rasul Paulus mengungkapkan  kekuatan dan kekayaan dari kesederhanaan itu dengan mengatakan, “Sebab itu aku lebih suka bermegah atas kelemahanku, agar kuasa Kristus turun menaungi aku” (IIKor.12:9). Dan janganlah kita meremehkan orang lain: “Kadang burung itu hidup karena memakan semut. Tetapi sebaliknya ketika burung itu mati, maka semutlah yang memakan habis dirinya”. Ketika kita meremehkan orang lain, maka sikap meremehan itulah yang menghancurkan kita sendiri. Semoga menjadi bahan permenungan kita bersama.

Salve dan Berkat Tuhan.

Salam dari Kota Damai Merauke

Related Post

Leave a Reply