Fri. Nov 22nd, 2024

Oleh Pater Kimy Ndelo, CSsR, Provinsial Redemptoris

TEMPUSDEI.ID (2/1/22)-Hari Minggu ini merupakan Hari Raya Epiphania. Akar kata Yunani ini berarti “penampakan atau manifestasi”. Aslinya, istilah ini digunakan ketika seorang raja berkunjung ke sebuah wilayah kerajaannya. Ketika dia datang semua orang berseru: Epiphania!

Dalam khazanah iman kristiani istilah ini dimengerti dan dipraktikkan secara berbeda oleh dua Gereja yang mempunyai tradisi liturgi tertua di dunia.

Yang pertama Geraja Katolik Roma atau dikenal juga sebagai Gereja Barat. Di gereja ini Epiphania merupakan perayaan penampakan Yesus kepada orang-orang kafir (gentiles), hal mana diwakili oleh ketiga Majus atau dikenal sebagai para ahli bintang dari bagian timur Palestina yani Persia.

Yang kedua, Gereja Ortodox atau dikenal sebagai Gereja Timur. Di Gereja ini, yang dirayakan justru Pembaptisan Yesus di sungai Yordan. Mereka beranggapan bahwa pada saat pembaptisan itulah Yesus menyatakan diri-Nya kepada dunia: dimana Dia diperkenalkan oleh Yohanes Pembaptis dan dinyatakan sendiri oleh Allah; Inilah Anak-Ku yang Kukasihi.

Konsekwensi dari perayaan Gereja Timur ini lalu berdampak pada perayaan Natal. Bagi mereka, perayaan Natal mengenangkan Penampakan Yesus kepada Tiga Majus, dan biasanya terjadi pada tanggal 6 Januari.

Terlepas dari perbedaan penafsiran akan arti “epiphania”, pada dasarnya Epiphania merupakan cara Gereja untuk mengakui dan mewartakan bahwa Yesus tidak hanya diutus untuk orang Yahudi saja melainkan untuk semua bangsa atau umat manusia. Kristus tidak dilahirkan hanya bagi kelompok manusia tertentu melainkan bagi seluruh penghuni muka bumi.

Hal ini senada dengan lagu pujian para malaikat pada malam kelahiran Yesus: “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.” (Luk 2:14).

Dan Maria adalah pribadi yang pertama kali mengungkapkan sifat universalitas pribadi dan kelahiran Yesus: “Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia” (Luk 1:48b). Istilah “segala keturunan” tentu merujuk pada umat manusia yang datang sesudah peristiwa kelahiran Yesus.

Hal ini kemudian dirumuskan dengan lebih konkret oleh Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Efesus: “…bahwa orang-orang bukan Yahudi, karena Berita Injil, turut menjadi ahli-ahli waris dan anggota-anggota tubuh dan peserta dalam janji yang diberikan dalam Kristus Yesus” (Ef 3:6).

Istilah “Gereja Katolik” merupakan penghayatan nyata dari sifat dan peran universalitas Yesus Kristus bagi dunia, bukan sebaliknya membatasi diri pada Gereja tertentu yang dipimpin oleh Paus di Roma.

Simak bagaimana istilah “katolik” pertama kali digunakan oleh Ignasius dari Antiokhia ketika menulis surat kepada jemaat di Smyrna pada tahun 107:  “Di manapun uskup nampak, hendaknya demikian juga sejumlah besar orang harus ada; sepertinya halnya di mana pun Yesus Kristus ada, di situ ada Gereja Katolik”.

Pesta Epiphania mengingatkan kita akan sifat Katolik atau universalitas iman kita, dan dengannya kita terdorong untuk mewujudkannya. Konsekwensinya, kita mempunyai kewajiban “menyatakan” siapa Yesus kepada semua orang dalam jangkauan kita.

Menjadi orang Katolik berarti menjadi orang Epiphania!

Salam Tahun baru dari Biara Santo Alfonsus-Konventu Redemptoris Weetebula, Sumba “tanpa wa”.

Related Post