Pater Kimy Ndelo, CSsR, Biara Novena MBSM, Kalembu Nga’a Bongga (KNB), Weetebula Sumba “tanpa wa”
Sebuah penelitian pernah dibuat pada anak-anak sekolah untuk mengetahui alasan banyak anak suka sekali membaca buku Harry Potter atau menonton filmnya.
Jawabannya hampir seragam: Karena kita tidak pernah tahu apa yang terjadi selanjutnya!!
Ada rasa penasaran dan ingin tahu yang menggoda. Hal yang sama berlaku untuk film-film lain seperti James Bond atau Star Wars.
Tentu ini tidak berlaku untuk sinetron televisi yang sejak awal sudah bisa ditebak ending-nya seperti apa!
Rasa penasaran ini memang abadi. Hal yang persis sama juga dirasakan oleh para Magi. Ada ragam komentar tentang siapa mereka. Mereka disebut para ahli perbintangan.
Mereka juga dianggap kelompok imam pelayan raja Persia yang mempunyai keahlian menafsirkan mimpi dan membaca pergerakan bintang. Mereka juga dikategorikan sebagai orang bijak.
Kitab Suci menyebut mereka “Magoi”, tunggalnya Magi. Magi adalah sejenis kebijaksanaan di daerah Timur Tengah.
Mungkin itulah yang menjadi asal-usul kata “magis”. Kalau orang mengatakan “kata-kata magis”, yang dimaksud sesungguhnya adalah kata-kata bijak.
Siapa pun mereka, jelas meraka bukan orang sembarangan.
Mereka penasaran melihat dan membaca tanda pada sebuah bintang: seorang Raja baru lahir.
Dari situ muncullah rasa penasaran: “siapakah dia?” Mereka ingin tahu dan melihatnya secara langsung. Kebijaksanaan menuntun mereka ke Betlehem untuk mencari dan melihatnya sendiri.
Dan ternyata bayi raja itu adalah Yesus yang disebut IM-MANU-EL atau Emanuel.
Hal ini dilukiskan oleh nabi Yesaya ketika memberi penghiburan kepada bangsa Israel di pembuangan.
Katanya, “Bangsa-bangsa berduyun-duyun datang kepada terangmu, dan raja-raja kepada cahaya yang terbit bagimu” (Yes 60,3).
Sejak Abad II
Epifania adalah pesta tertua dalam Gereja setelah Hari Raya Kebangkitan Yesus. Sejak abad kedua di Asia Kecil dan Mesir sudah ada perayaan Epifania.
Saat itu kelahiran dan pembaptisan Yesus dirayakan bersamaan, karena itulah saat Yesus menyatakan diri kepada dunia.
Kunjungan para Magis yang mewakili orang-orang non beriman dan saat di mana Allah dan Roh Kudus menyatakan siapa Yesus pada saat pembaptisan.
Memperkenalkan Yesus kepada dunia juga merupakan isi pewartaan Kristiani sampai saat ini.
Tugas ini semestinya didahului oleh pengenalan akan pribadi Yesus sendiri. Memperkenalkan tanpa mengenal Yesus ibarat orang buta menuntun orang buta.
Para murid yang hidup bersama Yesus selama tiga tahun pun tidak pernah mengenal Yesus sepenuhnya. Mereka selalu dipenuhi rasa penasaran karena Yesus adalah pribadi yang tidak biasa.
Baru setelah kebangkitan Yesus, mata hati dan pikiran mereka terbuka ketika dibantu oleh Roh Kudus.
Rasa kosong karena duka dan kehilangan memungkinkan Roh Kudus mengisi mereka dengan arti pribadi Yesus yang sesungguhnya.
Dari situlah mereka mengalami suatu dorongan baru untuk mewartakan Yesus yang mereka kenal dan tahu.
Merayakan kelahiran Yesus dan Epifania sama halnya. Dibutuhkan ruang kosong sekaligus rasa ingin tahu agar diisi dan dipenuhi oleh misteri pribadi Yesus.
Rasa ingin tahu dan rasa penasaran akan Yesus adalah pintu yang terbuka untuk semakin mengenal Dia.
Tanpa itu kita tak pernah mengenal Dia seutuhnya. Karenanya kita juga tak bisa bercerita dan mewartakan Dia kepada dunia. Apakah masih ada rasa penasaran akan pribadi Yesus?