Oleh Romo Raymundus Sianipar, OFMCap
Pada hari Komsos yang ke-54 ini, Bapa suci Paus Fransiskus mengusung tema Hidup menjadi Cerita, yakni cerita yang membangun dan membantu kita menemukan akar dan kekuatan untuk bergerak maju.
Di tengah hiruk pikuk suara dan pesan yang membingungkan, kita membutuhkan cerita yang memandang dunia dan sekitar kita dengan kelembutan. Yang bisa menceritakan bahwa kita ini adalah bagian dari permadani hidup yang utuh dan terjalin satu sama lain.
Sejak anak-anak kita suka cerita; entah itu dongeng, novel, film, lagu maupun berita-berita. Cerita-cerita itu bisa memengaruhi kehidupan kita berdasarkan karakter tokoh cerita itu, membekas dalam hati dan bisa mempengaruhi keyakinan dan perilaku kita. Dari situ kita bisa terbantu memahami siapa diri kita dan siapa teman kita.
Saya masih ingat waktu saya kelas IV SD, 10 menit sebelum mengakhir pelajaran, Frater yang mengajar selalu menyampaikan cerita dan kisah atau dongeng. Sampai hari ini dongeng itu masih membekas. Salah satunya tentang seorang anak kecil dan sembilan saudaranya yang tersesat di hutan; bagaimana anak itu bisa melalui tantangan luar biasa dalam hutan yang lebat itu. Itu membekas dan bahkan memengaruhi hidup saya.
Kekuatan Cinta
Kita perlu mengadakan dan mengisahkan cerita-cerita yang bisa menjaga dan menenun hidup kita dengan baik. Dalam setiap perjalanan masa, banyak tenunan cerita yang menampilkan sosok-sosok pahlawan, yang dapat mewujudkan impiannya yang sulit, melawan kejahatan dan membangun diri dari keterpurukan karena didorong oleh suatu kekuatan yang membuat mereka berani, yaitu kekuatan cinta kasih.
Mereka menanamkan diri dalam kisah itu. Dan dalam kisah seperti itu, kita bisa menemukan motivasi yang heroik. Namun, tidak semua cerita itu baik. Ingat kisah tentang godaan ular kepada Hawa, bukan? Ini godaan yang halus, yang menyisipkan simpul-simpul keraguan dan sulit hilang dalam sejarah sampai saat ini. Simpul-simpul apa itu? Dikatakan, jika kamu memiliki atau makan buah ini kamu akan tahu mana yang baik dan jahat, dan kamu akan sama dengan Tuhan. Ini akan ada terus dalam hidup kita, dalam perjalanan sejarah. Pesan-pesan ini bisa disampaikan oleh siapa saja, bahkan diceritakan secara lihai sehingga mengeksploitasi dan membius, meragukan iman kita. Dikatakan secara terus-menerus bahwa untuk bahagia harus mendapatkan, harus menyimpan di lumbung, mengonsumsi, dan tanpa kita sadari, kita menjadi rakus membicarakan hal-hal yang buruk, bergosip ria di sana-sini , mengonsumsi cerita-cerita penuh kekerasan dan dusta.
Destruktif dan Provokatif
Banyak media yang memproduksi cerita-cerita yang tidak membangun, yang destruktif dan juga provokasif. Itu mengikis dan memutuskan benang-benang kehidupan kita yang rapuh, mengikis benang-benang kehidupan sosial dan menghancurkan kehidupan kita bersama yang lain. Juga menyampaikan berita-berita tanpa informasi yang terverifikasi. Berita disampaikan begitu saja tanpa fakta-fakta kebenaran dan itu diulang-ulang dengan suatu kepalsual dengan tujuan menciptakan kebencian. Ini sungguh-sungguh tidak menenun sejarah yang baik bagi kita. Itu hanya menelanjangi martabat kemanusiaan kita dan sama sekali tidak memberi asupan yang baik bagi kehidupan kita.
Dan pada era kepalsuan yang makin canggih sekarang ini, kita butuh kebijaksanaan untuk mencipotakan cerita yang benar, baik dan jujur. Kita memerlukan keberanian untuk menolak cerita palsu dan jahat. Kita butuh kesabaran, kedewasaan rohani untuk menemuka kembali cerita yang benar untuk kita teruskan orang lain tidak tersesat.
Kita tahu, Kitab Suci adalah cerita segala cerita. Banyak peristiwa dikisahkan dalam kitab suci. Kitab Suci menceritakan bahwa Allah adalah Pencerita. Dan Allah menciptakan kita manusia menjadi rekanNya untuk berjalan merajut sejarah bersama. Kitab Suci adalah kisah cinta luar biasa antara Allah dan manusia. Dalam Kisah Cinta itu ada Yesus. Kisah Yesus menggenapi kisah Allah bagi kita. Kita dipanggil untuk menceritakan Kisah Cinta itu.
Bukan Cerita Masa Lalu
Yesus yang ada dalam Kisah Cinta itu. Dia bercerita tentang Allah melalui perumpamaan, cerita-cerita dari kehidupan sehari-hari. Melalui cerita-cerita itu disampaikan bahwa Yesus adalah Allah yang hadir, meminta kita mengambil bagian dalam iman yang sama dan berbagi hidup dengan Allah sehingga kita mengarahkan diri, mengubah sejarah hidup kita bukan atas dasar kehendak kita, tapi menurut kehendak Allah sendiri. Dengan demikian, cerita tentang Yesus bukan cerita masa lalu, tapi cerita yang aktual tiap hari dan ikut terajut dalam cerita hidup kita.
Jangan berhenti menceritakan kisah cinta Tuhan dan manusia. jangan berhenti dengan penyesalan, kesedihan dan kenangan-kenangan yang menyakitkan. Buka hati dan diri kita pada kisah dan cerita Tuhan. Ceritakanlah kisah hidupmu kepada Tuhan dan masuklah dalam kisah belas kasihNya. Percayakan semua situasi yang kita alami dalam kehidupan kita. BersamaNya, kita dapat menjalani dan merajut kehidupan ini yang dapat kita ceritakan dari generasi ke generasi.
Disampaikan dalam Misa Hari Komunikasi Sedunia, 24 Mei 2020 disiarkan secara live streaming dari Gereja santa Clara oleh KOMSOS Santa Clara.