Fri. Nov 22nd, 2024

Mengenal Angga Silitonga, Pelatih di Balik Sukses Susanti Ndapataka pada PON Papua

Angga Silitonga, pelatih Muay Thai

TEMPUSDEI.ID (16 OKTOBER 2021)

Ketika atlet Muay Thai asal NTT, Susanti Ndapataka berhasil merebut Medali Emas di arena PON XX Papua, tidak ada yang sangat menarik perhatian, sebab ribuan atlet lain juga melakukan hal yang sama. Bahwa Susan menjadi atlet NTT pertama yang merebut Medali Emas, provinsi lain juga memiliki atlet pertama yang merebut Medali Emas. Sampai di sini, belum ada yang menarik! Masih biasa saja!

Berselang beberapa hari setelah Susan meraih Emas, sebagaimana atlet-atlet lain, Susan pun pulang ke daerah asal, dalam hal ini ke Kupang. Sampai di sini juga masih biasa saja, sebab atlet-atlet lain juga sudah pulang ke daerah asal masing-masing.

Susan sontak menarik perhatian, dan namanya melesat bagai meteor setelah sebuah “insiden” di luar skenario terjadi.

Pagi itu, 6 Oktober 2021 di Bandara Internasional Eltari Kupang, setelah penjemputan secara resmi nan hangat oleh sejumlah pejabat Pemerintah setempat, Susan dan pelatihnya Agga Silitonga ditawari untuk ikut serta dalam mobil rombongan pejabat yang menjemput.

Namun karena Angga terlebih dahulu sudah berkoordinasi dengan teman-temannya dari Laskar Timor Indonesia (LTI) dan Pemuda Sumba, maka dia memilih bersama mereka. Dalam koordinasi sebelumnya dengan LTI, Angga meminta mobil bak terbuka untuk penjemputan. Alasannya, supaya masyarakat bisa melihat sang atlet ketika menyusuri jalan-jalan Kota Kupang. “Tidak menyangka bahwa mobilnya seperti itu (pikap usang-red) yang datang. Tapi itu tidak jadi soal,” ujar Angga dalam klarifikasinya.

Di mata Angga, LTI sangat berarti. Berkali-kali mereka ambil peran sangat penting dalam karier Susan. Ketika tidak ada dana untuk memberangkatkan Susan ke kejuaraan pada 2018, mereka patungan dan berjibaku mencari dana. “Masa mungkin ketika juara begini, saya tinggalkan mereka. Itu sangat tidak mungkin,” ujar Angga kepada tempusdei.id.

Dari peristiwa penjemputan tersebut, lalu menyebar foto dan video yang sontak membuat sangat banyak orang mengarahkan perhatian ke Susan dengan segala latar belakang hidup dan perjuangan yang tidak ringan. Netizen marah dan prihatin, tanpa mengetahui alasan sesungguhnya di balik insiden itu. Dari situ, bonus dan apresiasi lalu berdatangan dari sejumlah pihak.

Angga dengan piala dan medali yang pernah ia raih. (ist)

Siapa Angga Silitonga?

Lantas, siapakah pelatih yang berhasil mengantar Susan meraih Medali Emas di ajang bergengsi itu? Dia adalah Angga Silitonga, pemuda “blasteran” Batak dan Sabu yang sejak usia lima tahun menetap di Kota Kupang. Pria kelahiran Salatiga ini adalah atlet Olah Raga Muay Thai sekaligus pemilik Kupang Muay Thai Camp di Kota Kupang. Sekadar informasi, di NTT hanya ada dua camp latihan Muai Thai. Satu yang lain ada di Atambua.

Angga juga memiliki pengalaman bertanding baik di dalam maupun luar negeri dengan sejumlah kemenangan dan kekalahan yang menyertai. Dia pun pernah menjadi sparing partner juara nasional dan juara dunia Muay Thai. “Saya dikenal tidak suka pilih-pilih lawan. Siapa saja saya hadapi,” ujar ayah satu anak berusia 3 tahun ini.

Bagaimana pengenalannya dengan Susan? Dimulai pada Oktober 2017 ketika Susan bersama pelatih dan kakaknya datang ke camp milik Angga untuk mencari atlet wanita sebagai sparing partner Susan. Ketika itu, Susan dan kakaknya berstatus sebagai atlet Tarung Drajat yang sudah aktif berlatih selama lima tahun—bahkan sudah menjadi asisten pelatih—namun belum pernah satu kalipun ikut dalam turnamen.

Saat itu Angga meminta Susan memeragakan beberapa jurus. Melihat aksi Susan, Angga berseloroh kepada sang kakak, “Kasih Susan ke saya untuk nakut-nakutin orang seluruh Indonesia.” Menanggapi seloroh Angga, kedua adik kakak tersebut hanya tertawa kecil. “Kalau ikut saya, jangan pikir Medali Emas, kalau mau Medali Emas, beli saja di toko. Di sini yang penting prestasi,” katanya lagi.

Angga berkata demikian karena melihat postur tubuh Susan yang tinggi, tegap, “badan kering” dan semangat juangnya yang tinggi. Dalam pertemuan itu juga, Angga mencoba atau ngetes keterampilan Susan dengan sparing singkat.

Setelah sparing itu, Susan dan kakaknya pulang. Sekitar dua minggu kemudian Susan menelepon Angga dan mengaku sudah berdiskusi dengan kakaknya. Sang kakak ternyata tidak keberatan Susan pindah ke Camp Angga. Angga pun setuju, sehingga Susan berangkat dari rumahnya di Kecamatan Oekusi, Kabupaten Kupang.

