Oleh Pater Kimy Ndelo, CSsR, Provinsial Redemptoris
TEMPUSDEI.ID (26/12/21)-Paus Paulus VI pernah mengatakan bahwa perayaan “Pesta Keluarga Kudus” mengingatkan kita akan satu kualitas keluarga yang harus dimiliki oleh setiap keluarga. Menurutnya, keluarga kudus adalah keluarga yang menanam dan menyuburkan sikap diam.
Sejak Yosef mengambil Maria sebagai istrinya dan melahirkan Yesus, mereka membangun keluarga dalam sikap diam, hening dan lebih banyak berpikir dan merenung. Mereka bukanlah keluarga yang banyak bicara melainkan bekerja dalam ketenangan.
Dalam sikap diam, Maria mendengar pesan Malaikat akan kelahiran Yesus dan menjawab dengan sebuah pengakuan: Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan. Jadilah padaku menurut kehendak-Mu. (Luk 1:38).
Dalam sikap diam pula Maria mendengarkan cerita penampakan para malaikat yang disampaikan oleh para gembala. “Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya” (Luk 2:19)
Yusuf juga merupakan pribadi yang diam, bahkan tak ada satu kata pun yang diucapkannya dalam kisah kelahiran Yesus. Ketika dia bingung bagaimana mengambil keputusan tentang Maria yang sudah hamil sebelum mereka menjadi suami istri, malaikat mendatanginya dalam mimpi dan menjelaskan apa yang terjadi dengan Maria dan anak yang dikandungnya.
Tanpa sepatah kata “Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan kepadanya” (Mat 1:24).
Demikian halnya ketika dia diminta untuk menyelamatkan anaknya ke Mesir, dan kemudian kembali dari Mesir ke Israel, dia melakukan semua perintah Tuhan tanpa sepatah kata keluar dari mulutnya.
Keluarga yang diam akan mudah mendengar suara ilahi. Keluarga yang tenang akan mudah menghadapi persoalan dan menemukan jalan keluarnya. Keluarga yang hening akan mudah pula menciptakan ruang untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Keluarga yang damai akan menjadi oase yang indah bagi anak-anak untuk tumbuh dan berkembang secara sehat.
Seorang hakim agung pernah mengatakan kepada pasangan muda yang baru menikah: “Ingat, jangan menjadikan rumahmu sebagai ruang pengadilan tempat kalian mempersoalkan siapa yang benar dan siapa yang salah, siapa yang menang dan siapa yang kalah. Tak akan pernah ada yang menang.
Tapi jadikanlah rumahmu sebagai ruang pengakuan tempat masing-masing berusaha menemukan kelemahannya sendiri, mengakuinya dan memperbaikinya”.
Masalah dalam keluarga terjadi ketika setiap orang berbicara dan tidak lagi mau mendengarkan satu sama lain. Jika tak mau mendengarkan yang kelihatan, apalagi yang tak kelihatan.
It is better in prayer to have a heart without words, than words without a heart (Mahatma Gandhi). “Lebih baik dalam doa mempunyai hati tanpa kata-kata, daripada kata-kata tanpa hati”.
Salam Damai Natal dari Konventu Redemptoris Weetebula, Sumba NTT