Fri. Nov 22nd, 2024

Kenangan Pribadi Ans Gregory dengan Pater Alex Beding SVD

Sebagian peserta dalam peluncuran buku karya Pater Alex Beding SVD mengenai biografi Pater Frans Cornelissen SVD.

Oleh Ans Gregory da Iry, Penulis buku, tinggal di Bogor

TEMPUSDEI.ID (26/10/21)-Dalam tulisan ini saya akan membatasi pada kenang-kenangan pribadi sebagai salah seorang siswanya di Seminari Mataloko, 1965-1970, dan kemudian menjadi stafnya di penerbit Nusa Indah dan majalah DIAN di Ende, antara penghujung 1971- penghujung 1974.

Pertengahan tahun 1965, ketika kami masuk kelas 1 Seminari Mataloko, Pater Alex adalah rektor dan direktur seminari. Kemudian beliau ke Eropa mengikuti kursus penyegaran (refreshing course) di Nemi, dekat Roma, dan mengunjungi berapa negara Eropa serta berziarah ke Tanah Suci, Israel. Setelah hampir satu  tahun beliau kembali ke Mataloko dan menjadi Prefek (Kepala Asrama) SMA, sekaligus juga guru bahasa Indonesia.

Selama berkarya di Mataloko, Pater Alex menghadirkan banyak karya-karya yang sangat berarti bagi perkembangan para anak didiknya. Antara lain di bidang seni budaya seperti sandiwara dan pertunjukan-pertunjukan, juga komunikasi dan ketrampilan dalam membawakan presentasi dan diskusi-diskusi, serta  pekerjaan tangan (opus manuale) seperti membangun dan memelihara taman-taman, membuat rosasrio dsb. Di bidang olahraga disediakan fasilitas-fasilitas yang  memadai bagi para siswa. Dan yang juga yang tidak boleh dilupakan adalah membangun dan mengelola asrama SMA seminari.

Untuk saya pribadi, kenangan  yang utama adalah mengenai majalah FLORETE, karena sejak naik ke kelas IV (kelas 1 SMA) seminari, saya ditugaskan oleh Pater Alex, menjadi anggota redaksi. Hal ini mendorong saya untuk belajar menulis dan mengetik 10 jari sehingga menjadi trampil dan cekatan. Demikian juga membuat lay-out dan memproduksi majalah ini dalam bentuk stensilan. Tidak ada hal-hal yang istimewa dalam hubungan dengan pelajaran di kelas atau pekerjaan tangan serta olahraga dan rekreasi.

Akan tetapi saya teringat akan suatu pengalaman pada waktu rekreasi malam. Biasanya pada waktu rekreasi saya ke bilik redaksi Florete untuk belajar mengetik 10 jari menggunakan mesin tik satu-satunya yang ada, dengan mengikuti pedoman dari buku Ketrampilan Mengetik 10 Jari.

Rupanya saking semangatnya belajar mengetik, saya tidak mendengar kalau pluit berbunyi tanda siswa pergi ke kapel untuk doa malam. Sambil terus mengetik dengan serius, tiba-tiba pintu ruangan terkuak, Pater Alex berdiri dan melihat ke arah saya sambil berkata, “Sudah mau doa malam sekarang”.

Saya terkejut, berhenti mengetik serta menjawab: “Maaf, Pater, saya tidak dengar bunyi pluit. Tapi ini saya stop..” Setelah Pater pergi, saya mematikan lampu, mengunci pintu dan berlari ke kapel untuk doa malam, walaupun agak terlambat.

Hal berikutnya adalah ketika saya tidak diterima untuk melanjutkan ke kelas 7 seminari pada pertenghan 1971. Saya  bingung memikirkan mau cari kerja atau kuliah. Sebenarnya saya ingin kuliah, tetapi tidak mampu dari segi keuangan. Orang tua saya hanyalah petani di desa terpencil di Halehebing, dan masih harus membiayai adik saya Marsel di Seminari Lela. Tidak mungkin bisa membiayai saya kuliah di Jawa.

Waktu itu teman-teman siswa lain sudah pulang libur, tetapi saya minta izin tinggal dulu di seminari karena sebagai ketua redaksi Florete saya masih mempunyai tanggungan untuk menerbitkan edisi terbaru majalah tersebut. Pater Rektor Willy Lehman SVD mengizinkan saya tinggal seminggu atau 10 hari untuk menyelesaikan publikasi tersebut.

