Fri. Nov 22nd, 2024

Leading in Time of Crisis: Seni Memimpin di Saat-saat Krisis

Anthony Dio Martin, motivator andal. Foto: dokpri

Oleh Anthony Dio Martin

Daniel Goleman

Di saat pandemi, setiap orang membutuhkan peneguhan. Butuh kekuatan. Siapakah yang mereka akan lihat? Ya, pemimpin mereka. Tapi apakah pemimpin memberikan kekuatan emosi, pada saat-saat kritis? Terus terang, kekuatan semacam ini amat dibutuhkan.

Daniel Goleman, salah satu pelopor kecerdasan emosi mengatakan, “Pada saat-saat kritis, semua mata akan memandang kepada sang pemimpin, pastikan bahwa Anda adalah seorang pemimpin, Anda memberikannya pada saat-saat krisis seperti itu!”

Ada sebuah kisah. Di suatu negeri, terjadilah krisis pangan. Krisis ini sudah berjalan sangat lama. Rakyat banyak yang kesulitan. Sayangnya, sang raja tidak peduli. Justru sang raja lebih banyak berfoya-foya di istana. Saat itulah, seorang guru yang bijaksana di negeri itu memutuskan untuk turun tangan. Kepada para murid yang bersamanya di atas puncak bukit, ia berkata, “Saatnya kita tinggal sementara di bawah, untuk memberikan ceramah-ceramah yang hidup kepada rakyat yang kesulitan”.

Para muridnya pun begitu bersemangat, mereka ingin mendengarkan ceramah dan khotbah si guru yang terkenal sangat bijaksana. Maka, mereka pun menemani si guru ke perkampungan penduduk. Selama beberapa lama, bersama dengan sang guru, para murid ini hidup berbaur. Yang dilakukan sang guru setiap hari ternyata sangat sederhana. Ia bangun pagi berkeliling dengan memberikan tepukan, senyuman. Lalu, bersama dengan penduduk bekerja di ladang ataupun melakukan pekerjaan apapun yang mampu mereka lakukan. Berminggu-minggu hingga bulanan.

Lama kelamaan, beberapa murid mulai nggak betah dan bertanya-tanya, kapan si guru itu akan memulai ceramahnya. Sambil menatap tajam-tajam, si guru berkata kepada muridnya yang bertanya itu, “Penduduk yang sedang kesulitan. Mereka tak perlu kata-kata dan ceramah indah dengan kalimat-kalimat yang indah. Mereka butuh ceramah yang sederhana. Saat kita bekerja dan hadir bersama mereka, bukankah itu sudah merupakan cermah yang nyata?”

Contoh Pemimpin di Saat Krisis

Tugas pemimpin, ya memimpin.

Dan memang seperti itulah. Dalam kondisi yang kritis dan sulit, seorang pimpinan yang baik diharapkan untuk hadir. Kehadirannya saja, terkadang sudah memberikan makna yang begitu berarti, khususnya buat orang-orang dalam organisasinya. Orang-orangnya, tidak merasa ditinggalkan, dan mereka merasa mendapatkan penguatan emosional. Inilah yang dibutuhkan pada para pemimpin sejati.

Misalkan saja ketika terjadi kecelakaan pesawat di tanggal15 Januari 2009. Sebuah pesawat US Airways Penerbangan 1549 mengalami hari yang naas. Dua mesinnya kehilangan tenaga setelah take off dari LaGuardia Airport. Semuanya gara-gara hal sepele. Pesawat tersebut menabrak sekelompok angsa yang sedang terbang. Dengan sigap dan situasi yang kritis, Kapten pesawatnya yakni Chesley Sullenberger mendaratkan pesawatnya di tengah sungai yakni Hudson River. Dan dengan caranya itu, ia menjadi pahlawan yang telah menyelamatkan 155 penumpang serta crew-nya. Proses penyelamatnya sendiri begitu menegangkan, sampai-sampai difilmkan dalam film berjudul “Sully”. Tapi yang menarik, saat penyelamatan terjadi, kemana si kapten? Ia tidak beranjak. Bahkan dengan setia ia menemani semua penumpang agar keluar dari pesawat yang ada di tengah sungai itu dan memastikan semua penumpangnya selamat. Dan siapakah yang meminta paling akhir untuk diselamatkan? Sang kapten, Chesley Sullenberger!

Kalau kita perhatikan, pastinya si kapten juga mengalami ketakutan dan kekuatiran atas nyawanya sendiri. Ia pun pasti ingin selamat. Tetapi, demi tanggung jawabnya, ia tetap bersedia mengorbankan dirinya. Memastikan kondisi setiap penumpangnya hingga selamat. Dan hal inilah yang membuatnya dikenang sebagai pahlawan yang luar biasa.

3 Tindakan Penting Pemimpin Saat Krisis

Kembali lagi kepada situasi-situasi krisis seperti sekarang ini. Fungsi seorang pemimpin dalam organisasi adalah ibarat kapten dalam pesawat organisasi. Semua penumpang bergantung nasibnya kepada sang kapten. Semua penumpang pun akan melihat kepada si kapten untuk mendapatkan peneguhan hati mereka.

