Fri. Nov 22nd, 2024
Pater Kimy Ndelo. CSsR

Pater Kimy Ndelo, CSsR, Provinsial Redemptoris

Raja Prusia, Frederick Agung pernah mengunjungi penjara Berlin. Semua tahanan berlutut di hadapannya sambil menyatakan diri tidak bersalah – kecuali satu orang, yang tetap diam. Frederick memanggilnya, “Mengapa kamu di sini?” “Perampokan bersenjata, Yang Mulia,”  jawabnya. “Dan apakah kamu merasa bersalah?” “Ya memang, Yang Mulia, saya pantas menerima hukuman saya.”

Frederick kemudian memanggil sipir dan memerintahkannya, “Lepaskan penjahat yang bersalah ini segera. Saya tidak akan membiarkan dia ditahan di penjara ini di mana dia akan merusak semua orang tak bersalah yang baik yang ada di dalam!”

Kisah “Anak Yang Hilang” , dalam injil hari ini (Luk 15:1-32) sejatinya mendapat banyak pujian sepanjang sejarah penafsiran Kitab Suci. Charles Dickens misalnya menyebut kisah ini sebagai “Cerpen teragung di dunia”. Kadang disebut juga Injil dari Injil.

Rembrant  seorang pelukis termasyur dari Belanda pada abad 17 melukis kisah ini dengan judul: Kembalinya anak yang hilang.

Singkatnya, para ahli Kitab Suci dan para seniman besar mengangkat tema ini dengan berbagai cara sehingga kisah ini sungguh melekat dan hidup di hati orang beriman selama berabad-abad.

Ada tiga karakter utama dalam kisah ini. Satu, anak bungsu yang bertobat. Dua, ayah yang mengampuni. Tiga, pembenaran diri oleh anak sulung.

Satu hal yang menarik di sini tetapi kurang mendapat perhatian adalah bahwa anak yang hilang sesungguhnya ada. Yang bungsu maupun yang sulung. Setelah yang bungsu pulang, yang sulung malah pergi dalam kekecewaan atas sikap baik dan pemaaf ayahnya.

Meskipun kisah anak yang hilang sering diberikan sebagai contoh pertobatan, itu sebenarnya adalah kisah tentang bagaimana Tuhan mengampuni dan menyembuhkan orang berdosa yang bertobat. Seperti Tuhan, ayah dalam perumpamaan itu siap untuk mengampuni kedua putranya yang “berdosa” bahkan sebelum mereka bertobat.

Santo Thomas Aquinas menjelaskan bahwa Tuhan sudah mengampuni kita segera setelah kita bertobat, bahkan sebelum kita mengaku dosa atau melakukan penebusan dosa.

Pengampunan yang ditawarkan ayah dalam perumpamaan ini sejajar dengan pengampunan yang Tuhan tawarkan dalam kehidupan nyata. Itulah sebabnya Yesus dalam Injil sering menggambarkan Tuhan lebih seperti seorang pengacara pembela daripada seorang jaksa penuntut. Janganlah kita menjatah rahmat Tuhan, karena Dia adalah kekasih yang “hilang”.

Kebebasan yang kita miliki membawa kita pada dua pilihan sikap. Pertama, pergi dan befoya-foya dengan harta kekayaan dan dalam kehancuran moral tetapi pulang dengan penyesalan dan tobat seperti anak bungsu. Atau yang kedua, menjadi anak yang baik dan setia di rumah tetapi dengan menimbun kepahitan dan siap membuat perhitungan kapan saja, seperti anak sulung.

Kebaikan dan murah hati Tuhan kadang tidak masuk akal dan pertimbangan kita. Tapi itulah kekuasaan Tuhan yang tak bisa kita ganggu gugat.

Karena itu lebih baik bersalah dan merasa bersalah karena hal ini seringkali lebih mudah membuat kita bebas, daripada tidak bersalah dan merasa tidak bersalah.

Tapi siapa sih yang tidak pernah salah?

Salam hangat dari Biara Novena Maria MPS (Madre del Perpetuo Soccorso”), Kalembu Nga’a Bongga (KNB), Weetebula, Sumba “tanpa wa”.

Related Post