Suatu hari saya bertemu Pater Kurt Bard SVD, salah seorang guru seminari. Dia bertanya kepada saya mengenai rencana hidup saya selanjutnya, dan saya bilang bahwa saya ingin kuliah tapi tidak mempunyai dana, jadi saya akan mencari kerja dulu. Pater Bard menceriterakan bahwa Pater Alex Beding di Ende memerlukan karyawan untuk bekerja di penerbit Nusa Indah. Jadi, kalau mau saya bisa melamar kerja di Nusa Indah. Dia juga bilang bahwa dia dengar sudah ada beberapa mantan seminarist Mataloko yang bekerja dengan Pater Alex. Dan para mantan ini, ternyata adalah Albert Pantaleon dan Aloy L. Madja, dua orang senior yang sudah keluar dari seminari dan bergabung dengan Pater Alex di Nusa Indah.

Maka dengan semangat saya menulis surat lamaran kerja dan akan menyerahkannya di Nusa Indah waktu saya mampir di Ende dalam perjalanan pulang ke Maumere. Dalam hati saya berharap dan berdoa semoga Pater Alex ada di Ende sehingga saya bisa bertemu dan menyerahkan langsung surat lamaran kerja tersebut.

Setelah menyelesaian penerbitan Florete, saya berangkat ke Ende  dan bermalam di Biara Bruder Conradus (BBC). Keesokan paginya naik truk bersama para bruder ke Nusa Indah, dan saya beruntung karena Pater Alex ada dan saya bisa bertemu dan menyerahkan surat lamaran kerja.

Lamaran saya diterima dan ditanya oleh Pater kapan  bisa mulai bekerja. Saya minta izin pulang kampung dulu selama 3 minggu untuk bertemu orang tua  dan sanak saudara, dan untuk mengabarkan bahwa saya berhenti dari seminari dan akan mulai bekerja di Nusa Indah.

Hari itu juga saya bertemu dan berkenalan dengan staf Nusa Indah seperti Thom Wignyanta, E. P. Boleng dan dua senior ‘senasib’ dari Mataloko: Albert Pantaleon dan Aloy L. Madja. Kelak Albert Pantaleon menjadi pegawai Dinas Pertanian propinsi NTT di Kupang, sedang Aloy L. Madja merantau ke Jakarta kemudian masuk Departemen Luar Negeri RI dan kelak menjabat Duta Besar Indonesia  untuk Republik Chili.

Setelah liburan, saya berangkat ke Ende untuk bekerja di Nusa Indah. Mula-mula saya menumpang di BBC, kemudian di rumah keluarga Bapak Benyamin Ladjar di Jl. Kelimutu. Waktu itu para staf Nusa Indah tinggal di “Wisma Paupire”, sebuah rumah di komplek BBC dekat asrama Wirajaya. Di sini tinggal Thom Wignyanta, Pax Boleng dan Albert Pantaleon. Rumah itu juga sedang dibangun tambahan kamar untuk staf  yakni saya dan El Moritz Parera yang baru dipanggil pulang dari kuliahnya di Jakarta untuk memperkuat tim Nusa Indah.

Tiga tahun lebih saya bekerja di bawah Pater Alex Beding bersama rekan-rekan, baik di penerbitan buku-buku oleh Nusa Indah maupun kemudian pada Oktober 1973 pada majalah dwimingguan DIAN. Dalam periode itu saya menerjemahkan/menyadur dua buku berbahasa Inggris yaitu buku kecil berjudul “Pierre Teilhard de Chardin – Priest and Evolusionist” serta buku “Great Ideas from the Great Books” karya Mortimer J. Adler. Buku kedua ini dalam edisi Indonesia dibagi menjadi tiga seri dengan judul “Tanya Jawab Aneka Masalah I, II dan III”.

Pada tanggal 24 Oktober 1973, kami terbitkan majalah dwimingguan umum DIAN, dengan P. Alex Beding sebagai Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi, Ben Oleona sebagai Redaktur Pelaksana, Thom Wignyanta sebagai Sekretaris Redaksi. Kami para staf Nusa Indah merangkap jadi wartawan/reporter DIAN.

Pada waktu yang bersamaan juga terbit majalah bulanan anak-anak KUNANG-KUNANG yang redaksinya ditangani oleh Sr. Emmanuel Gunanto, OSU dari Santa Ursula, Ende.

Selama bekerja di Nusa Indah dan DIAN, dari akhir 1971 sampai akhir 1974, saya mendapat banyak pelajaran dan pengalaman yang sangat berarti, yang menjadi bekal bagi karya profesional saya selanjutnya. Dan ini semua selalu berkaitan dengan dunia tulis-menulis, perbukuan, jurnalistik dan public relations atau corporate communications.

Dari Thom Wignyanta, saya belajar menulis, menerjemahkan atau menyadur buku; dari  Ben Oleona saya belajar menjadi wartawan atau reporter, dan baik untuk buku maupun majalah, profesor saya adalah Pater Alex Beding SVD. (Bagian kedua – bersambung)

Related Post

Leave a Reply