Pater Remmy Sila, CSsR, Superior Misi Redemptoris di Samoa, Provinsi Oceania
TEMPUSDEI.ID (26 JULI 2021)
Hari ini kita diajak untuk merenungkan Yesus sebagai Elisa yang baru, yang memberi makan dan mempersatukan kita semua di dalam diri-Nya. Bacaan pertama dan Injil mengisahkan peristiwa iman yang hampir sama. Keduanya mengisahkan mukjizat penggandaan roti yang didorong oleh belaskasihan dan kemurahan hati.
Bacaan pertama dari 2 Raja-Raja 4: 42-44 mengisahkan Nabi Elisa yang mendapat hadiah makanan. Namun menyadari bahwa orang-orang di sekitarnya sedang kelaparan dan karena tergerak oleh belaskasihan, dia dengan murah hati memberikan makanannya kepada mereka. Dan karena kemurahan hatinya itu, Tuhan berkenan melipatgandakan makanan yang ditawarkannya sehingga ia bisa memberi makan seratus orang dan bahkan masih ada sisa. Dengan demikian genaplah firman Tuhan yang disampaikan kepada sang nabi: “Orang akan makan, bahkan akan ada sisanya.”
Dalam Efesus 4: 1-6, Santo Paulus mengingatkan kita tentang kebajikan yang kita butuhkan untuk hidup dan bertahan bersama sebagai Tubuh Kristus. Tubuh Kristus di sini adalah Gereja (umat Allah) yang disatukan oleh satu iman, satu baptisan dan satu Roh. Dan keutamaan-keutamaan iman yang menyatukan ini meliputi: kerendahan hati, kelemahlembutan, kesabaran, dan kerelaan untuk saling membantu dalam kasih dan tidak mementingkan diri sendiri.
Dalam Injil Yohanes 6:1-15, dikisahkan, karena tergerak oleh belaskasihan kepada kawananya, Yesus, “Elisa yang baru” melakukan mukjizat yang sama, yaitu melipatgandakan makanan yang ada pada mereka saat itu. Yesus memberi makan kepada lima ribu orang hanya dengan 5 roti dan 2 ikan.
Yesus sangat peka terhadap keadaan dan kebutuhan mereka. Dalam hal ini sebagai Gembala yang Baik, Ia sangat memperhatikan kebutuhan jasmani dan rohani para pengikut-Nya.
Ada banyak hal penting berkaitan dengan praktik iman yang dapat kita pelajari dari bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini, khususnya tentang mukjizat Tuhan. Hal pertama, adalah tentang belas kasihan dan kemurahan hati Nabi Elisa dan Yesus untuk orang-orang di sekitar mereka. Belas kasihan menggerakkan mereka untuk memberi makan kepada orang banyak dengan murah hati. Belas kasihan adalah dasar dari empati dan simpati. Dua hal ini kita butuhkan agar bisa mengerti, memahami dan ikut merasakan apa artinya orang kelaparan, kehausan, sakit, tuna wisma, menganggur, kesepian, disingkirkan dari pergaulan, dan lain-lain. Orang-orang dalam situasi ini bisa membantu kita untuk semakin menjadi murid Yesus yang sejati. Untuk itu, kita harus keluar dari zona nyaman kita untuk pergi menjangkau mereka dan dengan demikian kita bisa mengetahui kenyataan hidup mereka dan menanggapi kebutuhan mereka secara tepat.
Hal kedua, Tuhan dapat mengubah sesuatu yang kecil menurut ukuran kita menjadi sesuatu yang besar dan luar biasa. Kita hendaknya tidak ragu akan kuasa Tuhan seperti yang dilakukan oleh para murid. Kita harus yakin bahwa bagi Tuhan tidak ada yang mustahil. Yesus sendiri telah meyakinkan kita demikian: “Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin.” (Mat 19: 26). Hal yang sama juga ditegaskan oleh Santo Paulus berdasarkan pengalaman imannya sendiri: “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” (Flp 4: 13).
Hari ketiga, kemurahan hati dari seorang anak. Anak ini adalah pahlawan dalam mukjizat Yesus. Tanpa memikirkan kepentingan dirinya sendiri, dia dengan murah hati menawarkan yang dia miliki saat itu bagi kepentingan orang banyak. Dari lima roti dan dua ikan, orang banyak itu mendapatkan berkat dari Tuhan melalui kemurahan hati anak kecil ini bahkan masih kelebihan dua belas bakul penuh. Hal ini mau mengajari kita bahwa Tuhan bekerja dan melipat gandakan berkat-Nya melalui kesediaan kita untuk membagikan yang ada pada kita.
Bagaimana kita menanggapi kebutuhan komunitas atau masyarakat sekitar kita pada saat dibutuhkan? Apa saja yang kita miliki; bakat, pengetahuan, pengalaman, waktu, termasuk iman kita adalah nilai-nilai yang dapat kita persembahkan untuk membantu dan melayani sesama kita.
Sikap berbelas kasih dan bermurah hati terhadap orang lain dapat memperkaya bukan hanya hidup orang lain, tetapi juga hidup kita sendiri. Jika semangat berbelas kasih dan bermurah hati menguasai hati dan hidup kita, maka mukjizat akan selalu terjadi bagi komunitas dan masyarakat kita.
Melalui semangat berbelas kasih dan bermurah hati, Yesus akan terus mengerjakan mukjizat di tengah-tengah kita dan melalui kita. Marilah kita senantiasa berpegang teguh pada kata-kata Yesus: “Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin.” (Mat 19: 26). Dan bersama Pemazmur, hendaknya kita pun berseru dengan penuh keyakina iman: “Engkau membuka tangan, ya Tuhan, dan berkenan mengenyangkan kami.”
Selamat Hari Minggu. Tuhan memberkati.