Oleh Eleine Magdalena, Penulis buku-buku renungan best seller
TEMPUSDEI.ID (31/1/22)-Ada kalanya saya tidak dapat berdoa. Hati saya tidak tenang. Pikiran saya kacau. Khususnya selama beberapa bulan ketika mama sakit. Saya tetap berusaha berdoa, menghadiri misa setiap hari. Namun, saya tidak menemukan Tuhan. Hati saya banyak dipenuhi kecemasan.
Dalam pikiran berkecamuk banyak hal. Semua ini bercampur menjadikan saya seperti orang yang kehilangan pegangan. Di mana Tuhan? Yang biasanya dapat saya temui dalam doa. Di mana Tuhan yang biasanya selalu menjadi tempat saya bersandar dan mengeluh.
Saya merasa sangat sedih “kehilangan” Tuhan. Hal ini berlangsung sampai beberapa minggu. Hingga suatu siang seperti biasa saya masuk ke kamar doa untuk berdoa pribadi. Tidak seperti hari-hari sebelumnya, saya begitu tenang. Saya merasa damai karena “ada” Tuhan di hati.
Tuhan selalu ada, tetapi saya sering on and off terhadap Tuhan. Jika rasa cemas saya makin besar, maka Tuhan tidak mempunyai tempat dalam hati saya. Namun, ketika saya melepaskan kecemasan dan segala macam kekalutan, Tuhan mempunyai “tempat” dalam hati saya.
Tuhan berhak mendapat tempat teratas, tempat paling penting, tempat paling istimewa dalam hati kita. Saya bersyukur sekali bahwa rahmat-Nya cukup bagi saya. Tuhan mengingatkan Paulus: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna” (2 Kor 12:9).
Dalam kelemahan dan ketidakberdayaan saya untuk “menggapai” Tuhan, Dia yang penuh belas kasih dan ke-murahan “mendekati saya”.
Yesus mengetuk di pintu hati kita. Yesus bersabda: “Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetuk: jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku” (Why 3:20).
Ketika hati saya galau, hati saya “ribut” dengan banyak masalah, ambisi, kecemasan, iri hati maka saya tidak dapat mendengarkan ketukan lembut Tuhan di pintu hati. Saya tidak mengajak Yesus masuk untuk menenangkan angin ribut di kepala, di hati, di keluarga, di pekerjaan, di hidup saya. Padahal Yesus selalu ada bersama saya.
Saya sering “cuek” terhadap Yesus. Saya pikir masalah saya terlalu besar sehingga saya tidak punya waktu lagi buat Yesus. Saya menghilangkan waktu doa dan misa harian karena begitu banyak hal yang harus dibereskan.
Justru di balik kesulitan tersembunyi banyak rahmat atau blessing in disguise. Ketika saya sulit berdoa mungkin Tuhan sedang “membiarkan” saya sesaat untuk menyadarkan betapa saya sangat membutuhkan rahmat dan bantuan-Nya untuk dapat berdoa.
Dia membenahi hati saya agar tidak menjadi sombong atau mengira dapat mengatur Tuhan. Dia memurnikan hati saya agar tidak mencari kesenangan atau hiburan dalam doa melainkan semata-mata mencari Tuhan. Dia membersihkan hati saya agar lebih murni bagi-Nya.
Mungkin sesaat Tuhan “bersembunyi” untuk sekadar menyadarkan betapa saya merindukan dan membutuhkan-Nya. Dalam kehampaan dan kekeringan itu makin besarlah dahaga saya akan Dia satu-satunya Sahabat dan Penolong. Dalam kepapaan, saya berseru dan Tuhan mendengarkan. “Jika engkau mencari Dia, maka IA berkenan ditemui olehmu”(1 Taw 28:9).
Terima kasih Tuhan karena sesaat Engkau “bersembunyi” hanya untuk memberi saya kerinduan yang lebih besar lagi terhadap-Mu. Terima kasih karena Engkau selalu mencintai saya dan membiarkan diri-Mu ditemukan jika kami bersungguh hati mencari-Mu.