JUDUL BUKU: 17 KO Kunci Sukses Pemimpin; Telah Teruji dari Pengalaman. PENULIS: drg. Aloysius Giyai, M. Kes. KATA PENGANTAR: Dr. Adi Suryanto, M.Si. EPILOG: Andy Noya. PENERBIT: Altheras. TEBAL BUKU: 272 halaman
Tentang kepemimpinan, Jerry McClain mengatakan, contoh terbaik kepemimpinan adalah kepemimpinan dengan contoh yang baik pula. Dengan kata lain, McClain hendak mengatakan bahwa sebuah kepemimpinan tanpa contoh yang baik adalah sebuah “omong kosong” belaka.
Lebih dari sekadar contoh yang baik, bagi Aloysius Giyai, kepemimpinan yang baik itu harus konkret dan bisa dibagikan kepada orang lain agar sedapat mungkin orang lain memelajari dan menerapkannya. Karena alasan inilah Pak Alo—demikian sapaan pria dari Suku Mee di Papua ini—menulis buku berjudul 17 Ko Kunci Sukses Pemimpin; Telah Teruji dari Pengalaman ini.
Siapa pun bisa memahami isi buku karena bersumber dari pengalaman Alo sendiri saat memimpin sejumlah instansi dalam lingkup pemerintahan di Provinsi Papua dan disajikan dalam bahasa sederhana dengan sejumlah contoh dan ilustrasi. Baginya, memimpin dan kepemimpinan adalah sebuah seni dan lahir dari daya kreasi yang tidak kunjung berhenti. Artinya, dalam memimpin, selain dibutuhkan kecerdasan, juga diperlukan daya kreasi, improvisasi dan good will kuat.
Buku ini berisi 17 anak kunci yang bisa dipakai oleh siapa pun untuk meretas tabir keberhasilan dalam mempimpin. Penulis memulai bukunya dengan tema Konsep, lalu diikuti dengan Komunikasi, disusul Koordinasi sampai pada “anak kunci” ke-17, yakni Komunitas.
Penulis memulai dengan Konsep karena menurutnya, sebuah gerak kepemimpinan yang baik dan berhasil harus didasarkan pada sebuah konsep yang jelas. “Jika tidak punya konsep, lalu dari mana dan ke mana sebuah kepimpinan dimulai dan bergerak maju?” tulisnya pada bab tentang konsep (halaman 21). Lebih lanjut ia menulis, seorang konseptor harus memulai konsepnya dengan niat murni. Dia harus memiliki niat tulus untuk melayani sesama. Jika niat konseptor untuk kepentingan pribadi, maka di dalam diri yang bersangkutan akan segera berbiak niat untuk mengambil hak orang lain dengan berbagai cara.
Sejatinya, bagi Alo, konsep adalah implementasi ilmu dari seorang yang terpelajar. Sehinga kalau seorang terpelajar tidak mampu membuat konsep sesuai jurusan yang ditekuni dalam kuliah atau bangku pendidikan, maka yang bersangkutan patut dipertanyakan intelektualitasnya.
Pada Ko-Ko berikut, penulis menjelaskan bahwa dengan menerapkan Ko-Ko tersebut, setiap pemimpin akan mencapai sukses. Dengan kata lain, mengabaikan hal-hal tersebut, maka kegagalan akan segera menjemput.
Agar penulis tidak terkesan “jalan sendiri” dalam memaknai Ko-Ko di atas, ia menunjuk contoh-contoh orang-orang yang juga sukses atau terlebih dulu sukses dengan menerapkan Ko-Ko tersebut. Dia mengamati bahwa tokoh-tokoh dalam buku ini telah menerapkan hal-hal tersebut secara konsisten.
Yang menarik, buku ini Alo kerjakan dengan tujuan menjadi bahan bacaan bagi setiap orang yang ingin menjadi pemimpin dalam segala tingkat, juga dalam memimpin diri sendiri. Ia mengaku prihatin dengan pola kepemimpinan dan manajemen kepemimpinan yang ada.
Jika diperhatikan, pada Ko ke-17, ada Ko tentang Komunitas. Bukan tanpa maksud ia meletakkan Komunitas pada bagian akhir. Dia hendak menunjukkan bahwa semua niat, misi dan kerja keras yang dibangun sejak konsep dan diolah dalam Ko-Ko selanjutnya, harus diikhtiarkan untuk menyejahterakan rakyat atau komunitas. Bagi Alo, semua hal yang dilakukan seorang pemimpin harus bermuara pada kesejahteraan rakyat.
Dengan begitu, tepatlah yang dikatakan Andy Noya dalam epilognya. Andy menulis “Dari sini (buku ini), banyak pemimpin atau calon pemimpin bisa belajar. Bagi Alo, memimpin merupakan seni tersendiri dengan modal utama kemauan baik untuk mencapai tujuan menyejahterakan orang yang dia layani. Singkatnya, apa pun yang dilakukan dalam 16 Ko, semuanya demi Ko ke-17, yakni Komunitas atau masyarakat yang dipimpin oleh sang pemimpin.”
Pesan terpenting Alo, seorang pemimpin harus menanggalkan kepentingan pribadinya sebagai konsekuensi dari panggilannya sebagai pemimpin—yang “ditakdirkan” untuk kepentingan dan hidup banyak orang.
Pemimpin pada zaman sekarang ini, mestinya pemimpin yang mau tahu dengan nasib orang-orang yang dipimpinnya. Pemimpin juga harus bisa menjadi contoh bagi orang-orang yang dipimpinnya. Bukannya berusaha “menjaga citranya”, menciptakan jarak dengan orang-orang yang dipimpinnya agar wibawanya tidak “tercemar”.
Zaman ini membutuhkan model kepemimpinan dengan contoh yang baik. Pemimpin bukan lagi sosok yang memerintah dari singgah sananya, lalu orang yang dipimpinnya tinggal ikut perintah—jika tidak ikut, maka akan diperhadapkan dengan berbagai risiko. Bukan zamannya lagi.
Aloysius Giyai, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua dan kini Direktur RSUD Jayapura ini sudah meninggalkan gaya tersebut. Dia penganut kepemimpinan partisipatoris, namun tetap memegang prinsip. Seperti yang sering ia katakan, seseorang yang telah memegang posisi sebagai pemimpin, namun tidak tegas dalam prinsip, maka dia hanya akan menjadi mainan para petualang yang hendak mengambil keuntungan bagi dirinya sendiri.
Agust Dapa Loka, penyair, pencinta buku, tinggal di Waingapu, Sumba, NTT
Hi really great site you have made. I enjoyed reading this posting. I did want to publish a remark to tell you that the design of this site is very aesthetically pleasing. I used to be a graphic designer, now I am a copy editor for a merchandising firm. I have always enjoyed functioning with information processing systems and am trying to learn computer code in my free time (which there is never enough of lol).