(Refleksi atas The Power Of Word)
Oleh Vinsens Al. Hayon
Pandangan pertama, berlansung di Pasar Pantai Tasik itu. Rasaku juga terentak tatkala melihat tubuhnya yang tegap dan lenganya yang kekar. “Ia simbol pria dewasa, pekerja dan bertanggung jawab,” kagumku dalam hati. Dari teriakan pedagang pasar di sampingnya aku tahu: “ia mendapat gilir jual ikan hari ini dan saudaranya membantu ayahnya membersihkan pukat di pesisir samping pasar.”
Sejenak aku “berhalu” sebagai ibu: “jika berkenan ia boleh memilih putriku untuk pendamping hidupnya.” “Ibu…! Mau beli ikan yang mana?” tanya putriku mengagetkan. “Oya, yang itu,” tunjukku sambil mencuri pandang ke pemuda penjual ikan. “Ambil saja, ibu!” suara pemuda tegap itu menyapa lembut di telingaku. Sejurus aku memandangnya. Wajahnya yang ramah menggetarkan lagi jiwaku.
“Tidak usah persoalkan harga ibu, siapa tahu ibu boleh jadi mertuaku,” lanjutnya berseloroh. Para pedagang di samping, berdehem sinis dan menertawakannya. Mereka merasa lucu. Bersamaan waktu, puteriku tersipu mendengar seloroh itu. Ia salah tingkah.
Si pemuda itu, lalu tunduk dan dengan jemarinya yang kukuh mengumpulkan ikan dan memasukan ke dalam keranjang yang disodorkan puteriku. Mereka berdua saling tatap. Getaran cinta serasa mengaliri seluruh diri Putriku. Aku hanya berucap dalam diam: “Semoga”, lalu menyodorkan bayaran. Pemuda itu menolak menerima dan berucap: “Nanti saja, ibu.”
Hari terus berjalan dalam bulan-bulan kehidupan aku dan putriku. Hingga satu waktu di tahun itu, Tuhan menempatkan purtiku dan pemuda itu dalam kehidupan berumah tangga. Keluarga besar bahagia dan bersyukur pada Tuhan. Pemuda itu jadi menantuku.
Suatu waktu demam keras menimpa aku. Menantuku yang dipanggil Simon, panik dan gelisa. Ia membaringkan aku di tilam dan pergi ke rumah ibadat, menyusul gurunya yang mengajarkan ia bagaimana melabuhkan pukat. Di sana, ia mendapati gurunya sedang menghardik setan yang merasuk seseorang. Setan itu patuh pada kata-kataNya dan keluar. Orang kerasukan itu sembuh.
Lalu ia mengundang gurunya ke rumah kami. Tidak lama menanti, Gurunya bersama dia segera datang ke rumah. Melihat aku berbaring di tilam karena demam keras, sembari berdiri di sampingku, Gurunya menghardik demam keras yang mencengkeram aku, dan demam itu menginggalkan aku. Aku menjadi sembuh dan segeralah bangun melayani mereka.
Di luar rumah, aku melihat orang-orang membawa banyak penderita bermacam-macam penyakit. Ada yang kerasukan setan yang tidak henti-hentinya berteriak: “Engkau adalah Anak Allah, apa urusanMu dengan kami?” Aku saksikan, “Ia tidak marah. Ia tetap ramah.” Perlahan Ia pamit berjalan keluar rumah. Lalu mendekati dan meletakan tanganNya atas mereka yang sakit dan menyembuhkan mereka. Ia juga menghardik setan yang merasuk saudara-saudaraku itu dan seketika mereka bebas dari perbudakan setan. “Sungguh ajaib. Kuasa kata-kataNya melenyapkan semua sakit penyakit,” kataku pada Simon menantuku.
Penyakit Bawaan
Ada tiga jenis wabah kasat mata di dunia; perang, kelaparan dan wabah penyakit. Wabah penyakit biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri atau kuman. Seperti contoh virus korona dengan nama SARS-CoV-2 atau Covid-19 yang sedang melanda dunia, termasuk negara, dan daerah kita.