Karena tidak mungkin bolak-balik Oelamasi – Kota Kupang setiap hari, Angga menyuruh Susan mencari keluarga terdekat di sekitar camp untuk tinggal. Angga pun memenuhi kebutuhan Susan setiap hari dan memberinya sedikit uang saku agar tidak membebani keluarga tempat menumpang.

Sebulan kemudian Angga menyuruh Susan mencari kos. Dia juga membayari uang kos, memenuhi kebutuahan harian Susan berikut uang sakunya. “Pelan-pelan saya tambahin uang sakunya. Tugas Susan hanya latihan pagi sore dan membantu saya sesekali untuk latih murid privat,” jelas Angga lagi.

Susan, mutiara terpendam yang berkilau di tangan Angga. (ist)

Mutiara Terpendam

Sejak awal Angga melihat  Susan ibarat mutiara terpendam. “Perlu digosok sedikit saja akan berkilap-kilap,” ungkap Angga kepada tempusdei.id lagi melalui sambungan telepon.

Dugaan Angga benar! Setelah memberikan latihan intensif kepada Susan dan seorang anak asuhnya yang lain, Angga mengikutkan keduanya dalam sebuah Kejurnas di Bogor.

Untuk keikutsertaan ini, Angga harus berangkat lebih dulu untuk bicara dengan panitia, sebab posisi NTT dalam olah raga Muay Thai “belum memiliki mandat”. “Jadi kamilah provinsi yang turun ke Kejurnas tanpa mandat, tanpa kepengurusan resmi,” jelas Angga sambil tertawa kecil.

Pada pertandingan pertama, Susan langsung bertemu Irsalina dari Aceh, langganan juara sekaligus atlet Sea Games. Orang-orang under estimate karena mereka belum pernah melihat Angga dan Susanti di pentas Muay Thai. Tapi Susan mampu menjawab semua keraguan. “Susan lolos ke final, dan sang lawan di final diperiksa dokter pada ronde kedua. Di final itu, Susan ketemu Mia Amalia atlet Banten yang langganan juara dan sering ikut turnamen internasional. Di situ Susan menunjukkan kelasnya dengan sangat percaya diri. Susan menang mutlak,” ujar Angga dengan logat Kupang yang sangat kental.

Atlet yang satu lagi, yakni Yarif mendapat perunggu, padahal kata Angga, Yarif baru latihan 6 bulan. “Kamilah tim paling efektif. Bawa dua atlet dan dapat dua medali. Kami membawa nama NTT, walaupun tidak ada dukungan dari Pemerintah. Bahkan hampir gagal berangkat karena alasan dana,” ungkap Angga lagi.

Ketika Angga mengikutkan Susan lagi dalam sebuah Kejurnas di Jawa Tengah pada 2018 itu juga dan berhasil membawa pulang Medali Emas dan menjadi atlet terbaik, tim dari Jawa Tengah “menggoda” Angga agar Susan berpindah tangan ke mereka.

“Karena kami belum ada mandat dan belum diakui, mereka minta Susan pindah ke mereka. Kalau saya mau dapat uang banyak, bisa saja. Mereka langsung bilang uang pembinaannya berapa, bicara di depan saja…. Tapi waktu itu saya masih pegang idealisme. Entah idealisme atau bodoh nggak tahu juga,” kata Angga sambil tertawa kecil.

Masih Kesulitan Dana

Ketika ikut serta dalam Pra PON 2019, Angga dan tim masih tetap terkendala dengan dana. Untuk itu mereka harus berjibaku mencari dana dengan menjual kue buatan istri Angga. Selain itu Angga mencari donasi dari sejumlah pihak bersama LTI. “Itu sebabnya saya tidak bisa tolak tawaran dari teman-teman LTI saat hendak menjemput itu. Sejak 2018, mereka sudah patungan untuk Susan. Akan sangat memalukan bagi saya, ketika kita juara, lalu kita tinggalin mereka. Lebih baik naik mobil mereka yang seperti itu, daripada kami naik mobil pejabat. Prinsip saya seperti itu,” kata pria yang serius berlatih Muay Thai MMI sejak 2016 ini.

Dengan hasil Susan di PON Papua, Angga berharap banyak pihak memberi perhatian kepada pembinaan atlet-atlet NTT, khususnya cabang olah raga Muay Thai yang selama ini tidak pernah diunggulkan. “Kita memiliki banyak atlet berbakat, hanya perlu dukungan dan sedikit motivasi, mereka akan bersinar,” ungkap Angga.

Mulai dengan Dua Murid

Angga mulai merintis olahraga bela diri Muay Thai di Kupang pada 30 November 2016. Latihan perdana diadakan SMA Sinar Pancasila kota Kupang. Selanjutnya diteruskan di rumahnya di Oebobo. Saat ini muridnya “hanya” 7 orang. “Yang saya utamakan kualitas, bukan kuantitas. Di olah raga begini berlaku yang namanya seleksi alam. Pernah banyak yang mendaftar, lalu hilang satu demi satu,” ujar pria berusia 35 tahun ini.

Angga sendiri menjuarai berbagai pertandingan antara lain Juara 1 Adonara Fighting Championship (AFC) sekaligus menempatkan dirinya sebagai atlet terbaik. Dia juga pernah memenangkan Medali Emas di ajang The kalih battle of Laban MMI Championship, Medali Emas di Batu Fight Kick Boxing kelas senior dan masih banyak lagi.

(EMANUEL DAPA LOKA)

Related Post

Leave a Reply