TEMPUSDEI.ID-Dalam situasi bangsa dan negara saat ini, Umat Kristen perlu menyadari bahwa peran dan kehadiran gereja tidak hanya untuk jemaat, tapi untuk bangsa dan negara Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Umum PGI Pendeta Jacky Manuputty ketika memberikan sambutan dalam Seminar Nasional yang diadakan oleh Forum Komunikasi Pria Kaum Bapak-PGI pada hari Selasa 10 Mei 2022 di Graha Oikumene, Salemba Jakarta Pusat.
Seminar bertajuk Kebangkitan dan Peran Umat Kristen dalam Kehidupan Kebangsaan tersebut digelar dalam rangka memeriahkan Paskah Nasional 2022.
Pada kesempatan yang sama, Pendeta Gomar Gultom Ketua Umum PGI mengatakan bahwa saat ini para calon kontestan 2024 mulai melakukan manuver yang terkadang tidak mementingkan kaidah etika dan moral.
Dia juga menduga, isu-isu agama akan menjadi kendaraan politik praktis yang bisa berakibat buruk pada persatuan kesatuan bangsa.
Seminar tersebut berharap, para pemimpin agama tidak terjebak dalam kepentingan politik dengan membawa dalil agama sebagai senjata memperoleh suara. Diharapkan, PGI sebagai organisasi tempat bersatunya gereja-gereja berperan aktif menjaga kestabilan, selalu menyuarakan kebenaran dan menjunjung kepentingan umum di atas segalanya.
Keynote Speaker DR. Jan. S. Marinka, Irjen Kementerian Pertanian sekaligus Ketua Paskah Nasional, dalam paparannya menyatakan bahwa warga gereja harus berperan aktif dalam upaya memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi di masyarakat.
Katanya, ketahanan nasional bukan hanya tugas aparat dan pemerintah, namun juga masyarakat termasuk warga gereja.
Elly Engelbert Lasut, Bupati Kepulauan Talaud pada kesempatan yang sama menyampaikan bahwa moderasi ditujukan kepada pemikiran dan jiwa manusia. Sejak diciptakan tandasnya, manusia selalu dihadapkan pada aneka perbedaan seperti perbedaan fungsi dan tujuan organ tubuh yang berbeda, dan justru ini membuat manusia hidup.
Sejatinya lanjut Elly, perbedaan merupakan kenyataan hidup bagi manusia sebagai individu dan sebagai masyarakat.
Muhammad Qodari, Direktur Indobarometer mengatakan, menjelang Pilkada 2024, bangsa Indonesia menghadapi banyak kompleksitas karena semua akan dilaksanakan secara serentak. Banyaknya kepentingan yang saling berkelindan membuat peta politik di Indonesia menjadi amat cair, muncul sentimen keagamaan yang dibalut berita bohong dan narasi negatif.
Hal ini jelasnya, lumrah dan banyak terjadi. Ini menyebabkan, keberagaman yang sebenarnya merupakan potensi bangsa, justru dijadikan kambing hitam perpecahan yang terjadi.
Solusi atas kompleksitas yang terjadi kata Qodari adalah kecerdasan dan kedewasaan berpolitik dari seluruh lapisan masyarakat dan tokoh pemersatu yang tidak memandang negara sebagai sarana pemenuhan syahwat politik, tapi menjadikan Pemilu sebagai pesta demokrasi, perayaan keberagaman demi mencari pemimpin yang berjuang semata-mata untuk menjaga persatuan dan kesatuan.
Iman Kebangkitan
Staff Khusus BPIP Benny Susetyo mengatakan, makna Paskah adalah mengimani bahwa maut dikalahkan dan menuju kehidupan kekal. “Sebagai warga gereja kita harus percaya diri dan memiliki ‘iman kebangkitan’ dengan berusaha membangun sistem nilai yang kita teladani dari Kristus yang senantiasa berpegang pada kebenaran dan kedamaian, selalu berusaha dan terlibat dalam menjaga persatuan dan kesatuan serta tidak terjebak dalam polarisasi politik,” kata Benny.
Umat Kristiani tambah Benny, harus menjadi garam dan terang sebagai penyeimbang dari ideologi-ideologi kematian yang menjebak masyarakat dalam narasi negatif dan berita bohong. Umat Kristiani harus memiliki spirit kebangkitan dengan meneladani Kristus, memegang peranan sebagai pejuang kebenaran, keadilan sekaligus perdamaian, lakukan politik suara hati yang semata-mata memperjuangkan kemanusiaan.
Benny berharap, umat Kristiani tidak terjebak dalam pertarungan wacana, namun bergerak nyata melalui gagasan-gagasan nyata bagi bangsa, yang tidak hanya bermanfaat bagi umat, namun juga seluruh bangsa dan negara.
Menurutnya, perlu ada agenda nyata, di mana kita membantu negara dalam upaya pemulihan setelah pandemi dimulai dari pangan, kesehatan hingga membangun sikap bahwa gereja-gereja sepakat tidak akan terjebak dalam polarisasi politik namun menjalankan nilai-nilai luhur, menjadi pembawa damai yang tercakup dalam Pancasila.”
Lebih lanjut kata Benny, perlu ada konsolidasi di antara umat kristiani agar mereka menjadi agen perdamaian dan persatuan dan kesatuan serta berusaha terlibat dalam upaya menjaga nilai-nilai luhur yang tercakup dalam Pancasila. “Jika Paskah dilaksanakan untuk merespon dan menghadapi fenomena yang terjadi di tengah masyarakat, niscaya umat kristiani tidak hanya berjalan sebagai penonton, namun benar-benar berperan aktif menjadi agen pembawa damai bagi bangsa dan negara” ujar Benny menutup paparannya. (tD)