Pater Kimy Ndelo, CSsR, Provinsial Redemptoris
TEMPUSDEI.ID (13/2/22)-Ada dua Sabda Bahagia dalam Kitab Suci. Satu dari Injil Mateus (Mat 6) dan yang satunya lagi dari Injil Lukas (Luk 6). Kedua Macarios ini bisa disebut Magna Carta Kristiani.
Ada kemiripan sekaligus perbedaan. Kata dasarnya Macarios, yang mengandung arti “Terberkati”. Dalam bahasa Ibrani nadanya bukan sekadar pernyataan melainkan seruan. Harafiahnya berbunyi: O terberkati orang miskin! Dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan kata: Berbahagialah.
Sabda Bahagia dalam Matius terucap di atas bukit. Dalam Lukas terjadi di dataran rendah. Dalam Injil Matius lebih panjang, ada 8 Sabda Bahagia. Dalam Injil Lukas, hanya 4 Sabda Bahagia dan 4 Sabda Celaka atau Kutukan.
Kesamaannya terletak pada gaya kontras, kaya-miskin, kenyang-lapar, tertawa-menangis, yang diterima dan ditolak. Dijelaskan pula siapa yang diberkati dan alasan mereka diberkati.
Sabda bahagia di sini mempunyai dua makna: eskatologis dan duniawi. Makna eskatologis berarti, kebahagiaan atau terberkatinya orang miskin, menderita dan tersingkirkan, bukan terutama tentang keadaan di dunia ini, dalam hidup sehari-hari. Ini berbicara tentang masa depan, pada kehidupan nanti. Berbahagia dan celaka adalah situasi setelah kehidupan dunia ini.
Makna duniawi berarti kebahagiaan atau terberkati selama hidup di dunia. Mengapa orang-orang macam ini terberkati? Bukankah kemiskinan atau penderitaan sering dianggap kutuk?
Kontradiksi lain, jika mereka yang miskin, menderita dan disingkirkan adalah orang-orang yang diberkati atau berbahagia, lalu mengapa orang lain harus berusaha menolong mereka keluar dari situasi yang menyedihkan ini? Di sinilah menariknya ungkapan Yesus yang benar-benar tak terduga.
Jawabannya ini: Ada perbedaan antara mereka yang berada dalam situasi miskin, menderita dan tersingkir karena memang dipaksa oleh keadaan – biasanya karena tekanan sosial-politik dan mereka yang memang memilih jalan hidup miskin. Sebagai contoh Santo Fransiskus Asisi atau Santa Teresa dari Calcutta. Mereka memilih jalan hidup miskin demi solidaritas dengan mereka yang miskin. Yang terakhir ini pasti sungguh bahagia, di dunia sekarang maupun nanti.
Mereka yang dipaksa oleh situasi, dan miskin bukan sebagai pilihan adalah orang-orang yang harus ditolong dengan cara berbagi apa yang dimiliki. Mereka yang kaya dan puas dengan diri mereka sendiri dan tak punya kemauan untuk berbagi, merekalah yang dianggap celaka atau terkutuk.
Dengan kata lain, Yesus dalam Sabda Bahagia ini ingin menegaskan dan mengajarkan agar kemakmuran yang sesungguhnya milik bersama dibagi secara adil dengan orang-orang yang tidak beruntung sehingga mereka pun berbahagia dan merasa terberkati.
Terberkatinya orang-orang ini terletak pada sikap orang lain yang hidupnya lebih beruntung. Dengan kata lain, jika anda ingin melihat orang lain bahagia, itu tugasmu. Lakukan sesuatu untuknya!
Seorang petani sepanjang hidupnya sibuk mengurus tanah pertanian dengan bantuan seekor kudanya. Suatu hari kudanya hilang. Temannya datang dan mengucapkan rasa simpati. “Sungguh memalukan pencurian itu”, kata temannya. Dia hanya menjawab: “Siapa yang tahu? Tuhan pasti tahu!” Beberapa hari kemudian kudanya kembali ke kandang. Temannya datang dan ikut bergembira: “Sungguh membahagiakan”, katanya. Jawabnya sama: “Siapa yang tahu? Tuhan pasti tahu!”
Tak lama kemudian, anaknya yang berumur belasan tahun jatuh dari kuda dan kakinya patah. Datang lagi temannya seperti biasa. “Ikut sedih atas anakmu”, katanya. Jawabnya: “Siapa yang tahu? Tuhan pasti tahu!”.
Beberapa hari kemudian, datanglah perintah dari kerajaan agar setiap remaja belasan tahun ikut wajib militer untuk perang melawan negara lain. Anaknya tak terpilih karena kakinya patah. Lagi-lagi temannya datang: “Sungguh anakmu beruntung”. Jawabnya tak berbeda: “Siapa yang tahu? Tuhan pasti tahu!”
Ya, kita mungkin tak tahu mengapa, tapi Tuhan pasti tahu!
Salam dari Asrama Padadita, Waingapu, Sumba “tanpa wa”