Kita sontak akrab dengan Zoom. Bahkan untuk ngobrol dengan teman-teman, orang menggunakan zoom. Ini dia Eric Yuan Pencipta Zoom itu.
Ketika virus korona melanda dunia, perjumpaan manusia secara fisik sangat dibatasi. Tujuan utamanya agar virus mematikan ini tidak mudah merambat dari satu manusia ke manusia lainnya. Atau, agar manusia tidak menjadi mata rantai penebar virus mematikan itu.
Boleh dikatakan, virus inilah satu-satunya kekuatan luar biasa yang benar-benar memaksa orang untuk tidak berkumpul. Berbagai pertemuan publik dihentikan. Mereka yang bersikeras melakukan akan dihukum. Misa, kebaktian, salat atau apa pun sebutan ibadah yang selama berabat-abad dilakukan secara berjamaah, kini harus dilakukan dari rumah. Dunia pendidikan dan berbagai entitas lainnya melakukan hal yang sama. Bahkan konser pun dilakukan dari rumah, seperti yang dilakukan oleh Didi Kempot The Lord of Ambyar itu menghasilkan uang Rp7,6 miliar itu. Singkatnya, kegiatan yang bersifat publik tetap perlu, bahkan harus tetap dilakukan. Sangat beruntung, teknologi bisa menjawab, walau tidak seutuhnya.
Untuk terselenggaranya pertemuan publik tersebut di masa pandemik ini, Internet dan perangkat teknologi pendukung menjadi kunci utama. Sontak, dunia mengenal aplikasi bernama Zoom, aplikasi pendukung untuk terlaksananya video conference. Dengan aplikasi ini orang bisa dengan mudah melakukan pertemuan, melakukan diskusi, rapat bahkan seminar. Umat manusia perlu berterima kasih kepada pencipta aplikasi ini. Siapakah pencipta pencipta Zoom?
Agar memicu daya adrenalin kita untuk mau mengenalnya, mari kita mulai dari sini. Namanya Eric Yuan. Ia berdarah China dan kini berusia 50 tahun. Kini kekayaannya
senilai $ 7,9 miliar dari 20% saham di perusahaan Zoom. Dari 14 hingga 21 Maret 2020 lalu, video conference ciptaannya telah diunggah oleh lebih dari 62 juta orang di seluruh dunia. Angka itu diperkirakan bakal menanjak bersamaan dengan kebijaksanaan lock down yang semakin banyak diterapkan di puluhan negara di dunia. Di Indonesia, zoom terbilang salah satu yang populer dan banyak digunakan.
”Zoom memiliki keuntungan, dari perangkat lunaknya. Mudah digunakan dan bisa diterapkan di hampir seluruh peralatan komunikasi,” tutur DA Davidson analis di perusahaan Rishi Jaluria. ”Selain itu, Zoom digunakan secara gratis, sehingga banyak perusahaan tertarik untuk menggunakannya, kelak mereka bakal tergantung pada apllikasi ini,” lanjutnya.
Eric Yuan, tadinya adalah seorang insinyur dari China yang berkeras hendak pindah ke AS. Eric yang waktu itu masih berusia 20-an tahun tertarik untuk bekerja di Silicon Valley, sehingga ia pun melamar masuk ke AS. Namun pihak keimigrasian menolak permohonan visanya. ”Bahkan sampai tujuh kali ia tak bisa masuk ke AS,” tulis Nextshark seperti dikutip oleh indonesianlantern.com. Baru tahun 1997, Eric Yuan berhasil masuk ke AS.
Berbekal bahasa Inggris yang pas-pasan, Eric menjadi karyawan di perusahaan video conference WebEx, sebagai programer. Lalu pada 2007, perusahaan itu diakuisi Cisco dan Eric dipromosikan menjadi Corporate Vice President of Engineering.
Meski gajinya sudah tinggi, Eric tak puas sampai di situ. Bersama 40 insinyur lainnya ia mendirikan Zoom. Mereka harus pula bergulat bersaing dengan Cisco, Google dan Skype yang waktu itu merajai aplikasi video conference. Tidak seperti perusahaan lain yang berbayar, Zoom menawarkan aplikasi itu secara cuma-cuma, dan baru berbayar apabila meningkatkan mutu dan jumlah konperensinya.
Baru 11 bulan lalu, saham Zoom diserbu pembeli di pasar saham New York sehingga ia kini ia memiliki kekayaan senilai $ 7.9 miliar dari 20 persen saham miliknya. ”Jujur ya. Saya katakan bahwa saham itu bukanlah hal penting. Jika harganya naik, hal itu bagus untuk investor. Kalau turun, kami harus kerja keras. Saya tidak memfokuskan pada harga saham,” kata Eric Yuan. (tD)