TEMPUSDEI.ID (7/11)-Lahir dari orang tua yang hidup saleh dan aktif dalam berbagai kegiatan di gereja membuat Petrus Canisius Mandagi kecil dan saudara-saudarinya tidak jauh-jauh dari gereja. Papa mereka menjadi kepala umat di Stasi Kamangta, Minahasa. Sang ayah pun sering memimpin ibadah kalau tidak ada kunjungan pastor. Ibu mereka menjadi ketua WKRI.
Dari orang tua, jelas sosok yang kemudian dikenal sebagai Uskup Mandagi ini, mereka terpesona dengan hidup sebagai pelayan Gereja. Dari situ pula secara perlahan namun pasti, tumbuh benih-benih keinginan untuk masuk biara.
Alhasil, dari enam orang bersaudara, lima orang masuk biara. “Yang paling tua (wanita) menikah, anak kedua suster biarawati, ketiga saya uskup, anak keempat Frater CMM, kelima imam, keenam Frater CMM,” jelas mantan Ketua Komisi Keadilan dan Perdamaian KWI ini kepada tempusdei.id.
“Yang mendorong tentu saja adalah semangat untuk melayani orang lain, seperti dicontohkan oleh orang tua,” tambah mantan Provinsial MSC yang menerima tahbisan imam pada 18 Desember 1975 dan tahbisan Uskup pada 18 September 1994 ini.
Mandagi lalu melanjutkan bahwa dalam keluarganya ada suasana iman, pengharapan dan kasih. “Inilah lahan panggilan. Memang masing-masing kami ambil keputusan sendiri untuk menjadi biarawan-biarawati dan imam. Namun, karena satu keluarga, pasti kami saling memengaruhi,” jelas mantan Ketua Komisi Hubungan Antar Agama KWI ini.
Uskup Mandagi lalu menitip pesan kepada keluarga-keluarga Katolik untuk mewarnai hidup keluarga dengan iman, harapan dan kasih. Orangtua menurut Mandagi, harus menjadi contoh.
Atas pilihan Uskup Mandagi dan saudara-saudarinya masuk biara, kedua orang tua mereka sangat mendukung, bahkan bangga dengan pilihan mereka.
Lantas, bagaimana Uskup Keuskupan Agung Merauke ini merawat panggilannya? Mgr Mandagi mengaku tidak melupakan Ekaristi, Firman dan Doa. “Betapa pentingnya Ekaristi, Firman dan Doa. Dan tidak kalah penting juga ialah hidup persaudaraan,” jelasnya lagi.
Tentang kebiasaannya berani bicara apa adanya, Uskup Mandagi mengatakan bahwa memang begitulah sifatnya. “Saya tidak takut mengatakan yang benar. Kristus menjadi contoh hidup saya,” pungkasnya. (tD)