Sampai pada usianya yang ke-84, Theresia Bela pasti melakukan dua kesukaannya setiap hari, yakni membaca dan berdoa. Dia hampir tidak lepas dari bahan bacaan. Uniknya, dia memprioritaskan buku-buku karya anak-anaknya, setelah itu baru membaca bacaan-bacaan lain. “Saya harus jadi orang pertama yang hargai karya anak-anak saya. Mereka kerjakan dengan susah payah, jadi saya menghargai dan bersyukur,” ucap ibu dari 10 anak, nenek dari 27 cucu dan 8 cicit ini.
Dengan membaca aku Theresia, dia mendapatkan kegembiraan dan kepuasan tersendiri. “Yang seperti ini saya suka. Iman mereka benar-benar kuat. Kesulitan hidup dan penyakit bisa mereka lewati. Puji Tuhan,” ucapnya penuh takzim sambil menunjukkan buku yang sedang ia baca.
Meski usianya terbilang senja, Theresia masih bisa membaca tanpa kaca mata. Keluhannya, kalau ia membaca agak lama, matanya berair. Kalau sudah begitu, sia istirahat sejenak, lalu membaca lagi jika dia tidak tidur atau bermain dengan cucu.
Selain membaca, warga Stasi Santo Agustinus, Pero, Paroki Kristus Raja, Waimangura, Sumba Barat Daya NTT ini rajin berdoa, bahkan memiliki jadwal doa tetap. Jika sudah sampai jam berdoanya, tanpa banyak bicara, dia masuk kamar dan berdoa. Selain berdoa bagi anak-anak dan cucu-cucunya, juga untuk suaminya yang sudah mendahului menghadap Tuhan pada tahun 2001, Nenek Theresia berdoa bagi perdamaian dunia. Dia selalu teringat atas imbauan Santo Yohanes Paulus II yang semasa hidupnya yang kerap meminta umatnya berdoa bagi perdamaian dunia. “Hati saya tidak tenang kalau mendengar ada perang. Kasihan yang jadi korban. Mereka manusia juga yang bisa sakit dan menderita. Ya, semoga perang berhenti dan Tuhan kasih hiburan dan kekuatan bagi mereka yang jadi korban,” ucapnya penuh harap.
Dan saat ini, yang selalu ia mohon dalam doa-doanya adalah agar virus korona segera berlalu. “Tuhan pasti selamatkan umat ciptaanNya. Mari mohon perlindungan,” ajaknya. (tD)