Karena itulah, tiga hal penting yang perlu dimiliki dan dilakukan seorang pemimpin di saat krisis. Pertama-tama adalah hadir. Kehadiran itu saja, sudah menjadi penguatan yang begitu berharga. Dengan kehadirannya, bawahan dan tim dalam kelompoknya, merasa punya peneguhan. Paling tidak, mereka merasa ada yang tetap hadir buat mereka.

Kedua, bukan menyuruh tapi membantu. Terkadang, di saat panik, banyak pimpinan yang justru menyuruh-nyuruh yang akhirnya malahan menambah pekerjaan buat timnya. Ujung-ujungnya, ibaratkan sudah dalam kondisi krisis, ditambah masalah lagi sama pimpinan yang tak mau mengerti kesulitan anak buahnya. Kalaupun ingin anak buahnya melakukan sesuatu dalam situasi sulit, pimpinan mestinya turut membantu.

Ketiga, membuat keputusan. Dalam situasi sulit, akan ada banyak kebingungan. Karena itulah, pimpinanlah yang harus membuat keputusan, soal apa yang akan dilakukan. Karena dalam situasi panik, biasanya orang telah kebingungan dan tak tahu apa yang harus dilakukan. Di sinilah, pimpinan tak boleh bingung. Kalau pun ia bingung, ia harus menyimpan kebingungannya dan membuat keputusan. Dan pimpinan harus sadar, keputusan ini bisa menentukan hidup dan matinya tim dalam organisasi. Kembali kepada kisah si kapten Sully, ternyata keputusannya dalam beberapa detik saat akan menyelamatkan penumpangnya dengan mendarat di sungai Hudson telah menyelamatkan seluruh penumpangnya. Karena akhirnya, terbukti bahwa jika ia nekat mendarat di landasan pacu, sudah dipastikan semua penumpangnya akan mati. Ternyata, keputusan itu telah menyelamatkan!  So, begitulah seni menjadi pemimpin di saat kritis! Jadi, apakah tipsnya serta kesimpulannya?

6 Tips Penting Bagi Pemimpin Untuk Lewati Krisis

Steven Covey

Stephen Covey mengatakan, “Selalu ada ujung lain dari sebuah tongkat yang akan ikut, saat sebuah ujung tongkat diangkat”. Artinya, setiap hal dan segala sesuatu, selalu akan ada konsekuensinya. Dan konsekuensi menjadi pemimpin, ya termasuk di antaranya harus mengambil keputusan dan memimpin timnya melewati kesulitan itu. Itulah konsekuensi menjadi pemimpin. Dan dengan mengacu pada kisah dan ilustrasi di atas, dapat disimpulkan bahwa menjadi pemimpin di saat krisis, membutuhkan 6D. Apakah itu?

Pertama-tama, ia harus bisa Decide, yakni membuat keputusan dengan cepat, soal apa yang harus ia lakukan dalam situasi kritis! Keputusan ini tidak selalu akan benar, tapi jauh lebih besar risikonya daripada tidak membuat keputusan sama sekali.

Kedua, Direct. Di sini, ia harus bisa mengarahkan timnya pada apa yang harus dilakukan dalam situasi sulit itu, serta apa peran yang harus mereka kerjakan, serta wujudkan. Kalau tidak, orang akan saling menunggu dan bertanya-tanya, soal apa yang harus mereka lakukan.

Ketiga, Dependable. Seorang pemimpin harus bisa diandalkan dan bisa dicari dan diminta nasihatnya dan masukan-masukannya, khususnya dalam situasi sulit ini. Jadi, ia tidak menghilang!

Keempat. Driven.  Ia tetaplah yang paling optimis dan tetap memberikan energinya sebagai orang yang barada paling depan. Mungkin ia sendiri juga ketar kerti dan bingung, tapi energinya yang positif dan semangat, tetap amat dibutuhkan.

Kelima, Dutiful. Sebagai, pemimpin ia menunjukkan bahwa dirinya terus berkarya dan melakukan sesuatu di tengah situasi yang krisis ini. Jadi, ia tidak memberikan contoh buruk dengan menjadi tidak aktif atau bersantai-santai, tinggal kasih perintah.

Keenam, Develop. Dan yang terpenting adalah terhadap timnya sendiri, bagaimana ia memanfaatkan waktunya untuk mengembangakan timnya, kemampuan dan potensi mereka. Tapi, tidak lupa, ia pun menggunakan waktu ini buat mengembangkan dirinya.

So, semoga dengan menerapkan 6 tips penting ini, bukan dirinya sendiri yang bertumbuh di masa krisis ini, tapi timnya pun mengalami pencerahan, dan pengalaman krisis ini justru menjadi pengalaman yang mendewasakan. Karena mereka dipimpin seorang pemimpin yang dewasa dan matang!

Anthony Dio Martin: Writer, inspirator, speaker, entrepreneur (WISE). CEO Excellency dan penulis 18 buku best seller penerima Penghargaan MURI. Narasumber tetap acara “Smart Emotion” di radio smartfm. Executive coach, yang oleh media dijuluki “The Best EQ Trainer Indonesia”.

Related Post

Leave a Reply