Mon. Nov 25th, 2024

Pater Kimy Ndelo, CSsR, Provinsial Redemptoris

TEMPUSDEI.ID-Kisah Injil minggu pertama Prapaskah memperkenalkan kepada kita kemanusiaan Yesus dengan kisah pencobaan di padang gurun. Pada minggu kedua ini kita merenungkan keilahian Yesus dengan kisah penampakan kemuliaan di atas gunung (Tabor).

Kisah ini biasa disebut transfigurasi atau perubahan wujud. Karena yang terjadi adalah wujud Kristus manusia nampak dalam keilahian, maka peristiwa ini bisa disebut juga sebagai Kristofani. Peristiwa ini dialami Yesus ketika Dia sedang berdoa.

Penampakan keilahian Yesus terjadi sekurang-kurangnya karena tiga alasan: Pertama, Dia ingin berbicara dengan Allah Bapa yang mengutus-Nya, untuk memastikan rencana Allah: penderitaan, kematian dan kebangkitan.

Kedua, untuk meyakinkan para murid akan status ilahi-Nya, sehingga mereka tidak lagi tergoda untuk mengejar impian politik mereka berdasarkan pemahaman yang keliru tentang Yesus sebagai Mesias politik. Dengan ini mereka juga dikuatkan untuk menghadapi saat-saat penderitaan Guru dan Sahabat mereka, Yesus.

Ketiga, penampakan Yesus dalam kemuliaan surgawi ini juga untuk menunjukkan bahwa Dia adalah orang benar di mata Allah. Paham Yudaisme abad pertama percaya bahwa mereka yang masuk surga akan memperoleh tubuh surgawi (1 Kor 14: 42-49).

Hal yang terakhir ini bisa menjelaskan mengapa Musa dan Elia yang tampil saat itu. Di gunung Sinai, setelah perjumpaan dengan Allah, wajah Musa bersinar dengan cemerlang (Kel 21:1; 34:25). Di atas gunung Horeb kemuliaan Allah lewat di depan Musa dalam bentuk “angin sepoi-sepoi basa” (1 Raj 19,12). Dua pribadi ini merupakan tokoh Perjanjian Lama yang mengalami kemuliaan Allah secara langsung.

Hal yang paling menarik di sini adalah bahwa kemuliaan Allah dialami secara nyata dalam doa. Tentu sangat mungkin bahwa Allah dialami melalui pengalaman hidup harian yang biasa-biasa saja. Tetapi dalam doa, Allah bisa menampakkan kemuliaan-Nya, dan dengan itu hati kita tertuju pada hal-hal surgawi ketimbang duniawi.

Seperti Yesus, hari-hari ke depan mungkin akan menjadi sulit bahkan penuh dengan ketakutan dan penderitaan. Tapi mengetahui dengan pasti bahwa ini adalah cara Allah untuk membawa kita pada kemuliaan surgawi akan membuat kita kuat dan bertahan.

Beriman itu biasa, tapi tetap setia dalam iman saat hidup menjadi berat dan sulit, itu luar biasa. Kekristenan bukan sejenis mie instan, disiram air langsung jadi makanan enak. Kekristenan merupakan proses transformasi hari demi hari, melalui pencobaan, kesulitan dan penderitaan.

Salam hangat dari  Biara Novena MBSM, Kalembu Ngaa Bongga (KNB), Weetebula Sumba “tanpa wa”.

Related Post