Fri. Nov 22nd, 2024
Santo Yusuf dan Bunda Maria.

Oleh Pater Kimy Ndelo, CSsR

Perkawinan orang Yahudi tidak berbeda jauh dengan perkawinan tradisional lainnya.

Sistem perjodohan merupakan hal yang biasa. Perjodohan bahkan terjadi ketika anak-anak mereka masih kecil. Jauh sebelum perkawinan resmi pasangan ini menjalani upacara pertunanganan.

Status ikatannya seperti perkawinan suami istri kecuali dalam hal hubungan seksual. Ikatan ini hanya bisa dipisahkan oleh kematian dan perceraian.

Jika terjadi perceraian atau kematian maka salah satu disebut janda atau duda. Istri yang berzinah akan dilempari batu sampai mati di depan pintu rumah orangtuanya karena dianggap mempermalukan orang tuanya.

Nampaknya Yosef dan Maria berada dalam status ini. Tapi krisis terjadi karena Maria didapati sedang mengandung, padahal baru sebatas tunangan Yosef.

Yosef tidak tahu bahwa Maria dinaungi oleh Roh Kudus. Dia bingung, panik dan marah tetapi juga tidak sampai hati membiarkan Maria menerima hukuman sadis dirajam sampai mati.

Dalam situasi kalut dan bingung, Yosef mendapat pemberitahuan dari malaikat lewat mimpi akan kondisi Maria. Dia juga diminta untuk mengambil Maria sebagai istrinya.

Empat kali Yosef menerima pemberitahuan lewat mimpi. Yang pertama ketika dia diminta mengambil Maria sebagai istrinya (Mat 1:20). Yang kedua ketika malaikat meminta Yosef membawa istri dan anaknya mengungsi ke Mesir (Mat 2:13). Yang ketiga ketika dia diminta pulang dari Mesir (Mat 2:19). Dan yang keempat ketika dia diminta untuk tidak ke Yudea melainkan ke Galilea karena Arkhelaus menjadi raja di Yudea (Mat 2:22).

Dan empat kali pula Yosef tak pernah berkomentar. Dia menjalankan semua yang diminta kepadanya tanpa satu kata keluar dari mulutnya.

Ini mengingatkan sikap Abraham, bapak orang beriman. Yahweh meminta dia meninggalkan orangtua dan tanah kelahirannya dan kemudian mempersembahkan anak tunggalnya Ishak. Semua dituruti dan dilakukan tanpa sepatah kata.

Iman dalam diam berarti mendengarkan suara Roh Kudus dan melakukan perintah-Nya tanpa perlu berkata-kata.

Berdiam diri berarti membuka diri terhadap Tuhan dan membiarkan Dia berbicara, juga dalam diam.

Hidup kita kadang selalu dipenuhi dengan kata-kata atau suara-suara lain sehingga kita tidak mampu mendengarkan suara Tuhan.

Hidup kita dipenuhi dengan ceramah dan diskusi sehingga telinga kita tak mempunyai kesempatan untuk mendengarkan dengan jernih suara yang datang dari Allah.

Yosef yang diam dan taat memungkinkan rencana Allah terlaksana sempurna seperti yang kini kita alami. Rencana Allah seringkali bekerja lebih nyata melalui pribadi yang diam dan taat.

**

Seorang pembimbing retret berbicara kepada sekelompok bapak. Dia mengusulkan St Yosef sebagai model yang sempurna bagi mereka sebagai kepala keluarga mereka.

Saat itu, seorang peserta retret berkata: “Situasi Yosef sama sekali berbeda dengan saya. Dia adalah orang suci, istrinya tidak berdosa, dan Anaknya adalah Anak Allah. Saya bukan orang suci, istri saya bukannya tanpa dosa, dan anak saya bukanlah Anak Allah.”

Tanpa mengedipkan mata, pembimbing retret yang cerdas menjawab: “Apakah istri Anda hamil sebelum menikah, dan Anda tidak tahu oleh siapa? Apakah anak Anda meninggalkan rumah selama tiga hari, dan Anda tidak tahu di mana dia berada? Apakah Anda pernah terbangun di tengah malam dan didesak untuk melarikan diri dari ancaman pembunuhan anak Anda yang tidak bersalah?”

St Yosef adalah pria beriman yang luar biasa yang tidak pernah meragukan janji yang meyakinkan dari utusan Surgawi.

Yosef mempercayai firman Allah dan melakukannya serta memenuhi misi yang telah Allah berikan kepadanya.

Kita juga, dengan pertolongan-Nya yang selalu hadir, dapat melakukan hal yang sama.

Salam hangat dari Biara Novena MBSM, Kalembu Nga’a Bongga (KNB), Weetebula Sumba “tanpa wa”

Related Post