Oleh Albertus Muda Atun
Senja masih bergeliat, di Pasar Senja atau TPI Lewoleba, Lembata, NTT pada 29 Juni 2020. Setelah menebar pandangan sejenak di antara ikan-ikan segar yang dijajakan para penjual, saya memilih membeli 4 potong daging ikan tenggiri beserta 1 bagian kepala. Semuanya bernilai Rp 50 ribu. Saya memberikan uang Rp 100.000, tentu dengan kembalian Rp 50 ribu. Awalnya ketika Mama penjual itu memberikan kembalian, saya duga (tapi ragu-ragu) dia salah mengembalikan uang, namun karena terburu-buru, saya tidak mengecek, lalu pergi.
Sesampai di rumah, saat mengecek uang, ternyata dugaan saya tidak meleset. Saya langsung memanggil istri dan memintanya mengecek jumlah potongan ikan dalam kantong. Ternyata benar 5 potong. Saya katakan pada istri, “Esok saya ke TPI untuk kembalikan uang lebih Mama itu. Kasihan, dia merugi.”
Dan benar! Selasa (30/6/2020) saya kembali ke pasar senja TPI yang jauhnya 5 km dari rumah saya. Selain tujuan utama mengembalikan uang Mama itu, saya juga ingin membeli sedikit ikan lagi untuk lauk keluarga. Sesampai di pasar, dari kejauhan saya sudah bisa melihat Mama itu. Saya mendekat lalu bertanya, “Kemarin Mama yang jual ikan potong tenggiri ya?” Saya bertanya sambil tersenyum. “Iya, Pak. Benar,” jawabnya tenang dan tersenyum. “Kemarin Mama kembalikan uang lebih Rp 10 ribu. Mama kembalikan 60 ribu kemarin. Kelebihan 10 ribu. Ini saya kembalikan uang Mama,” ucap saya sambil menyerahkan selembar uang Rp10 ribu ke tangannya.
Mama itu langsung mengucapkan terima kasih. Tampak rona kegembiraan di wajahnya karena ia bisa mendapatkan kembali uang Rp 10 ribu itu sebagai keuntungan dari penjualan ikannya. Agak pasti dia tidak tahu bahwa dirinya salah mengembalikan uang, tetapi karena saya tahu dan itu bukan hak saya maka saya kembalikan.
Mengapa saya perlu kembalikan uang 10 ribu itu? Pertama, uang 10 ribu itu bukan hak saya. Sementara itu, kalau saya diam-diam dan tidak mengembalikan, Mama itu pasti merugi. Bisa jadi, karena dagangannya tidak seberapa, keuntungannya mungkin hanya 10 ribu itu. Jika benar demikian, maka sia-sialah ia berjualan selama beberapa jam pada hari itu. Sia-sia jugalah suaranya parau akibat sedikit berteriak menawarkan dagangannya kepada para calon pembeli. Dan jika dugaan saya benar, maka sangat mungkin harapan keluarganya bahwa Mama itu akan membawa pulang beras untuk kebutuhan keluarga, kandas. Kedua, saya mencoba mendengarkan nurani di tengah kecenderungan sementara orang yang abai terhadap suara batinnya. Ketiga, saya sedang mengajarkan kejujuran dan keteladanan sederhana kepada keluarga kecil saya, juga dengan cara sederhana.
Terima kasih Mama penjual ikan tenggiri. Sesungguhnya, engkau sendiri yang membuat kesalahan, namun kesalahanmu itu mengajari saya untuk menyadari mana hak saya dan mana hak orang lain.
Lembata, 1 Juli 2020.
Salam New Normal dari Albertus Muda, S.Ag, Perintis Pojok Baca Cakrawala Lembata
Kejujuran yg membawa berkat..
Terima kasih kaka sudah membedah tulisan ini dan mengambil sarinya untuk dibagikan. Semoga melecut nurani untuk berefleksi..