Oleh Eleine Magdalena, Penulis buku-buku renungan best seller
Santa Theresia dari Lisieux tahu apa yang terpenting dalam hidup rohaninya, yaitu mencintai Allah dengan jiwa sebagai anak kecil. Dia hanya menghendaki Allah saja. Dia ingin mencintai Allah demi Allah sendiri. Yesus dalam Injil Luk 12:54 mengingatkan kita untuk memilih dan memutuskan apa yang benar dan terpenting dalam hidup kita.
Orang-orang Yahudi di Palestina biasa membaca cuaca. Tapi mereka tidak dapat menilai bahwa Kerajaan Allah sedang datang dalam diri Yesus. Mereka tidak melihat dengan mata iman bahwa Yesuslah Penyelamat yang dinubuatkan para nabi.
Yesus mengajak mereka berpikir serius dan mengambil keputusan untuk percaya pada kabar keselamatan.
Kita pun sering mengabaikan Tuhan dan tidak menganggap penting sabda-Nya. Injil menjadi tidak menarik karena kita lebih berpegang pada pemikiran dan keinginan sendiri.
Kita semua sedang menuju pengadilan Allah seperti menghadap penguasa atau pemerintah yang digambarkan dalam Injil Lukas 12:54-59. Kita perlu menggunakan waktu yang ada dalam perjalanan hidup ini untuk berdamai dengan diri sendiri, orang lain dan Tuhan. Banyak konflik dalam diri kita maupun dengan orang lain dapat dibereskan jika kita sungguh percaya dan melakukan Sabda-Nya. Sebagaimana St. Theresia dari Lisieux, kita pun dapat bersandar pada rahmat dan bantuan Allah dalam melakukan kehendak-Nya. Jika kita sulit mengampuni kita perlu meminta rahmat dan kekuatan dari Tuhan sambil terus melatih diri walaupun masih sulit.
Selagi masih ada waktu, senyampang dapat dikatakan hari ini, baiklah kita membereskan masalah-masalah kita dengan orang lain, meluruskan cara pandang agar kita berdamai dengan diri sendiri dan orang lain. Kita perlu memikirkan kembali yang terpenting dalam hidup kita, yaitu mencintai Allah di atas segalanya dan dalam diri sesama agar kelak kita dibenarkan dalam pengadilan akhir.
Keadilan Allah yang sering membuat orang takut, menjadi sumber sukacita bagi St. Theresia dari Lisieux. Ia percaya bahwa Tuhan Mahaadil dan penuh belas kasih dan kelembutan. St. Theresia dari Lisieux tidak pernah kehilangan kepercayaan akan belas kasih Bapanya. Jika ia berdosa dengan hati remuk-redam, ia akan melemparkan diri ke dalam pelukan Bapa. Ia yakin dosanya yang banyak itu akan hilang bila dilemparkan dalam lautan kerahiman Allah.
Sudahkah kita mengambil keputusan untuk percaya kepada kabar gembira? Percayakah kita bahwa Allah Bapa penuh belas kasih dan berlimpah kerahiman-Nya, sehingga Ia memberi ampun bagi orang berdosa yang minta pengampunan?