Fri. Nov 22nd, 2024

Pater Kimy Ndelo, CSsR, Provinsial Redemptoris

Santo Antonius dari Mesir pada abad ke-3 meninggalkan hidup normalnya di tengah masyarakat dan tinggal di padang gurun sebagai pertapa. Dia berpikir, dengan cara itu dia terhindar dari gonaan setan.

Setan dan kawan-kawannya ternyata mengikuti dia. Untuk menghindarkan dia dari hidup suci, mereka menyerang dia dengan segala cara; melalui penampakan yang menakutkan sampai kekerasan fisik.

Ketika dia berpuasa atau berdoa lebih keras, mereka menggoda dia supaya jangan terlalu berpuasa dan berdoa.

Jika dia tidak mampu ditipu dengan kesombongan, mereka membuat dia hidup dalam kekecewaan. Antonius terus bertahan, tapi dia benar-benar berjuang sendirian.

Suatu hari ketika kuasa neraka mencekik dia dengan sisa sedikit sekali kemungkinan untuk hidup, suatu cahaya dari surga tiba-tiba turun menerangi dia dan setan-setan melarikan diri.

Sadar bahwa dia ditolong oleh kuasa surga, Antonius menyeru kepada Allah: “Di manakah Engkau Tuhanku dan Guruku? Mengapa Engkau tidak datang sejak awal untuk menghentikan penderitaanku?”

Allah menjawab: “Antonius, Aku selalu di sini, tetapi Aku ingin melihat bagaimana engkau bertindak. Sekarang, karena Aku tahu bahwa engkau bertahan dan tidak menyerah, Aku akan menjadi penolongmu selamanya, dan Aku membuat engkau termasyur di mana-mana”.

Setiap orang pasti mengalami godaan setan. Yesus, dalam bacaan Injil hari ini, mengalami godaan itu ketika dia berdoa dan berpuasa selama 40 hari di padang gurun.

Gambaran Injil Mateus dan Lukas tentang drama godaan yang dialami Yesus, adalah sebuah penampakan akan perjuangan jiwa dan batin Yesus menghadapi godaan-godaan yang datang selama masa hidup dan karya-Nya.

Di sini terlihat jelas bagaimana setan hendak membatalkan usaha Yesus untuk memenuhi kehendak Bapa di surga untuk menyelamatkan manusia dari dosa.

Secara garis besar dapat dilukiskan bahwa Yesus mau ditarik dalam ranah Mesias politik sebagaimana harapan bangsa Israel. Yesus juga digoda untuk memanfaatkan kuasa ilahi demi popularitas pribadi. Yesus bahkan hendak dijauhkan dari penderitaan. Semua ini ditolak oleh Yesus karena menyimpang dari kehendak Bapa yang mengutus Dia.

Menariknya, godaan-godaan yang dialami Yesus bukan untuk melakukan dosa. Ini adalah godaan dalam lingkup ketaatan kepada kehendak Allah.

Menurut para Bapa Gereja, godaan-godaan ini berpusat pada keinginan daging (roti untuk dimakan), keinginan mata dan hati (menguasai semua kerajaan) dan kesombongan hidup (menjatuhkan diri dari bubungan bait Allah karena akan ditolong).

Yesus berhasil mengatasi godaan-godaan ini karena Dia tahu siapa diri-Nya, Dia tahu tujuan hidup-Nya dan Dia tahu kehendak Allah atas diri-Nya. Ketiga aspek ini adalah senjata utama melawan godaan-godaan setan.

Hidup kita bisa jadi juga penuh godaan. Dunia ilmu pengetahuan yang semakin maju seringkali mengabaikan kehadiran setan. Bahkan seringkali setan dianggap tidak ada. Setan dianggap produk imajinasi liar para agamawan.

Akan tetapi faktanya dunia tidak hanya tentang apa yang kelihatan atau disentuh. Dunia juga berkaitan dengan apa yang dirasakan; membuat takut, cemas dan gelisah. Ini bukan sekadar simptom psikologis, tetapi karena sesuatu yang lain di luar diri kita.

Mengabaikan kehadiran setan berarti juga meniadakan salah satu alasan mendasar lahirnya agama-agama di dunia.

Percaya adanya setan dan godaannya tidak membuat orang menjadi bodoh. Yesus percaya akan adanya godaan setan, mengalahkannya, dan karenanya Dia diingat dan dikenang sampai hari ini. Yesus hidup abadi karena tidak dikuasai setan.

Lebih baik membuat setan tetap berada di luar diri kita daripada berjuang melawan setan di dalam diri kita.

Salam dari Biara Maria MPH, Kalembu Nga’a Bongga (KNB), Weetebula, Sumba “tanpa wa”.

Related Post