Kelaparan dan perang sudah bisa di atasi. Keculai perang sporadis yang masih terjadi lantaran super ego dan hidup tanpa rasa kemanusiaan. Sementara wabah penyakit, seperti virus korona masih menjadi pergulatan warga dunia. Virus korona telah membuat panik dan gelisah warga dunia termasuk kita di negeri ini. Tensi gelisah meningkat tatkala hadir lagi varian baru virus korona.
Dengan carah patuh pada protokol kesehatan, 5M, dan vaksinisasi, secara perlahan warga dunia berjuang memutus matarantai penyebaran virus korona dan berupaya membasmi habis Covid-19. Jika wabah penyakit diakibatkan virus korona yang sedang meyerang warga dunia diupayakan pemberantasannya, adakah sakit-penyakit bawaan yang sudah dan sedang mewabah perlu kita berantas?
Tujuan pemberantasan adalah supaya hidup sejahtera baik secara personal dan komunal terjamin. Apakah perlu kita butuh seperti kuasa kata-kata atau The power of words dari Sang Guru untuk menghardik penyakit bawaan yang sering mewabahi kehidupan bersama kita? Apa saja sakit-penyakit bawaan yang sering mewabah itu?
Sakit penyakit itu serupa negative feeling, negative thingking, dan negative willing, yang menurut hipotesa alamiah bersumber dari virus varian moderen akibat kemajuan dan persaingan diberbagai level kehidupan.
Penyakit Negative feeling. Penyakit ini terus menyerang kita sepanjang waktu dalam diri, keluarga, kelompok organisasi, kehidupan menggereja dan bermasyarakat karena sungguh kuat selera iblis yang ada pada elemen perasaan kita (karena setiap individu manusia terbentuk dari elemen afeksi=Roh-jiwa) yang membuat setiap individu selalu memberi perasaan negative/ negative feeling terhadap apa saja dan siapa saja, terlebih terahadap hal-hal yang menggetarkan rasa-emosi.
Penyakit ini membuat perasaan meledak-ledak, emosi tinggi. Strouk, diabetes, kolesterol dan sejenisnya bisa timul dan membahayakan hidup. Secara blak-blakan para bijak berucap: Penyakit itu timbul sebagai akibat dari hidup individu yang tidak berbagi makanan. Hidup yang tidak murah rezeki.
Penyakit Negative thingking; Penyakit ini terus menyerang kita kapan dan di mana saja bahkan setiap saat karena sungguh kuat selera iblis ada pada elemen kejiwaan kita (karena individu manusia terbentuk dari elemen jiwa/Jiwa-budi) yang membuatnya selalu memberi pikiran negative/ Negative thingking terhadap apa saja dan siapa saja.
Akibat penyakit ini, para bijak pandai menyerukan berpikiran positif atau positive thingking. Jangan terus berburuk sangkah kepada apa dan siapa saja. Asahlah kepekaanmu agar tidak jatuh pada selera berpikiran negatif.
Penyakit Negative Willing. Penyakit ini terus mengintai kita kapan dan di mana saja, setiap saat, setiap kesempatan dan peluang karena sungguh kuat selera iblis ada pada kehendak kita (karena individu manusia terbentuk dari elemen tubuh atau materia kebutuhan dan keinginan) yang membuat setiap individu selalu memberi kehendak yang negative/ negative willing terhadap setiap signal, kesempatan dan peluang yang memuaskan kehendaknya.
Negative willing kemudian diaktualkan atau dinyatakan dalam perilaku sehari-hari dengan doing negative/ doing wrong/ doing bad. Dalam bidang pemerintahan kelompok oposannya secara lip service atau memang niatan akan berupaya untuk “good will,” utnuk perjuangkan good governance, bonum commune dan kesejahteraan rakyat.
Negative willing hanya selalu berupaya untuk diri: keinginan dan kebutuhan, yang didukung oleh peluang dan kesempatan. Pada posisi ini biasanya orang kemudian menekankan aturan moral. Mungkin negara-negara di dunia atau karena penyakit ini menginspirasi upaya melarang KKN dan Pungli.
Pertanyaan reflektif; “Haruskah kita datang kepada Sang Guru, memohon Dia menghardik sakit-penyakit bawaan atau genetik ini? Mengapa Sang Guru harus menghardik? Suapaya aneka jenis penyakit itu dapat lenyap dan memungkinkan kita atau tidak menghalangi kita melakukan kehendak dan hokum Allah. “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.Kasihilah juga sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”. Semoga. *